Senin, Juni 23, 2025
No menu items!

Hijrah Kapital: Saat Saham Syariah Menyalip Pasar Konvensional

Must Read
Miftah H. Yusufpati
Miftah H. Yusufpati
Sebelumnya sebagai Redaktur Pelaksana SINDOWeekly (2010-2019). Mulai meniti karir di dunia jurnalistik sejak 1987 di Harian Ekonomi Neraca (1987-1998). Pernah menjabat sebagai Pemimpin Redaksi Majalah DewanRakyat (2004), Wakil Pemimpin Harian ProAksi (2005), Pemimpin Redaksi LiraNews (2018-2024). Kini selain di Jakartamu.com sebagai Pemimpin Umum Forum News Network, fnn.co.Id. dan Wakil Pemimpin Redaksi Majalah FORUM KEADILAN.

JAKARTAMU.COM | Pada saat indeks acuan pasar modal nasional, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), terengah-engah, satu nama justru terus melaju tanpa banyak gembar-gembor: Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI). Di tengah koreksi tajam IHSG yang sudah minus 2,44% sejak awal tahun, ISSI justru mencatat kenaikan 4,31%. Laju yang seolah tak terpengaruh guncangan arus modal asing maupun koreksi bank-bank raksasa.

Saham-saham syariah kini bukan lagi pelengkap etalase bursa, melainkan jantung pasar yang terus berdetak stabil di saat yang lain limbung. Per Jumat, 20 Juni 2025, kapitalisasi pasar saham-saham ISSI mencapai Rp7.498 triliun, setara dengan 62% dari kapitalisasi total IHSG. Ini bukan sekadar angka. Ini lonceng kecil tentang pergeseran orientasi dan daya tahan instrumen pasar modal berbasis etika.

Big Caps Terluka, Saham Syariah Berpesta

Luka IHSG sebagian besar berasal dari sektor yang selama ini menjadi penopangnya: perbankan big caps. Bank-bank dalam kelompok KBMI IV, yang menjadi jantung IHSG, berjatuhan dihantam rebalancing portofolio investor asing. Pelemahan tajam saham BBRI, BBCA, BMRI, dan BBNI menjadi narasi besar yang menarik indeks gabungan turun.

Sementara itu, saham-saham syariah yang notabene tidak memuat sektor perbankan konvensional berbasis bunga, justru mendapat efek sebaliknya. Mereka seperti diselamatkan oleh filter syariah itu sendiri—dari turbulensi utang, bunga, dan spekulasi.

Irwan Abdalloh, Kepala Divisi Pasar Modal Syariah BEI, menyebut fenomena ini sebagai sesuatu yang “wajar”. Menurutnya, turunnya IHSG tidak mencerminkan kegagalan pasar modal, tetapi menyoroti bagaimana komposisi indeks menentukan arah pergerakan.

“Kalau ternyata yang bikin IHSG turun adalah saham-saham non-syariah ya wajar kalau ISSI bisa naik,” kata Irwan di Gedung BEI, Kamis lalu.

Manajemen Risiko ala Syariah

Apa yang membuat ISSI tampak lebih tahan guncang?

Menurut Jeffrey Hendrik, Direktur Pengembangan BEI, kekuatan ISSI terletak pada proses manajemen risiko berbasis syariah yang kini semakin ketat dan selektif. Proses penyaringan yang tidak hanya melihat aspek keuangan, tetapi juga kehalalan model bisnis dan struktur utang perusahaan, menjadi pelindung alami dari volatilitas pasar.

“Kalau kita lihat, memang berinvestasi secara syariah secara manajemen risiko itu jauh lebih baik,” kata Jeffrey. Ia menyiratkan bahwa ada dimensi etik dan kehati-hatian dalam investasi syariah yang bisa menjadi pelindung di saat pasar dalam mode panik.

Raksasa Baru: Dari Data Center sampai Nikel

Laju ISSI bukan hanya karena bank-bank konvensional terpuruk. Di balik angka yang hijau itu, ada revolusi sektor yang diam-diam terjadi.

Beberapa konstituen ISSI yang kini jadi pemimpin pasar bukanlah pemain lama sektor konsumsi, melainkan perusahaan teknologi, energi, dan komoditas—semuanya tidak mengandung unsur riba atau aktivitas terlarang dalam syariah.

Lihat saja: DCII, raksasa data center yang naik 257%; WIFI, perusahaan teknologi konektivitas yang melonjak 407%; lalu perusahaan tambang seperti ARCI (naik 164%), ANTM (naik 109%), dan PSAB (naik 101%).

Oktavianus Audi, analis Kiwoom Sekuritas, menilai momentum ini dipicu oleh dua hal: pelemahan bank konvensional karena net sell asing, serta respon ekspansif dan kenaikan harga komoditas. Dengan harga nikel, emas, dan batubara yang kembali menggeliat, saham-saham seperti BYAN, AMMN, DSSA, dan MEDC pun menjadi penopang utama ISSI.

“Investor bisa manfaatkan peluang konstituen ISSI yang terdampak positif terhadap tren global dan lokal ini,” kata Audi.

Hijrah Portofolio?

Apakah ini sinyal hijrah portofolio investor ke arah yang lebih etis?

Bisa jadi. Meski belum semua investor sadar bahwa saham-saham syariah punya rekam jejak lebih stabil di tengah gejolak, tren ini membuktikan bahwa diversifikasi yang sehat tidak harus bertentangan dengan prinsip agama. Bahkan sebaliknya, bisa jadi penyelamat.

“Kalau kita lihat saham syariah tidak hanya lebih resilient, tapi juga lebih sustainable dalam jangka menengah,” ujar Audi lagi.

Untuk jangka pendek, beberapa saham ISSI yang direkomendasikan Audi antara lain:

  • MEDC (trading buy) – TP: Rp1.590
  • TAPG (trading buy) – TP: Rp1.030
  • BIRD (buy) – TP: Rp2.220
  • MDKA (trading buy) – TP: Rp2.500

Lebih dari Sekadar Indeks

ISSI hari ini bukan sekadar indeks alternatif. Ia adalah cermin dari pasar yang mulai menyaring tidak hanya dari sisi cuan, tetapi juga dari sisi nilai.

Ia bukan pasar yang pasif menunggu instrumen bank atau rente berbunga. Ia justru aktif mencari nilai-nilai baru: teknologi yang adil, komoditas yang nyata, dan bisnis yang bersih dari jerat utang haram.

Dan ketika IHSG tersandung langkahnya oleh kelebihan berat tubuh bank-bank besar, ISSI justru berlari ringan. Ia sedang menyongsong sesuatu yang lebih dari sekadar grafik: sebuah transformasi etika dalam investasi.

Jenggot Boleh Sepanjang Sajadah Asalkan Tertutup di Depan Wajan

ISLAM adalah agama yang sangat menjunjung tinggi kebersihan. Sebelum salat, tawaf, atau ibadah lain, seorang muslim wajib bersuci. Kebersihan...
spot_img
spot_img

More Articles Like This