JAKARTAMU.COM | Pada saat indeks acuan pasar modal nasional, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), terengah-engah, satu nama justru terus melaju tanpa banyak gembar-gembor: Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI). Di tengah koreksi tajam IHSG yang sudah minus 2,44% sejak awal tahun, ISSI justru mencatat kenaikan 4,31%. Laju yang seolah tak terpengaruh guncangan arus modal asing maupun koreksi bank-bank raksasa.
Saham-saham syariah kini bukan lagi pelengkap etalase bursa, melainkan jantung pasar yang terus berdetak stabil di saat yang lain limbung. Per Jumat, 20 Juni 2025, kapitalisasi pasar saham-saham ISSI mencapai Rp7.498 triliun, setara dengan 62% dari kapitalisasi total IHSG. Ini bukan sekadar angka. Ini lonceng kecil tentang pergeseran orientasi dan daya tahan instrumen pasar modal berbasis etika.
Big Caps Terluka, Saham Syariah Berpesta
Luka IHSG sebagian besar berasal dari sektor yang selama ini menjadi penopangnya: perbankan big caps. Bank-bank dalam kelompok KBMI IV, yang menjadi jantung IHSG, berjatuhan dihantam rebalancing portofolio investor asing. Pelemahan tajam saham BBRI, BBCA, BMRI, dan BBNI menjadi narasi besar yang menarik indeks gabungan turun.
Sementara itu, saham-saham syariah yang notabene tidak memuat sektor perbankan konvensional berbasis bunga, justru mendapat efek sebaliknya. Mereka seperti diselamatkan oleh filter syariah itu sendiri—dari turbulensi utang, bunga, dan spekulasi.
Irwan Abdalloh, Kepala Divisi Pasar Modal Syariah BEI, menyebut fenomena ini sebagai sesuatu yang “wajar”. Menurutnya, turunnya IHSG tidak mencerminkan kegagalan pasar modal, tetapi menyoroti bagaimana komposisi indeks menentukan arah pergerakan.
“Kalau ternyata yang bikin IHSG turun adalah saham-saham non-syariah ya wajar kalau ISSI bisa naik,” kata Irwan di Gedung BEI, Kamis lalu.
Manajemen Risiko ala Syariah
Apa yang membuat ISSI tampak lebih tahan guncang?
Menurut Jeffrey Hendrik, Direktur Pengembangan BEI, kekuatan ISSI terletak pada proses manajemen risiko berbasis syariah yang kini semakin ketat dan selektif. Proses penyaringan yang tidak hanya melihat aspek keuangan, tetapi juga kehalalan model bisnis dan struktur utang perusahaan, menjadi pelindung alami dari volatilitas pasar.
“Kalau kita lihat, memang berinvestasi secara syariah secara manajemen risiko itu jauh lebih baik,” kata Jeffrey. Ia menyiratkan bahwa ada dimensi etik dan kehati-hatian dalam investasi syariah yang bisa menjadi pelindung di saat pasar dalam mode panik.
Raksasa Baru: Dari Data Center sampai Nikel
Laju ISSI bukan hanya karena bank-bank konvensional terpuruk. Di balik angka yang hijau itu, ada revolusi sektor yang diam-diam terjadi.
Beberapa konstituen ISSI yang kini jadi pemimpin pasar bukanlah pemain lama sektor konsumsi, melainkan perusahaan teknologi, energi, dan komoditas—semuanya tidak mengandung unsur riba atau aktivitas terlarang dalam syariah.
Lihat saja: DCII, raksasa data center yang naik 257%; WIFI, perusahaan teknologi konektivitas yang melonjak 407%; lalu perusahaan tambang seperti ARCI (naik 164%), ANTM (naik 109%), dan PSAB (naik 101%).
Oktavianus Audi, analis Kiwoom Sekuritas, menilai momentum ini dipicu oleh dua hal: pelemahan bank konvensional karena net sell asing, serta respon ekspansif dan kenaikan harga komoditas. Dengan harga nikel, emas, dan batubara yang kembali menggeliat, saham-saham seperti BYAN, AMMN, DSSA, dan MEDC pun menjadi penopang utama ISSI.
“Investor bisa manfaatkan peluang konstituen ISSI yang terdampak positif terhadap tren global dan lokal ini,” kata Audi.
Hijrah Portofolio?
Apakah ini sinyal hijrah portofolio investor ke arah yang lebih etis?
Bisa jadi. Meski belum semua investor sadar bahwa saham-saham syariah punya rekam jejak lebih stabil di tengah gejolak, tren ini membuktikan bahwa diversifikasi yang sehat tidak harus bertentangan dengan prinsip agama. Bahkan sebaliknya, bisa jadi penyelamat.
“Kalau kita lihat saham syariah tidak hanya lebih resilient, tapi juga lebih sustainable dalam jangka menengah,” ujar Audi lagi.
Untuk jangka pendek, beberapa saham ISSI yang direkomendasikan Audi antara lain:
- MEDC (trading buy) – TP: Rp1.590
- TAPG (trading buy) – TP: Rp1.030
- BIRD (buy) – TP: Rp2.220
- MDKA (trading buy) – TP: Rp2.500
Lebih dari Sekadar Indeks
ISSI hari ini bukan sekadar indeks alternatif. Ia adalah cermin dari pasar yang mulai menyaring tidak hanya dari sisi cuan, tetapi juga dari sisi nilai.
Ia bukan pasar yang pasif menunggu instrumen bank atau rente berbunga. Ia justru aktif mencari nilai-nilai baru: teknologi yang adil, komoditas yang nyata, dan bisnis yang bersih dari jerat utang haram.
Dan ketika IHSG tersandung langkahnya oleh kelebihan berat tubuh bank-bank besar, ISSI justru berlari ringan. Ia sedang menyongsong sesuatu yang lebih dari sekadar grafik: sebuah transformasi etika dalam investasi.