Jumat, Juni 6, 2025
No menu items!

Kisah Sufi Syaikh Abdul Qadir: Tiga Guru dan Penunggang Bagal

Kisah ini dinukil dari buku berjudul "Tales of The Dervishes" karya Idries Shah yang diterjemahkan Ahmad Bahar menjadi "Harta Karun dari Timur Tengah - Kisah Bijak Para Sufi".

Must Read

JAKARTAMU.COM | Demikian mashyurnya Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani sehingga para mistikus berbagai aliran kepercayaan pun berbondong-bondong menyesaki aula pertemuannya, dan adat kepantasan serta cara-cara tradisional secara umum berlaku.

Orang-orang saleh itu mengatur diri berdasarkan kedudukan, usia, dan reputasi guru masing-masing; juga menurut kedudukan mereka sendiri dalam masyarakat.

Mereka pun bersaing satu sama lain untuk mendapat perhatian Sultan Para Guru, Abdul Qadir. Pengetahuan dan kelakuan Sang Sultan tanpa cela, dan tak ada orang yang kemampuannya rendah atau latihannya kurang, yang hadir dalam pertemuan-pertemuan di istananya.

Akan tetapi, pada suatu hari, tiga orang syaikh dari Khorasan, Irak, dan Mesir, datang ke Dargah, dipandu oleh tiga penunggang bagal yang buta huruf.

Perjalanan mereka dari Makkah, di mana mereka menunaikan ibadah haji, telah terganggu oleh perilaku para penunggang bagal yang tak senonoh dan kurang serius itu.

Ketika menyaksikan pertemuan Sang Syaikh tersebut, mereka gembira sebab berpikir bisa terbebas dari teman-teman seperjalanannya itu, sekaligus memuaskan keinginan untuk sekilas melihat Sang Syeh Agung.

Tidak seperti biasanya, Sang Syaikh pun datang menemui mereka. Tak ada gelagat bahwa Sultan dan para penunggang bagal bersua. Tetapi kemudian, pada malam itu, ketika sedang berjalan pulang ke tempat tinggal mereka, ketiga syaikh itu tak diduga kebetulan mendengar Sang Sultan mengucapkan selamat malam kepada ketiga penunggang tersebut.

Tatkala mereka dengan khidmat meninggalkan kamar sultan, Sang Sultan pun mencium tangan mereka. Hal itu membuat ketiganya terheran-heran, dan menyadari bahwa ketiga penunggang bagal itulah, dan bukan mereka, yang merupakan Syaikh Tersembunyi Para Darwis.

Mereka pun mengikuti Para Penunggang, dan mencoba memulai percakapan. Namun, pemimpin penunggang itu hanya berkata, “Kembali saja pada sembahyang dan komat-kamit kalian, Para Syaikh, pada Kesufian dan pencarian kebenaran, yang telah mengusik kami sepanjang tiga puluh enam hari perjalanan. Kami cuma penunggang bagal dan tak ingin lebih dari itu.”


Demikianlah perbedaan antara Para Sufi Tersembunyi dan yang seolah-olah saja Sufi.

Ensiklopedia Yahudi (Jewish Encyclopedia) dan para ahli tentang mistisisme Hasidic, seperti Martin Buber, telah mengemukakan adanya persamaan di antara sekolah tersebut dan Para Sufi Spanyol, sejauh menyangkut urutan dan kemiripan ajaran.

Kisah ini, yang berasal dari Sufi Abdul Qadir Al Jilani (1077-1166), juga dianggap terilhami dari kehidupan Hasid Rabbi Elimelech (yang meninggal pada tahun 1809).

Abdul Qadir, yang dikenal sebagai ‘Raja’, sama seperti juga Elimelech, merupakan pendiri Tarekat Darwis Qadiri.

Begini Isi Fatwa Tarjih Muhammadiyah soal Jumlah Takbir Salat Iduladha

MAJELIS Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah telah menerbitkan fatwa tentang pelaksanaan salat Idulfitri dan Iduladha, khususnya mengenai jumlah takbir...
spot_img
spot_img

More Articles Like This