Kamis, Mei 1, 2025
No menu items!

Rendah Hati, Jalan Para Kekasih Allah

Must Read

DALAM sejarah penciptaan, ada satu kisah yang menjadi pelajaran mendalam bagi manusia: kisah tentang Iblis. Ia bukan makhluk sembarangan. Ia dikenal sebagai ahli ibadah yang luar biasa sebelum kejatuhannya yang tragis. Dalam banyak riwayat disebutkan bahwa Iblis, yang kala itu bernama Azazil, telah beribadah kepada Allah selama ribuan tahun.

Setiap seribu tahun ia dinaikkan ke langit yang lebih tinggi, hingga mencapai langit ketujuh. Ia bukan hanya dikenal sebagai makhluk yang taat, tapi juga dikaruniai ilmu yang mendalam. Saking tingginya kedudukannya, ia dijadikan penasihat dan pemimpin para malaikat dalam urusan ibadah.

Namun semua itu runtuh dalam sekejap. Ketika Allah menciptakan Adam, dan memerintahkan para malaikat serta Iblis untuk bersujud sebagai bentuk penghormatan, Azazil menolak. Ia berkata dengan penuh kesombongan:

قَالَ أَنَا۠ خَيْرٌۭ مِّنْهُ ۖ خَلَقْتَنِى مِن نَّارٍۢ وَخَلَقْتَهُۥ مِن طِينٍۢ

“Aku lebih baik darinya. Engkau menciptakanku dari api, sedang dia Engkau ciptakan dari tanah.” (QS. Al-A’raf: 12)

Ucapan itu menjadi titik kejatuhannya. Ibadahnya yang panjang, ilmunya yang dalam, hancur hanya karena satu penyakit hati: kesombongan. Di sinilah letak pelajaran yang sangat dalam bagi kita semua. Kesombongan, seberapapun kecilnya, bisa menjatuhkan seorang hamba dari derajat tinggi menjadi makhluk terkutuk.

Rasulullah SAW bersabda:

لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِّنْ كِبْرٍ

“Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat seberat biji sawi dari kesombongan.” (HR. Muslim)

Iblis jatuh bukan karena kurang ibadah, bukan karena tidak berilmu. Ia jatuh karena tidak memiliki tawadhu’—kerendahan hati. Maka jangan bangga dengan sujud kita, jangan sombong dengan ilmu kita. Karena Iblis pun dulu lebih hebat dalam keduanya.

Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin menulis,

“Barang siapa merasa dirinya lebih baik daripada orang lain, maka ia telah tertipu oleh setan.”

Ibnul Qayyim juga berkata,

“Kerendahan hati adalah jalan menuju kemuliaan sejati, sedangkan kesombongan adalah jalan menuju kehancuran.”

Rendah hati adalah sifat para nabi. Nabi Muhammad SAW, manusia termulia, tetap tawadhu’ meski beliau dijamin surga, meski beliau pemimpin umat, meski beliau maksum dari dosa. Beliau duduk bersama orang miskin, memakan makanan yang sederhana, dan tidak membedakan dirinya di hadapan para sahabat.

Allah berfirman:

وَعِبَادُ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى ٱلْأَرْضِ هَوْنًۭا

“Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu adalah orang-orang yang berjalan di bumi dengan rendah hati…” (QS. Al-Furqan: 63)

Kerendahan hati bukan berarti merendahkan diri. Justru, ia menunjukkan kekuatan jiwa. Orang yang tawadhu’ mampu menahan gejolak ego, menundukkan keakuan, dan mengakui kelebihan orang lain dengan lapang dada. Ia tidak merasa terganggu ketika tidak dipuji, dan tidak marah ketika dikritik. Ia sadar bahwa segala kebaikan datang dari Allah, bukan dari dirinya.

Jika kita ingin dekat dengan Allah, maka pintunya adalah rendah hati. Sebab Allah mencintai hamba yang tidak sombong. Sebaliknya, Allah murka kepada orang yang menyombongkan diri. Bahkan dalam hadis Qudsi, Allah berfirman:

ٱلْكِبْرِيَآءُ رِدَائِى وَٱلْعَظَمَةُ إِزَارِى، فَمَنْ نَازَعَنِى وَاحِدًۭا مِّنْهُمَا قَذَفْتُهُۥ فِى ٱلنَّارِ

“Kesombongan adalah selendang-Ku dan keagungan adalah pakaian-Ku. Siapa yang menyaingi-Ku dalam salah satunya, niscaya Aku lemparkan ia ke dalam neraka.” (HR. Muslim)

Maka wahai saudaraku, meski kita rajin ibadah, meski kita haus ilmu, jangan pernah merasa lebih baik dari orang lain. Bisa jadi, orang yang kita anggap remeh justru lebih mulia di sisi Allah. Sebab Allah menilai bukan dari rupa, jabatan, atau ucapan—tapi dari ketulusan hati dan amal yang tersembunyi.

Sebagaimana doa yang diajarkan Rasulullah SAW:

ٱللَّهُمَّ اجْعَلْنِي فِي عَيْنِي صَغِيرًا وَفِي أَعْيُنِ النَّاسِ كَبِيرًا

“Ya Allah, jadikanlah aku kecil di mataku sendiri, dan besar di mata manusia karena akhlakku.”

Semoga kita dijauhkan dari penyakit hati yang menyesatkan. Semoga kita diberi hati yang selalu tunduk dan merendah di hadapan Allah dan sesama. Karena hanya dengan hati yang tawadu’, kita bisa mencium aroma surga. (*)

Prabowo Nyalakan Lilin Lorong Gelap Marsinah dan Gejolak Ekonomi Dunia

Oleh Agusto Sulistio | Mantan Kepala Aksi Advokasi PIJAR era tahun 90an, aktif di Indonesia Democracy Monitor (InDemo) HARI ...
spot_img

More Articles Like This