JAKARTAMU.COM | Pemerintah terus berupaya menyelesaikan persoalan tumpang tindih antara kawasan transmigrasi dan kawasan hutan di sejumlah wilayah. Hal ini mengemuka dalam Rapat Kerja (Raker) antara Kementerian Transmigrasi dan Komisi V DPR yang berlangsung pada Senin, 30 Juni 2025, di Ruang Rapat Komisi V, Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Raker yang mengangkat agenda tunggal “Pengelolaan dan Status Kawasan Transmigrasi yang Masuk Kawasan Hutan” tersebut dihadiri Wakil Ketua Komisi V DPR Ridwan Bae, Menteri Transmigrasi M. Iftitah Sulaiman Suryanagara, Wakil Menteri Transmigrasi Viva Yoga Mauladi, serta jajaran pejabat eselon satu kementerian.
Seusai rapat, Viva Yoga menyampaikan apresiasinya atas dukungan Komisi V DPR yang mendorong pemerintah untuk melepaskan status kawasan hutan dari wilayah-wilayah transmigrasi. “Anggota Komisi V kompak agar hal ini segera dilakukan,” ujarnya kepada wartawan.
Menurutnya, jika kawasan transmigrasi tidak lagi berstatus kawasan hutan, maka lahan yang telah ditempati para transmigran bisa segera ditingkatkan statusnya menjadi Sertipikat Hak Milik (SHM). Selama ini, status tumpang tindih inilah yang menghambat proses sertifikasi lahan. “Dukungan anggota Komisi V adalah bukti bahwa DPR berpihak kepada rakyat,” kata Viva, yang juga menjabat Wakil Ketua Umum PAN.
Ia menjelaskan bahwa total Hak Pengelolaan Lahan (HPL) Kementerian Transmigrasi saat ini mencapai 3,1 juta hektare. Dari total itu, terdapat 129.553 bidang lahan yang menjadi target penerbitan SHM. Namun, 17.655 bidang di antaranya (sekitar 13,63%) berada di dalam kawasan hutan. Bidang-bidang tersebut tersebar di wilayah Sumatera, Kalimantan, Maluku, Sulawesi, dan Nusa Tenggara Barat.
Untuk menyelesaikan persoalan ini, DPR mendorong agar Kementerian Transmigrasi segera menyusun peraturan dan petunjuk teknis yang lebih rinci terkait mekanisme serta organisasi penyediaan tanah permukiman transmigrasi sebagai bagian dari pembangunan untuk kepentingan umum.
“DPR juga meminta kita meningkatkan koordinasi lintas kementerian, lembaga terkait, pemerintah daerah, dan masyarakat adat, agar ada sinkronisasi kebijakan dan data, serta percepatan proses legalisasi hak atas tanah,” kata Viva.
Ia menambahkan bahwa proses penerbitan sertipikat bagi para transmigran memang mendesak, mengingat banyak di antara mereka telah menempati lahan tersebut selama puluhan tahun.
”Kita sudah mulai merealisasikan ini kepada para transmigran lokal di Sukabumi. Mereka sudah lama menanti agar status lahan mereka segera diselesaikan,” kata dia.
Viva menegaskan, pemberian SHM kepada para transmigran bukan hanya bentuk pemenuhan hak dan janji pemerintah, tetapi juga penghargaan atas jasa mereka. “Para transmigran telah berjasa membangun daerah-daerah kosong menjadi wilayah pertumbuhan ekonomi baru dan sentra produksi tanaman pangan,” ujarnya.
“Peran ini juga diakui oleh anggota Komisi V, apalagi banyak dari mereka berasal dari daerah pemilihan yang memiliki kawasan transmigrasi.” (*)