JAKARTAMU.COM | Di atas kertas, Ibu Kota Nusantara (IKN) diproyeksikan menjadi etalase peradaban baru Indonesia: kota hijau, modern, bebas polusi, dengan hutan-hutan konservasi yang dijaga rapat. Namun di balik gemuruh slogan pembangunan, tanah di bawahnya diam-diam digerogoti praktik lama yang terus hidup: tambang ilegal.
Pada Kamis, 17 Juli 2025, Brigadir Jenderal Nunung Syaifuddin, Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri, mengumumkan pengungkapan tambang batubara ilegal yang menyusup hingga ke jantung kawasan IKN dan kawasan konservasi Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto di Kecamatan Samboja, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. “Wilayah IKN adalah marwah Pemerintah Republik Indonesia. Segala bentuk kegiatan tambang ilegal di lokasi IKN harus ditertibkan dan ditindak tegas,” kata Nunung di Surabaya.
Penyelidikan yang dilakukan bersama Kementerian ESDM, KLHK, Otorita IKN, hingga Surveyor Indonesia ini membongkar modus sederhana tetapi rapi. Batubara hasil gali paksa dari hutan konservasi dikemas dalam karung, dimasukkan ke kontainer, lalu dikirim melalui pelabuhan dengan dokumen resmi milik perusahaan pemegang IUP (izin usaha pertambangan). Batubara itu seolah-olah “disulap” menjadi legal hanya lewat tumpukan kertas.
Tiga orang tersangka sudah ditahan: YH, CH, dan MH. Mereka diduga memiliki peran berbeda, mulai dari membeli, menjual, hingga mengangkut batubara hasil tambang liar. Dua perusahaan, MMJ dan BMJ, disebut terlibat. Polisi juga menyita 351 kontainer batubara—248 di antaranya sudah diamankan di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, serta belasan truk trailer, alat berat, dan dokumen perizinan.
Di Samboja, bukti-bukti kegiatan tambang liar sudah lama terendus warga dan aktivis lingkungan. Kawasan yang disebut-sebut jadi lokasi penambangan itu berada di tengah hutan dengan papan larangan bertuliskan “Kawasan Konservasi – Dilarang Menambang”. Di sana pula terlihat jejak roda alat berat, gundukan tanah hitam, dan lubang-lubang menganga di mana-mana.
“Kalau malam, lampu-lampu ekskavator itu menyala terang. Truk-truk keluar masuk, kadang sampai subuh,” kata seorang warga yang tinggal tak jauh dari kawasan Tahura Soeharto. Menurutnya, aktivitas itu berlangsung selama bertahun-tahun.
Polisi mencatat, kerugian negara akibat tambang ilegal ini mencapai sedikitnya Rp5,7 triliun—angka yang bisa terus bertambah. Rinciannya: Rp3,5 triliun hilang dari nilai batubara yang dikeruk, dan Rp2,2 triliun dari kerusakan hutan seluas 4.236 hektare. Nunung menyebut aktivitas ini diduga sudah berlangsung sejak 2016. “Proses penyidikan tidak berhenti sampai di sini. Masih akan dikembangkan terhadap pihak-pihak lain, termasuk pemberi dokumen izin dan penambang,” katanya.
Cerita tentang tambang liar di kawasan IKN sesungguhnya bukan baru. Sejak pemerintah menetapkan Kalimantan Timur sebagai lokasi ibu kota baru, berbagai laporan tentang perambahan hutan, perdagangan izin tambang, hingga praktik mafia lahan bermunculan. Aktivis lingkungan, Walhi, bahkan pernah merilis peta konsesi tambang yang tumpang tindih dengan wilayah IKN.
Namun baru kali ini aparat secara resmi menyebut adanya praktik penambangan ilegal yang merugikan negara triliunan rupiah. Dari hasil penyidikan sementara, para pelaku memanfaatkan “dokumen asli tapi palsu” yakni dokumen izin yang seolah sah padahal tak sesuai asal batubara, untuk meloloskan batu bara ke pasar.
Dari pelabuhan, batubara yang sudah dikemas rapi itu bisa sampai ke berbagai daerah bahkan diekspor. Di jalur distribusi, semuanya terlihat “legal”. Hanya jejak di hutan yang menceritakan cerita sebaliknya: pohon yang rubuh, tanah yang longsor, lubang yang tak ditutup, dan satwa yang terusir.
Di tengah ambisi pemerintah menyulap Nusantara menjadi kota ramah lingkungan, pengungkapan kasus ini seperti menyibak tirai yang selama ini menutupi wajah muram Kalimantan. Wajah lama yang penuh luka-luka tambang, yang kini terkuak di halaman depan proyek IKN sendiri.
Pertanyaannya: beranikah pemerintah melangkah lebih jauh, menindak semua pelaku sampai ke akar, termasuk pihak-pihak yang selama ini berada di balik meja, di balik dokumen-dokumen resmi yang menyulap batu haram jadi batu halal?
“Ini baru permulaan,” kata Nunung. “Kami akan kejar semuanya.”
Di jantung IKN, lubang-lubang tambang masih menganga, menunggu untuk ditutup. Atau dibiarkan, seperti biasanya.