Senin, Mei 19, 2025
No menu items!
spot_img

Tiga Konsorsium Kampus Eropa-ASEAN Terima Hibah Riset Scope-HE

Must Read

JAKARTAMU.COM | Uni Eropa dan ASEAN merancang ulang lanskap kerja sama riset lintas kawasan untuk menjawab tantangan krisis iklim global, ketimpangan digital, dan urgensi ekonomi biru. Kerja sama tersebut dalam payung program Scope-HE (Sustainable Connectivity Package EU-ASEAN – Higher Education).

Kerja sama diresmikan dalam Lokakarya Konektivitas Riset selama dua hari di Jakarta pada 14–15 Mei 2025. Lokakarya mempertemukan para perwakilan universitas, birokrat kebijakan, hingga pakar internasional, dalam satu simpul gagasan untuk membangun konektivitas riset yang berkelanjutan dan setara antara Asia Tenggara dan Eropa.

Scope-HE merupakan program yang mewarisi semangat program Erasmus+ dan Share. Berneda dengan dua pendahulunya, Scope-HE memiliki cakupan lebih strategis. Tujuannya memperkuat pertukaran akademik, mendukung mobilitas dosen dan mahasiswa, serta menghubungkan pendidikan tinggi dan kejuruan di dua kawasan yang kian saling bergantung.

Diluncurkan pada Juli 2024,  dan dijadwalkan berlangsung hingga awal 2028, Scope-HE digawangi Nuffic, lembaga Belanda untuk internasionalisasi pendidikan, bermitra dengan DAAD (Layanan Pertukaran Akademik Jerman). Dengan anggaran sebesar 9,3 juta Euro, program ini ingin menciptakan ekosistem pengetahuan bersama.

“Penelitian dan inovasi adalah pilar penting dalam Kemitraan Strategis ASEAN-UE 2023–2027,” ujar Sujiro Seam, Duta Besar Uni Eropa untuk ASEAN, dalam pernyataan tertulis yang diterima redaksi Jakartamu.com, Senin (19/5/5/2025).

Ia juga menyampaikan selamat kepada tiga konsorsium universitas terpilih dari 120 proposal yang masuk, yang disebutnya sebagai lokomotif kerja sama riset antarkawasan. Tiga konsorsium universitas itu akan Hibah Konektivitas Akademik Scope-HE, masing-masing membawa napas riset yang segar dan strategis.

Yang pertama adalah Greentrans-Edu, dipimpin oleh Universitas Teknologi Ilmenau, Jerman. Proyek ini merangkul enam universitas dari Jerman, Prancis, Indonesia, dan Filipina. Fokusnya: memperkuat pendidikan dan penelitian tentang keberlanjutan—tema yang makin mendesak dalam transisi hijau global.

Yang kedua, Digihaz, dipimpin Universitas Alicante, Spanyol. Bersama mitra dari Yunani, Malaysia, dan Filipina, proyek ini menyasar penguatan kapasitas riset dalam mitigasi risiko bencana—isu yang relevan di tengah meningkatnya frekuensi bencana alam di kawasan.

Dan yang ketiga, Stable. Kali ini dari Asia Tenggara sendiri. IPB University memimpin konsorsium ini bersama perguruan tinggi dari Jerman, Belanda, dan Malaysia. Fokus mereka: modernisasi pendidikan kelautan dan penguatan ekonomi biru—langkah kecil namun berarti menuju kedaulatan maritim dan keseimbangan ekologis.

Di sela lokakarya, sesi-sesi paralel mengupas strategi integrasi hasil riset ke dalam kurikulum, manajemen proyek, serta diplomasi sains. Para peserta mendiskusikan tantangan sistemik yang selama ini menghambat konektivitas antarperguruan tinggi lintas kawasan: birokrasi, ketimpangan sumber daya, dan perbedaan orientasi pendidikan.

H.E. San Lwin, Wakil Sekretaris Jenderal ASEAN untuk Komunitas Sosial Budaya, menyebut program ini sebagai peluang membangun komunitas riset yang berdedikasi dan melintasi batas negara. “Kami berharap terbangun jaringan akademik yang tak hanya dinamis, tetapi juga relevan bagi masyarakat,” ujarnya.

Dari sisi teknokrat, suara serupa disuarakan Dr. Kai Sicks dari DAAD dan Brianda Zoet dari Nuffic. Keduanya menekankan pentingnya membangun kemitraan akademik yang setara, terbuka, dan berkelanjutan.

Israel Serang RS Indonesia di Gaza Utara, Layanan Lumpuh Total

JAKARTA, JAKARTAMU.COM | Kementerian Kesehatan Palestina mengumkan terjadinya serangan terhadap Rumah Sakit Indonesia oleh Israel di Beit Lahiya, Gaza...
spot_img
spot_img
spot_img

More Articles Like This