Jumat, Juni 6, 2025
No menu items!

Abu Nawas Naik ke Bulan, Pohon Palem Jadi Roketnya

Must Read

PADA suatu hari yang tenang namun penuh jebakan, Bagindakembali menjalankan hobi favoritnya: mengetes kesabaran dan kecerdikan Abu Nawas. Kali ini tantangannya benar-benar di luar nalar. Bukan menyelesaikan teka-teki, bukan pula menyulap kambing jadi unta. Kali ini, Abu Nawas diminta pergi ke bulan!

“Pergi ke bulan?” Abu Nawas mengangkat alis. “Iya, Abu. Saya tahu kau cerdik. Kau pasti bisa,” kata Baginda sambil tersenyum penuh harapan… dan jebakan.

Tanpa pikir panjang, Abu Nawas menjawab mantap, “Oke, saya akan pergi ke sana besok sore, Yang Mulia.”

Sontak Baginda dan para menterinya ternganga. Biasanya orang kalau disuruh ke pasar saja mikir dua kali, ini malah ke bulan!

Malam harinya, langit bersih. Bulan purnama bersinar bagai lampu LED surga. Raja dan rombongan menterinya mendatangi rumah Abu Nawas. Tapi Abu Nawas malah tak ada di rumah. Hanya istrinya yang menyambut.

“Di mana Abu Nawas?” tanya Raja curiga.

“Baru saja berangkat ke bulan, Yang Mulia,” jawab sang istri dengan tenang seperti menjawab suami ke warung.

“Naik apa dia?” tanya seorang menteri, setengah berharap jawabannya adalah “kuda Pegasus.”

“Naik pohon palem. Itu pohonnya.”

Maka berbondong-bondong rombongan kerajaan mendekati pohon palem. Dan betul, terlihat bayangan Abu Nawas sedang turun. Dengan napas sedikit ngos-ngosan, ia menyapa, “Assalamu’alaikum, Yang Mulia. Saya baru pulang dari bulan.”

“Bagaimana kau ke sana?” tanya raja, masih mencoba waras.

“Ketika bulan mencapai tanah, saya memanjat pohon ini. Pohon ini bukan roket, cuma tangga transit.”

Raja yang masih separuh percaya, bertanya: “Apa yang kau lihat di sana?”

“Tanah, gunung, dan kekosongan. Sama seperti isi dompet saat akhir bulan, Yang Mulia.”

“Siapa saksimu bahwa kau benar-benar ke bulan?”

Abu Nawas menunjuk ke langit, “Bintang-bintang. Mereka menyaksikan saya. Silakan tanyakan pada mereka.”

Raja pun tertawa terbahak-bahak. Tidak marah. Tidak pula murka. Sebab di balik lelucon itu, tersimpan kecerdasan yang tak bisa diremehkan.

Hikmah dari Kisah Jenaka Ini

  1. Kecerdikan lebih berharga dari kekuatan. Abu Nawas tidak melawan perintah mustahil itu dengan kekerasan atau perdebatan. Ia menjawab dengan kecerdikan dan logika yang “ajaib”, tapi mengena.
  2. Tugas mustahil bisa dihadapi dengan sudut pandang berbeda. Kadang sesuatu yang tampak mustahil bukan untuk diselesaikan secara harfiah, tapi untuk diuji cara berpikir kita.
  3. Ketulusan dan kejujuran dalam menjawab, walau jenaka, bisa meluluhkan siapa pun. Abu Nawas tidak membohongi raja. Ia hanya menafsirkan “pergi ke bulan” dengan versinya sendiri — dan justru itulah letak kejeniusan serta kejujuran bergaya humor.

Menghidupkan Spirit Jurnalisme Mencerahkan Haji Fachrodin

BANDUNG, JAKARTAMU.COM | Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Fakultas Sosial dan Humaniora (FSH) bersama Fakultas Sains dan Teknologi (FST) Universitas Muhammadiyah...
spot_img
spot_img

More Articles Like This