JAKARTAMU.COM | Ramadan merupakan bulan penuh berkah yang juga menjadi momentum pembaruan bagi setiap individu. Pembaruan dalam konteks ini berarti sebuah proses, perbuatan, atau cara untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas diri, baik secara spiritual maupun sosial.
Menyambut Ramadan sebagai bulan pembaruan tentu perlu persiapan matang, mencakup pemikiran yang mendalam, kerja keras, keuletan, serta kreativitas dalam menjalankan ibadah agar lebih bermakna. Pembaruan pun harus memiliki arah dan tujuan yang jelas agar tidak sekadar menjadi ritual tanpa makna.
Ketua Departemen SDM Masjid PP Dewan Masjid Indonesia (DMI), Drs. H. Ahmad Yani, dalam Pelatihan Aktivitas Manajemen Ramadan di Kantor Kementerian Tenaga Kerja, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Senin (27/1/2025), menyoroti aktivitas tadarus di bulan Ramadan. Dia menilai yang terjadi selama ini orang mengejar hataman tanpa pernah berupaya memahami makna ayat-ayat yang dibaca.
“Tadarus bukan sekadar membaca ayat demi ayat, melainkan harus dilanjutkan dengan memahami terjemahannya dan mendalami tafsirnya,” ungkap Ahmad Yani.
Kajian puasa itu ditutup dengan Surat Al-Baqarah. ”Janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada para hakim dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 188)
Ahmad Yani mengaitkan ayat ini dengan kondisi hukum di Indonesia, di mana masih banyak praktik suap yang merusak keadilan.
”Lihatlah wajah penegakan hukum di Indonesia. Banyak orang yang merampas hak orang lain dengan membawa perkara ke pengadilan, menyuap polisi, jaksa, hingga hakim agar memenangkan kasusnya,” ujarnya.
Bulan Pembakaran Dosa
Selain sebagai bulan penuh berkah, Ramadan juga menjadi bulan pembakaran dosa. Ahmad Yani menganalogikan dosa seperti pohon yang harus dibakar hingga ke akar-akarnya agar tidak tumbuh kembali.
“Ketika sebuah lahan hutan di Kalimantan terbakar, meskipun tidak sampai ke akar, butuh waktu bertahun-tahun agar lahan itu kembali hijau. Namun, sebagian dari kita di bulan Ramadan hanya menebas ranting-ranting dosa. Pohon dosa tetap tegak dan kokoh, sehingga setelah Ramadan berakhir, ketika disiram kembali oleh godaan dunia, dosa-dosa itu tumbuh subur lagi,” jelasnya.
Ia berharap ibadah Ramadan benar-benar menjadi momentum pembaruan yang membawa perubahan nyata bagi setiap individu. Ramadan seharusnya membakar dosa hingga ke akar-akarnya, sehingga setelah bulan suci berlalu, seseorang tetap istiqamah dalam ketakwaan dan tidak kembali pada kebiasaan buruknya.