LANGKAH Muhammadiyah meluncurkan dan secara resmi memberlakukan Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT) patut dicatat sebagai peristiwa monumental dalam sejarah Islam kontemporer. KHGT bukan sekadar instrumen astronomi atau penyesuaian administratif, melainkan representasi dari visi besar tentang kesatuan umat Islam yang berakar kuat pada semangat keilmuan, kosmopolitanisme Islam, dan tanggung jawab peradaban.
Peluncuran KHGT yang berlangsung pada hari ini, 25 Juni 2025 di Universitas ‘Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta bukanlah hasil kerja semalam. Ia lahir dari proses panjang dengan melibatkan kajian falak yang mendalam, pemikiran ijtihad modern, dan pencarian solusi atas realitas yang selama ini merapuhkan ukhuwah Islamiyah hanya karena perbedaan hari raya dan awal bulan hijriah antarnegara bahkan antar organisasi Islam di satu negeri.
Tiga prinsip KHGT, keseragaman hari dan tanggal, penggunaan hisab ilmiah, dan kesatuan matlak, merupakan jawaban atas problem laten dunia Islam: keterbelahan dalam waktu yang seharusnya menjadi simbol penyatuan. Muhammadiyah menunjukkan bahwa problem ini bukan tidak bisa diselesaikan. Ia hanya perlu kesungguhan, akal sehat, dan komitmen bersama.
Dalam dunia yang semakin menyatu oleh globalisasi, umat Islam justru tertinggal dalam hal mendasar: menyepakati kapan puasa dimulai dan kapan hari raya dirayakan. KHGT hadir bukan untuk menggantikan kekayaan khazanah fikih, melainkan menjadi wasilah menuju tertib ibadah dan tatanan hidup yang harmonis. Seperti dikatakan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, “Islam adalah agama kosmopolit, rahmatan lil ‘alamin.” Maka KHGT adalah ijtihad global menuju format waktu Islam yang universal.
Dukungan dari tokoh internasional seperti perwakilan Diyanet Turki dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) menunjukkan legitimasi dan potensi KHGT untuk diterima secara luas. Kehadiran mereka adalah simbol bahwa dunia Islam menaruh harapan besar pada ikhtiar ini. Mereka sadar bahwa menyatukan umat Islam dalam satu kalender adalah langkah strategis menuju penyatuan visi, bukan hanya untuk beribadah, tapi juga untuk meneguhkan identitas kolektif sebagai satu peradaban.
KHGT tidak mencabut Muhammadiyah dari akarnya sebagai bagian integral dari bangsa Indonesia. Justru, ini menunjukkan bahwa Indonesia, melalui Muhammadiyah, memiliki kapasitas untuk memimpin dialog peradaban Islam global, bukan sekadar menjadi pengikut arus sejarah. Dalam forum yang dihadiri tokoh-tokoh dunia Islam, Haedar menegaskan: “Kita berpijak di bumi Indonesia sembari membuana untuk kemaslahatan umat global.”
Kami meyakini, sebagaimana disampaikan oleh OKI, bahwa KHGT adalah langkah visioner yang sejalan dengan keputusan dan resolusi dunia Islam. Inilah bentuk konkrit dari diplomasi keagamaan Indonesia yang berbasis ilmu, toleransi, dan ijtihad kolektif.
Namun, perjalanan KHGT tidak akan mudah. Akan ada tantangan dari mereka yang telah lama nyaman dalam sistem lama. Akan ada yang mempersoalkan, membenturkan KHGT dengan kepentingan sektoral, mazhab, dan status quo yang selama ini memelihara perbedaan sebagai kekuasaan. Tapi sejarah tidak akan bergerak oleh mereka yang menolak berubah. Ia hanya mencatat langkah-langkah berani yang melampaui zamannya.
KHGT harus dijaga semangatnya sebagai proyek bersama umat, bukan milik eksklusif Muhammadiyah. Langkah Haedar untuk ‘menghapus nama Muhammadiyah’ dari KHGT demi membuka ruang kolaborasi adalah teladan bahwa ikhlas dan visi jauh ke depan adalah fondasi dari segala ijtihad besar.
Kita percaya, seperti kata pepatah Arab, al-waqtu kas-sayf—waktu adalah pedang. Bila umat Islam tidak segera menegakkan disiplin waktunya sendiri, maka ia akan terus terbelah oleh pedang-pedang argumentasi yang melemahkan solidaritas. KHGT memberi kita peluang untuk mengangkat satu pedang yang sama: pedang ilmu dan ketepatan waktu, untuk menyatukan barisan dalam kalender dan dalam visi.
Satu kalender bukanlah akhir. Ia adalah awal dari satu kesadaran baru: bahwa untuk menjadi umat yang kuat, kita harus bersatu, bukan hanya dalam niat, tapi juga dalam waktu. KHGT adalah undangan terbuka untuk itu. (*)