Minggu, Juni 15, 2025
No menu items!

Tel Aviv Membara: Balasan Iran Mengguncang Langit Israel

Ratusan rudal balistik dimuntahkan Iran ke jantung Israel sebagai “respons menghancurkan” atas pembunuhan jenderal dan ilmuwan nuklirnya. Titik balik konflik Timur Tengah?

Must Read
Miftah H. Yusufpati
Miftah H. Yusufpati
Sebelumnya sebagai Redaktur Pelaksana SINDOWeekly (2010-2019). Mulai meniti karir di dunia jurnalistik sejak 1987 di Harian Ekonomi Neraca (1987-1998). Pernah menjabat sebagai Pemimpin Redaksi Majalah DewanRakyat (2004), Wakil Pemimpin Harian ProAksi (2005), Pemimpin Redaksi LiraNews (2018-2024). Kini selain di Jakartamu.com sebagai Pemimpin Umum Forum News Network, fnn.co.Id. dan Wakil Pemimpin Redaksi Majalah FORUM KEADILAN.

JAKARTAMU.COM | Langit Tel Aviv berubah jingga menyala. Bukan karena senja, melainkan ledakan rudal balistik. Jumat malam itu, ledakan demi ledakan mengguncang pusat Israel. Asap membumbung tinggi, terdengar pekikan sirene dan kepanikan di jalan-jalan. Sementara itu, dari Teheran, pernyataan menggelegar keluar: “Inilah awal dari respons yang menghancurkan.”

Iran benar-benar memenuhi janjinya. Beberapa jam setelah meluncurkan lebih dari 100 drone, mereka mengerahkan serangan lanjutan: ratusan rudal balistik dari berbagai jenis, mengarah langsung ke wilayah yang mereka sebut “tanah pendudukan”:=Israel. Kantor berita resmi Iran, IRNA, menyebut operasi ini sebagai tanggapan tegas atas serangan brutal rezim Zionis.

Di Tel Aviv, kamera media menangkap kilatan cahaya terang di langit malam, pertanda sistem pertahanan udara Israel bekerja keras menghadang serbuan rudal. Namun tak semua berhasil dicegat. Tujuh rudal dilaporkan berhasil menembus dan menghantam kawasan metropolitan Tel Aviv, termasuk dekat Ramat Gan. Tujuh orang dilaporkan luka-luka.

Jerusalem juga tak luput. Ledakan terdengar di berbagai titik kota suci itu. Kebakaran muncul di beberapa titik. Walau belum ada laporan korban jiwa signifikan di Israel, kehancuran fisik dan trauma psikologis tak bisa disembunyikan.

Di Teheran, Ayatollah Ali Khamenei tampil dalam siaran langsung. Wajahnya serius. Nada bicaranya tegas. “Musuh jahat ini akan menerima pukulan-pukulan berat dari angkatan bersenjata Republik Islam,” ujarnya. Sebuah peringatan yang kini terasa nyata.


Serangan Senyap, Persetujuan Diam-diam

Jumat dini hari, pesawat tempur Israel menerobos langit Iran. Lebih dari 100 jet udara, dipandu sistem presisi tinggi, menggempur sasaran di Natanz, Teheran, dan lokasi-lokasi strategis lainnya. Targetnya tak main-main: pusat pengayaan uranium, markas militer, dan rumah-rumah ilmuwan nuklir Iran.

Tak hanya lokasi, tapi nama-nama penting pun menjadi korban. Di antaranya: Mayor Jenderal Hossein Salami, pemimpin Pasukan Garda Revolusi Islam (IRGC), serta dua ilmuwan kunci: Fereydoun Abbasi dan Mohammad Mehdi Tehranchi.

Serangan ini membunuh mereka di rumah masing-masing. Tehranchi dikenal sebagai fisikawan teoretis, sedangkan Abbasi adalah mantan kepala Badan Energi Atom Iran yang pernah selamat dari percobaan pembunuhan pada 2010.

Serangan ini ternyata bukan sepenuhnya unilateral. Amerika Serikat, di bawah Presiden Donald Trump, disebut telah mengetahui dan memfasilitasi sebagian logistik serangan.

Middle East Eye mengungkap bahwa Washington secara diam-diam mengirim 300 rudal Hellfire ke Israel hanya beberapa hari sebelum serangan. Rudal berpemandu laser itu digunakan dalam pembunuhan target individu berprofil tinggi.

Sumber-sumber intelijen menyebut CIA telah mengetahui rencana serangan ini sejak April. Trump sendiri di hadapan publik tampak ragu, namun laporan Axios menyebut pemerintahannya hanya “berpura-pura” menolak, sembari diam-diam menyetujui. Bahkan Trump memberi waktu 60 hari bagi Iran untuk menandatangani kesepakatan nuklir baru—dan serangan dilakukan tepat sehari setelah tenggat itu.


Drone dan Rudal, Dentuman Balasan dari Timur

Jumat pagi, Iran tak tinggal diam. Lebih dari 100 drone dikirimkan ke arah Israel. Beberapa dicegat di udara oleh pertahanan Israel dan sekutu regionalnya. Namun beberapa lainnya dilaporkan jatuh di Suriah, Yordania, bahkan sempat melintasi langit Saudi.

Puncaknya terjadi malam hari, saat Iran meluncurkan ratusan rudal balistik ke pusat-pusat strategis di Israel. Tak semua bisa dicegat. Ledakan besar terjadi di Tel Aviv dan Jerusalem. Rumah sakit bersiaga. Bandara Ben Gurion ditutup. Jalur udara komersial di atas Irak, Yordania, dan Iran ditutup total.

Iran menyebut ini sebagai “awal dari operasi pembalasan yang menentukan.” Ayatollah Khamenei menegaskan, ini baru permulaan.


Kaca Benggala Diplomasi dan Perang Opini

Di tengah ledakan, diplomasi pun meledak. Senator Demokrat Chris Murphy menyebut langkah Israel “berbahaya dan sembrono”, diduga untuk menggagalkan upaya damai Washington dengan Teheran. “Ini mungkin bagus untuk politik domestik Netanyahu, tapi akan menghancurkan kawasan dan merugikan Amerika,” katanya.

Netanyahu membalas kritik dengan retorika eksistensial. “Kami menyerang untuk mempertahankan eksistensi bangsa Israel. Kami hancurkan jantung program nuklir Iran.”

Sementara itu, Gedung Putih memainkan dua kaki: menyebut tidak terlibat, namun juga tak mengutuk serangan. Koordinasi senjata tetap berjalan, dengan alasan semua telah disetujui dalam paket bantuan senilai USD7,4 miliar sejak Februari.


Api yang Tak Kunjung Padam?

Tiga hari. Itu durasi serangan dan balasan yang mengguncang kawasan. Tapi tiga hari ini mungkin menjadi awal dari perang yang lebih panjang. Dunia kini kembali ke situasi “pra-perang”. Titik nyala baru telah muncul.

Dan kali ini, bukan hanya konflik lokal. Ini bisa menjadi perang proksi global dengan senjata canggih, diplomasi kelabu, dan opini publik yang dibelah.

Israel dan Iran telah saling tikam. Tapi nyawa sipil, ekonomi regional, dan keamanan global yang akan menjadi taruhannya.

Kabupaten Seluma Ingin Menjadi Kawasan Tujuan Transmigrasi

JAKARTAMU.COM | Wakil Menteri Transmigrasi Viva Yoga Mauladi menerima Bupati Teddy Rahman di Gedung C, Komplek Kantor Kementerian Transmigrasi,...
spot_img
spot_img

More Articles Like This