JAKARTAMU.COM | Baginda Raja sedang murung. Konon katanya, perut beliau sering berbunyi seperti genderang perang. Tabib istana menyebutnya: “masuk angin.” Tapi karena Baginda bukan orang biasa, maka solusi pun harus luar biasa.
Pagi-pagi buta, Abu Nawas dipanggil menghadap. Dengan santai dan sedikit ngantuk, ia melangkah masuk istana.
“Abu Nawas,” sapa Baginda dengan senyum misterius, “aku ingin engkau menangkap angin… dan memenjarakannya!”
Abu Nawas sempat curiga. Ini pasti salah satu jebakan baru dari Raja yang bosan hidup.
“Hamba siap, Tuanku,” jawabnya sambil berpikir, bagaimana caranya menangkap sesuatu yang tidak kelihatan dan tidak bisa dipegang… kecuali kalau masuk angin lewat belakang.
Selama dua hari dua malam, Abu Nawas merenung. Ia mencoba mengejar angin dengan jaring ikan. Ia berdiri di bukit sambil menjerit, “Masuklah ke dalam botol ini, wahai angin!” Tapi nihil. Bahkan tetangga mengira Abu Nawas sudah kesurupan.
Hingga pada malam terakhir, setelah hampir menyerah dan pasrah dibuang ke kandang unta, tiba-tiba… cling! Sebuah ide muncul. “Kalau jin saja bisa masuk ke lampu, kenapa angin tidak bisa masuk ke botol?”
Ia pun… kentut.
Dengan kecepatan tinggi dan teknik kedokteran eksperimental, ia menutup botol itu rapat-rapat. Lalu ia tersenyum. “Angin sudah tertangkap. Tapi jangan tanya aroma.”
Esoknya, ia menghadap Baginda Raja dengan wajah berseri dan botol misterius di tangan.
“Sudahkah engkau tangkap angin itu, Abu Nawas?”
“Sudah, Tuanku. Ini dia, dalam botol ini. Jangan dibuka sembarangan!”
Tentu saja, Raja yang kepo level tinggi langsung membuka tutup botol itu.
“Byuurr!!”
Sebau-bau angin Timur Tengah yang tertahan tiga hari tiga malam memenuhi ruangan. Baginda tersentak.
“Apa ini?!”
“Itulah angin, Tuanku. Hamba buang angin, lalu hamba penjarakan sesuai perintah. Karena angin tak bisa dilihat, tapi bisa dicium,” jawab Abu Nawas penuh khidmat.
Untuk sesaat, Baginda ingin melempar botol itu ke kepala Abu Nawas. Tapi setelah berpikir, ia malah tertawa terguling-guling. “Cerdas! Tapi tolong… bawa botol ini pergi sebelum para dayang pingsan semua!”
Hikmah Cerita:
- Masalah seberat apa pun bisa diatasi dengan akal sehat dan sedikit humor. Bahkan ketika harus “menangkap angin”, Abu Nawas mengubah tantangan menjadi kesempatan untuk selamat dan menghibur.
- Jangan menantang orang cerdas dengan permintaan konyol, karena ia bisa memberi jawaban yang lebih konyol tapi masuk akal.
- Kebijaksanaan bukan hanya soal keseriusan, tapi juga keberanian untuk tertawa di tengah tekanan. Abu Nawas mengajarkan bahwa kecerdasan dan kelucuan bisa menjadi senjata yang ampuh untuk menghadapi kekuasaan.