Senin, Juli 7, 2025
No menu items!

FIAN Indonesia: PSN Menghancurkan Sistem Pangan Rakyat

Must Read

JAKARTAMU.COM | Ahmad Martin Hadiwinata dari FIAN Indonesia menyatakan bahwa Proyek Strategis Nasional (PSN) yang didorong melalui Undang-Undang Cipta Kerja telah membuka ruang sistematis bagi alih fungsi kawasan pertanian dan perampasan sumber-sumber agraria. Karena itu dia fokus pada dua pasal dalam gugatan judicial review di Mahkamah Konstitusi.

Kedua adalah Pasal 31 angka 1 ayat (2) dan (5), serta Pasal 24 angka 1 ayat (2), yang berkaitan langsung dengan skema Sistem Budidaya Pertanian Pangan (SBPP) dan keterkaitannya dengan proyek strategis nasional. Dalam praktiknya, pasal-pasal ini justru membuka peluang bagi perusakan struktur pangan lokal yang selama ini menopang kehidupan petani, nelayan, dan masyarakat adat.

Menurut Martin, kedua pasal yang berkaitan langsung dengan skema Sistem Budidaya Pertanian Pangan (SBPP) dan PSN. “Pasal ini mendorong alih fungsi kawasan pertanian pangan, dan ini kontradiktif dengan bagaimana konstitusi kita memastikan hak atas pangan dan visi Indonesia,” ujarnya dalam konferensi pers di Gedung PP Muhammadiyah, Jakarta, Senin (7/7/2025)

Kendati hak atas pangan memang tidak tertulis secara eksplisit dalam konstitusi, kata Martin, semangatnya termaktub dalam jaminan atas hak hidup layak, kesejahteraan, dan perlindungan terhadap tumbuh kembang warga, termasuk anak-anak. Sayangnya dalam konteks PSN, kewajiban ini justru diabaikan.

Proyek berlangsung tanpa konsultasi publik yang layak. Prosedur perizinan dipermudah, keberatan masyarakat diabaikan, dan aparat diterjunkan sebagai alat legitimasi pembangunan. Yang terjadi di lapangan adalah penggusuran, pemaksaan, dan penghilangan hak-hak produksi pangan dari tangan rakyat.

Rempang salah satu contohnya. Martin menyebut Proyek Eco-City di wilayah tersebut telah mendorong penggusuran terhadap petani dan nelayan, mengganggu ekosistem pesisir, dan menyingkirkan warga dari sumber penghidupan mereka.

“Coba teman-teman lihat sendiri di lapangan, bagaimana nelayan dan petani di Rempang terdampak langsung oleh proyek ini,” ujar Martin.

Dalam contoh lain, Martin menyampaikan bahwa skema food estate yang masuk dalam daftar PSN telah gagal secara sistematis. Ia merujuk pada tiga lokasi, yaitu Sumatra Utara, Kalimantan Tengah, dan Merauke. Di Sumatra Utara, sekitar 80 persen lahan program food estate kini terbengkalai karena minimnya dukungan teknis dan ketidakterlibatan petani. Di Kalimantan Tengah, proyek dilakukan di atas lahan gambut yang belum siap tanam. Sementara di Merauke, wilayah adat suku Malind Anim digunakan sebagai lokasi food estate yang memaksakan benih hibrida dan input kimiawi tanpa mempertimbangkan keberlanjutan.

“Benih lokal hilang karena dipaksa menggunakan benih hibrida, pupuk kimia, dan pestisida. Ini serupa dengan apa yang terjadi dalam Revolusi Hijau, yang menghancurkan sistem pertanian global,” ujarnya. Ia menilai pola pembangunan food estate hari ini tidak belajar dari kegagalan masa lalu dan justru meniru pendekatan yang merusak keragaman dan kemandirian pangan masyarakat.

Martin juga menyinggung hasil Universal Periodic Review (UPR) terhadap Indonesia pada 2024. Dalam tinjauan tersebut, muncul catatan bahwa proyek strategis nasional kerap disertai kekerasan, termasuk militerisasi dan intimidasi terhadap produsen pangan. “Salah satu rekomendasi penting adalah memastikan konsultasi dan pelibatan publik. Tapi sampai sekarang itu tidak pernah ada,” tegasnya.

“Negara seharusnya tidak menyebabkan terganggunya atau rusaknya sistem produksi pangan lokal. Tapi nyatanya, itu yang terjadi,” pungkasnya. (*)

Iran Sebut Israel Ingin Perang Berlanjut, Trump Diduga Mendukung

JAKARTAMU.COM | Seorang sumber Iran mengatakan kepada Press TV bahwa rezim Israel menginginkan perang terus berlanjut dan Presiden Amerika...

More Articles Like This