Senin, Juli 7, 2025
No menu items!

Muhammadiyah Sebut PSN Melukai Rakyat, DPR Jangan Jadi Penyambung Lidah Pemerintah

Must Read

JAKARTAMU.COM | Anggota Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PP Muhammadiyah Fitrah Yunus menegaskan keterlibatan Muhammadiyah dalam gugatan terhadap pasal-pasal bermasalah dalam Undang-Undang Cipta Kerja bukan bersifat reaksioner. Sebaliknya langkah tersebut diambil atas kesadaran penuh mengenai tanggung jawab moral dan historis Muhammadiyah terhadap umat Islam dan masyarakat luas.

“Dari awal, tanggung jawab Muhammadiyah itu tidak hanya ke umat, tapi juga kepada masyarakat, bahkan dunia. Maka soal keadilan dalam proyek strategis nasional ini menjadi panggilan,” ujarnya dalam konferensi pers Gerakan Rakyat Menggugat PSN: Suara dari Akar Rumput di Gedung Pusat Muhammadiyah, Menteng, Jakarta, Senin (7/7/2025).

Fitrah menyebut bahwa keterlibatan Muhammadiyah PSN bahkan tidak hanya dalam gugatan judicial review. Muhammadiyah lebih dalam telah turun langsung ke lapangan, melakukan riset atas dampak negatif PSN, serta mendampingi masyarakat yang menjadi korban kebijakan tersebut.

“Kami sangat miris. Hak-hak dasar masyarakat terabaikan. Keadilan menjadi hal langka. Muhammadiyah sudah terjun langsung ke Rempang, dan kami belum pernah tidak melihat ada kajian atau perlindungan serius terhadap warga terdampak. Mungkin ada tapi kami sulit sekali mengaksesnya,” kata Fitrah.


Data Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mencatat bahwa hingga akhir 2024, terdapat 244 proyek dari apa yang disebut Busyro Muqoddas sebagai proyek sengsara nasional ini. Nilai investasinya investasi mencapai Rp6.480 triliun.

Pada era pemerintahan baru, Presiden Prabowo Subianto menetapkan 77 proyek PSN, terdiri dari 29 proyek baru dan 48 proyek lanjutan (carry-over). Sebagian besar PSN menyasar sektor transportasi, energi, kawasan industri, dan properti. Sebanyak 35 di antaranya berasal dari sektor transportasi: pelabuhan, jalur kereta, dan bandara.

Namun proyek belum selesai, justru menimbulkan berbagai persoalan sosial, hukum, dan lingkungan hidup. Dua kasus yang paling kontroversial adalah proyek Rempang Eco-City di Kepulauan Riau dan proyek Pantai Indah Kapuk 2 (PIK 2) di utara Jakarta.

Di Rempang, pemerintah menargetkan pengembangan kawasan industri dan permukiman baru, namun warga adat Melayu Rempang yang tinggal turun-temurun di kawasan tersebut mengalami penggusuran paksa. Aparat keamanan dikerahkan, konflik pecah, dan sejumlah warga mengalami luka-luka. Laporan Komnas HAM mencatat potensi pelanggaran hak masyarakat adat dalam proses ini.

Sementara proyek PIK 2, yang awalnya masuk dalam daftar PSN namun kemudian dihapus dari Perpres RPJMN 2025–2045, terus berjalan meskipun menyisakan pertanyaan besar. Banyak pihak menyoroti dugaan pelanggaran tata ruang, kerusakan ekosistem pesisir, dan dugaan keterlibatan oligarki. Koalisi masyarakat sipil menyebut PIK 2 sebagai simbol betonisasi yang menggerus hak warga atas lingkungan hidup yang sehat.

Selain itu, berbagai PSN di tempat lain, seperti tambang di Sulawesi, bendungan di NTT, atau kawasan industri di Papua, juga menuai penolakan warga. Umumnya karena masalah pembebasan lahan yang tidak adil, partisipasi publik yang minim, dan risiko ekologis yang diabaikan.

Ia juga menyampaikan kekecewaan atas sikap Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang dianggap tidak menjalankan fungsinya sebagai wakil rakyat. “Kami sudah bolak-balik ke DPR bersama warga Rempang. Waktu rapat, mereka janji akan datang ke sana dan libatkan masyarakat. Tapi sampai sekarang, tak ada realisasinya,” ujar Fitrah.

Menurutnya, DPR telah gagal menjalankan fungsi legislasi, pengawasan, dan partisipasi publik. Alih-alih menjadi jembatan antara rakyat dan pemerintah, DPR justru terkesan hanya menjadi kepanjangan tangan kekuasaan. “DPR seharusnya menyuarakan rakyat, bukan sekadar mengikuti aturan tanpa rasa kemanusiaan,” tegasnya.

Ia menilai situasi ini mencerminkan krisis moral dan keberpihakan negara dalam mengelola sumber daya alam dan pembangunan. Karena itu, Fitrah menyerukan perlunya pertobatan ekologis, sebuah refleksi dan koreksi mendalam dari negara dan para pemimpinnya atas kerusakan yang diakibatkan proyek-proyek besar terhadap lingkungan dan masyarakat.

“Pertobatan ekologis bukan hanya untuk rakyat, tapi terutama untuk negara ini. Untuk pemimpinnya. Karena yang luka bukan cuma alam, tapi juga hati rakyat,” ujar dia.(*)

Iran Sebut Israel Ingin Perang Berlanjut, Trump Diduga Mendukung

JAKARTAMU.COM | Seorang sumber Iran mengatakan kepada Press TV bahwa rezim Israel menginginkan perang terus berlanjut dan Presiden Amerika...

More Articles Like This