JAKARTAMU.COM | Kemacetan lalu lintas di Jakarta dan kota-kota besar lainnya kini menjadi pemandangan sehari-hari, terutama pada jam-jam sibuk di hari kerja. Ribuan kendaraan memadati jalanan, menyebabkan orang-orang terjebak berjam-jam, bahkan hingga waktu salat tiba, seperti Asar, Maghrib, hingga Isya.
Lalu bagaimana seorang muslim seharusnya melaksanakan kewajiban salat dalam kondisi seperti ini? Apakah ada keringanan yang diberikan oleh agama untuk situasi ini?
Salat lima waktu adalah tiang agama yang wajib ditegakkan oleh setiap muslim pada waktunya. Pelaksanaan salat ini sangat diutamakan sesuai dengan ketetapan waktu dan tata cara yang telah diajarkan dalam Islam. Namun, Islam juga memberikan kemudahan bagi umatnya dalam kondisi-kondisi tertentu yang membuat seseorang kesulitan menjalankan salat sebagaimana biasanya.
Dalam situasi seperti terjebak macet di kendaraan selama berjam-jam tanpa ada kemungkinan untuk menepi dan melaksanakan salat dengan cara biasa, agama memberikan keringanan berupa jama’ (menggabungkan dua salat dalam satu waktu) atau qashar (meringkas rakaat salat).
Ini adalah bentuk rahmat Allah kepada umat-Nya, sebagaimana yang dinyatakan dalam firman-Nya dalam QS. Al-Hajj [22]: 78: “Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.” Demikian pula dalam QS. Al-Baqarah [2]: 185: “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.”
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, dijelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW pernah melakukan salat jama’ di Madinah tanpa adanya kekhawatiran atau perjalanan, semata-mata agar tidak memberatkan umatnya. Hal ini menunjukkan bahwa dalam keadaan yang menyulitkan, seperti kemacetan panjang, seseorang diperbolehkan untuk menjama’ salatnya.
Rasulullah SAW bersabda: “Agama ini mudah, dan agama yang paling dicintai oleh Allah adalah yang lurus dan mudah.” (HR. Bukhari dari Abu Hurairah).
Dalam pelaksanaan jama’, seorang muslim dapat menggabungkan salat Dzuhur dengan Ashar, atau Maghrib dengan Isya, sebagaimana yang dilakukan Rasulullah SAW dalam perjalanannya menuju Tabuk. Kemudahan ini juga didukung oleh hadis dari Ibnu Abbas yang menyatakan bahwa Nabi SAW menjama’ salatnya tanpa ada kekhawatiran atau perjalanan, sebagai bentuk keringanan agar umatnya tidak merasa kesulitan.
Dengan demikian, Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah pun memberikan panduan bahwa dalam situasi seperti kemacetan panjang di jalan, yang membuat seseorang sulit melaksanakan salat sesuai waktu, diperbolehkan untuk menjama’ salat. Ini adalah salah satu bentuk rahmat Allah kepada umat-Nya, memberikan kemudahan dalam ibadah di tengah kondisi sulit.
Jadi, bagi mereka yang terjebak dalam kemacetan parah, tetaplah melaksanakan salat sesuai kemampuan, dengan memanfaatkan kemudahan yang diberikan dalam agama. Islam tidak pernah mempersulit umatnya dalam menjalankan kewajiban, bahkan dalam situasi sesulit apapun, selalu ada jalan dan kemudahan untuk tetap menegakkan salat. (muhammadiyah.or.id)