JAKARTAMU.COM | Di tengah lanskap politik Timur Tengah yang terus membara dan wacana eskatologis yang terus mengemuka, satu nama terus disebut dalam mimbar, kitab, hingga diskusi kelas tafsir akhir zaman: al-Masih ad-Dajjal.
Tokoh yang oleh Rasulullah SAW digambarkan sebagai fitnah terbesar umat manusia, kini kembali dibicarakan dengan lebih intens. Terutama ketika hadis-hadis sahih menyebutkan: Dajjal akan muncul dari arah Timur, membawa 70.000 pengikut Yahudi dari kota Asbahan, wilayah yang hari ini dikenal sebagai Isfahan, di jantung negara Iran.
يَخْرُجُ الدَّجَّالُ مِنْ يَهُودِيَّةِ أَصْبَهَانَ، وَمَعَهُ سَبْعُونَ أَلْفًا مِنَ الْيَهُودِ
“Dajjal akan keluar dari daerah Yahudiyah Asbahan. Dia bersama 70 ribu orang Yahudi.” (HR Ahmad, Abu Ya’la, dihasankan oleh Syuaib al-Arnauth)
Keterangan ini bukan sekadar teks. Ia menjelma menjadi konstruksi imajinasi geografis dan teologis, bahwa poros fitnah akhir zaman akan bermula dari satu kawasan yang hari ini berada dalam perbatasan Republik Islam Iran. Pertanyaannya: benarkah Isfahan, tanah mayoritas Syiah, akan menjadi tempat berkumpulnya tentara Yahudi yang membela Dajjal?
Timur, Arah yang Dijanjikan
Dalam hadis sahih yang diriwayatkan Muslim dan Abu Dawud, Fatimah binti Qais meriwayatkan sabda Rasulullah SAW:
أَلاَ إِنَّهُ فِى بَحْرِ الشَّامِ أَوْ بَحْرِ الْيَمَنِ، لاَ بَلْ مِنْ قِبَلِ الْمَشْرِقِ، مَا هُوَ مِنْ قِبَلِ الْمَشْرِقِ، مَا هُوَ”، وَأَوْمَأَ بِيَدِهِ إِلَى الْمَشْرِقِ
“Tidak! Dia (Dajjal) bukan di laut Syam atau Yaman, tetapi dari arah Timur… Dari arah Timur…” (HR Muslim no. 2942)
Kata “Timur” dalam redaksi hadis tak sekadar menunjuk arah, tapi wilayah geopolitik yang spesifik. Dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Abu Bakr ash-Shiddiq, Nabi SAW bersabda:
الدَّجَّالُ يَخْرُجُ مِنْ أَرْضٍ بِالمَشْرِقِ يُقَالُ لَهَا: خُرَاسَانُ
“Dajjal akan keluar dari suatu daerah di Timur, yang disebut Khurasan.” (HR Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah)
Khurasan bukan satu kota, tapi satu peradaban. Di masa klasik, ia membentang dari Herat dan Balkh (Afghanistan), Naisabur dan Masyhad (Iran), hingga Bukhara, Samarkand, dan Merv di Asia Tengah. Wilayah itu adalah jantung keilmuan dan kekuasaan dari berbagai kerajaan Persia. Maka, munculnya Dajjal dari Khurasan membawa nuansa simbolik: fitnah itu datang dari wilayah ilmu yang menyimpang, dari kekuasaan yang korup.
Isfahan dan Kampung Yahudi yang Tersembunyi
Namun nama yang lebih konkret muncul dalam riwayat lain: Asbahan, atau Isfahan. Dalam Mu’jam al-Buldan karya Yaqut al-Hamawi (1:208), dicatat bahwa di kota ini terdapat satu distrik bernama Yahudiyah, tempat tinggal komunitas Yahudi yang telah hadir sejak masa kuno. Ketika Bukhtanashar (Nebukadnezar) menyerang Baitul Maqdis dan membawa tawanan Yahudi, sebagian besar dari mereka ditempatkan di Isfahan. Dari sinilah sejarah Yahudi Persia bermula.
يَخْرُجُ الدَّجَّالُ مِنْ يَهُودِيَّةِ أَصْبَهَانَ مَعَهُ سَبْعُونَ أَلْفاً مِنَ الْيَهُودِ عَلَيْهِمُ التِّيجَانُ
“Dajjal akan keluar dari Yahudiyah Ashbahan bersama 70.000 orang Yahudi yang mengenakan mahkota.” (HR Ahmad dan Ibn Majah, dalam An-Nihayah fi al-Fitan, Ibnu Katsir)
Hadis ini memberikan citra dramatis tentang identitas pengikut Dajjal: Yahudi, berpakaian kebesaran, dan berasal dari satu komunitas diaspora yang mapan. Dalam laporan BBC pada 2006, disebutkan bahwa sekitar 25.000 Yahudi tinggal di Iran, dan komunitas terbesar berada di Teheran serta Isfahan. Mereka bukan pendatang baru. Mereka adalah bagian dari sejarah Persia, dengan akar yang kuat dan pengaruh yang tidak kecil.
Tafsir dan Simbol, atau Nyata dan Harfiah?
Di sinilah perdebatan muncul. Sebagian ulama kontemporer seperti Abul A’la al-Maududi dan Muhammad Rasyid Ridha berpendapat bahwa Dajjal adalah simbol dari sistem kebatilan global: kekuatan sekuler, teknologi yang menipu, serta dominasi Yahudi-Zionis dalam ekonomi-politik dunia. Maka 70.000 Yahudi itu bukan tentara literal, melainkan kekuatan ideologis.
Namun mayoritas ulama Ahlus Sunnah tetap berpegang pada pemahaman harfiah. Dalam Ushul al-Sunnah, Imam Ahmad bin Hanbal berkata:
وَنُؤْمِنُ بِخُرُوجِ الدَّجَّالِ وَمَكْتُوبٌ بَيْنَ عَيْنَيْهِ كَافِرٌ، وَنُؤْمِنُ بِكُلِّ الْآثَارِ فِيهِ
“Kami beriman akan keluarnya Dajjal, dan tertulis di antara dua matanya ‘Kafir’, serta kami mengimani semua hadis tentangnya.”
Apakah ini berarti Dajjal dan pasukannya benar-benar berasal dari Iran? Secara geografis dan historis, jawabannya: sangat mungkin. Khurasan dan Isfahan berada dalam wilayah modern Iran. Namun dalam dinamika kontemporer, peran Iran lebih rumit. Ia Syiah, bukan Yahudi. Ia memusuhi Israel, bukan sekutunya.
Namun sejarah panjang Yahudi di Persia, ditambah kedekatan geografis dan status Isfahan sebagai salah satu kota kunci industri militer Iran hari ini, menjadikan wilayah itu tetap menjadi lokasi yang menegangkan dalam naskah akhir zaman.
Fitnah yang Datang dari Timur
Dajjal akan keluar. Itu pasti dalam akidah Sunni. Bahwa ia muncul dari Timur, itu pun disebutkan berulang. Namun apakah Timur itu literal atau simbolik, Yahudi Asbahan itu manusia nyata atau aliansi ideologi, para ulama masih terus menafsirkan.
Yang jelas, Rasulullah SAW mengajarkan kita bukan untuk mengidentifikasi siapa Dajjal semata, tetapi mempersiapkan diri agar tidak menjadi pengikutnya. Dalam sabdanya:
يا عبادَ اللهِ، فَاثبُتوا
“Wahai hamba Allah, tetaplah kalian teguh.” (HR. Muslim)
Dan dalam doa tasyahud, beliau mengajarkan kita untuk memohon perlindungan dari fitnah terbesar itu:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ… وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu… dari fitnah keji al-Masih ad-Dajjal.” (HR Muslim)
Karena bisa jadi, Dajjal muncul dari Timur. Tapi kehancuran kita, muncul dari hati yang tak siap menghadapi fitnah.