JAKARTAMU.COM | Seratus lebih drone melintas tanpa ampun di langit Timur Tengah pada Jumat pagi, menandai babak baru dalam ketegangan Israel-Iran yang makin panas. Tak lama setelah fajar, Iran mengerahkan gelombang balasan atas serangan udara Israel terhadap fasilitas nuklirnya yang menewaskan sejumlah ilmuwan dan tokoh militer paling senior Republik Islam itu.
Sementara media internasional sibuk membedah titik-titik serangan di Natanz dan Teheran, video-video yang beredar di media sosial menampilkan pemandangan tak kalah menegangkan: formasi drone Iran melintasi langit Irak, mengarah ke Israel.
Jordan ikut siaga. Arab Saudi ikut disibukkan oleh radar. Wilayah udara tiga negara: kosong. Penerbangan sipil dialihkan. Pesawat-pesawat maskapai Timur Tengah mendadak tak punya arah.
“Ini bukan situasi biasa,” kata juru bicara militer Israel, Effie Defrin. “Kami sedang menghadapi jam-jam yang berat.”
Serangan balasan Iran datang hanya beberapa jam setelah jet-jet tempur Israel menyasar “jantung program nuklir Iran” di Natanz dan menyerang para ilmuwan yang disebut terlibat dalam pengembangan senjata nuklir. Di antara korban serangan itu adalah Fereydoun Abbasi, mantan kepala Badan Energi Atom Iran, dan Mohammad Mehdi Tehranchi, fisikawan teoretis kenamaan. Keduanya disebut dibunuh di kediaman masing-masing.
Bersamaan dengan itu, rudal-rudal Israel juga menghantam ibu kota Teheran. Televisi pemerintah Iran menyebut, beberapa anak turut menjadi korban. Di media sosial dan saluran berita pemerintah, suasana berkabung bercampur kemarahan.
Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, menyatakan bahwa serangan ini akan “dibayar mahal” oleh Tel Aviv. “Dengan kejahatan ini, rezim Zionis telah menyiapkan nasib pahit dan menyakitkan untuk dirinya sendiri,” tulisnya di X (sebelumnya Twitter).
Tapi balasan Iran bukan sekadar retorika. Kementerian Pertahanan negara itu langsung memerintahkan operasi pembalasan yang kemudian terlihat dalam gelombang drone yang terbang melewati perbatasan Irak dan Suriah menuju Israel.
Beberapa jatuh di wilayah Daraa, Suriah, seperti dilaporkan kantor berita SANA. Beberapa berhasil dicegat di atas langit Arab Saudi dan Suriah oleh sistem pertahanan Israel yang bekerja ekstra.
Penerbangan komersial terpaksa dibatalkan oleh maskapai besar seperti Qatar Airways dan Emirates. Bandara Imam Khomeini di Teheran sempat menghentikan seluruh aktivitas.

Dalam konferensi pers yang digelar beberapa jam setelah serangan, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan bahwa Israel “telah menghantam jantung program nuklir Iran.” Ia menyebut bahwa serangan akan berlangsung dalam “banyak hari” ke depan. “Kami tidak akan membiarkan Iran mencapai senjata nuklir. Ini soal keberlangsungan hidup Israel,” katanya dalam pidato televisi.
Namun tak semua pihak di Washington menyambut serangan ini. Senator Demokrat Chris Murphy menyebut bahwa tindakan Israel justru bisa menjadi upaya “menghancurkan perundingan” yang tengah dijajaki pemerintahan Trump. “Ini bisa memicu perang regional yang akan menjadi bencana bagi Amerika,” ujarnya.
Trump sendiri, yang sebelumnya menyatakan ingin mencapai kesepakatan damai dengan Iran, kini terkesan gamang. Ia mengatakan ingin menghindari konflik, namun membiarkan Israel melanjutkan operasi militernya. “Saya ingin perjanjian damai. Kita hampir sampai. Tapi kalau Israel menyerang, mungkin itu membantu, atau mungkin justru menghancurkannya,” ujarnya.
Sehari sebelum serangan Israel, Badan Energi Atom Internasional (IAEA) menyatakan bahwa Iran tidak mematuhi kewajiban nonproliferasi nuklirnya. Iran membalas dengan mengumumkan pembukaan fasilitas pengayaan uranium baru dan mempertanyakan kredibilitas IAEA.
Sementara itu, di lapangan, perang dingin telah berubah menjadi perang panas. Israel dan Iran tak lagi menyimpan dendam di bawah meja. Mereka kini bertukar serangan terbuka, di langit, di bumi, dan mungkin, tak lama lagi, di layar negosiasi yang akan tergulung bersama puing-puing fasilitas nuklir Natanz.