Selasa, Juli 1, 2025
No menu items!

Bank Syariah Muhammadiyah: Jalan Panjang dari Keyakinan ke Kemandirian

OJK beri lampu hijau. Muhammadiyah bersiap, bukan sekadar mendirikan bank, tapi membangun sistem keuangan berlandaskan iman.

Must Read
Miftah H. Yusufpati
Miftah H. Yusufpati
Sebelumnya sebagai Redaktur Pelaksana SINDOWeekly (2010-2019). Mulai meniti karir di dunia jurnalistik sejak 1987 di Harian Ekonomi Neraca (1987-1998). Pernah menjabat sebagai Pemimpin Redaksi Majalah DewanRakyat (2004), Wakil Pemimpin Harian ProAksi (2005), Pemimpin Redaksi LiraNews (2018-2024). Kini selain di Jakartamu.com sebagai Pemimpin Umum Forum News Network, fnn.co.Id. dan Wakil Pemimpin Redaksi Majalah FORUM KEADILAN.

JAKARTAMU.COM | Bank bukan hal baru bagi Muhammadiyah. Namun, ketika Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi mengeluarkan izin pendirian Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) kepada Muhammadiyah, tak sedikit yang mengira inilah langkah pertama. Padahal, ini justru kelanjutan dari sebuah perjalanan panjang: dari prinsip, ke praktik, menuju cita-cita besar bernama kemandirian ekonomi umat.

“Yang diberikan izinnya itu BPRS, bukan Bank Umum Syariah,” ujar Anwar Abbas, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Selasa (1/7). “Tapi tentu saja ini bukan akhir. Justru bisa jadi awal dari sesuatu yang lebih besar.”

Menolak Riba, Mendirikan Sistem

Sejak awal, Muhammadiyah secara organisatoris telah memutuskan satu hal penting: bunga adalah riba, dan riba hukumnya haram. Sebuah sikap teologis yang menjadi pijakan etis sekaligus arah gerak lembaga keuangan milik persyarikatan itu. Konsekuensinya konkret: seluruh BPR konvensional Muhammadiyah dikonversi ke sistem syariah.

Langkah terbaru dilakukan oleh Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (UHAMKA), yang mengubah BPR Matahari Artha Daya menjadi Bank Syariah Matahari (BSM), sebuah BPRS yang kini menjadi model awal atau prototype dari visi Muhammadiyah membentuk Bank Umum Syariah (BUS).

OJK melalui Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan, Dian Ediana Rae, menyebut izin BPRS tersebut merupakan gerbang masuk. “Itu akan menjadi prototipe. Apakah nanti akan bergerak ke arah bank komersial besar, itu sedang mereka pikirkan,” kata Dian.

OJK juga menyarankan agar seluruh BPRS Muhammadiyah, saat ini tercatat sekitar 10 unit, dimerger menjadi satu entitas besar. Ini akan memudahkan Muhammadiyah untuk naik kelas, dari sekadar pemberi pembiayaan rakyat, menjadi pelaku utama di sektor perbankan nasional berbasis syariah.

Dari Moral ke Struktural

Langkah Muhammadiyah bukan semata ekspansi bisnis. Lebih dari itu, ini bagian dari gerakan moral dan struktural untuk membangun sistem keuangan yang tidak hanya bebas riba, tetapi juga berkeadilan dan inklusif. “Bank Syariah bukan hanya alternatif, tapi kebutuhan dalam membangun ekonomi umat yang adil dan berkelanjutan,” ujar Dr. Sukamto, Direktur Operasional BPRS Artha Surya Barokah.

Pernyataan ini tak berlebihan. Di tengah sistem ekonomi nasional yang masih banyak dikendalikan oleh logika bunga dan spekulasi, model syariah Muhammadiyah menjanjikan jalan lain—lebih manusiawi, lebih spiritual, dan lebih membumi.

Modal Muhammadiyah tak terbatas pada aset fisik. Tapi bicara aset, organisasi ini juga bukan pemain kecil: nilai asetnya diperkirakan mencapai Rp400 triliun, dengan dana sekitar Rp13 triliun tersimpan di Bank Syariah Indonesia (BSI). Artinya, Muhammadiyah tak sekadar punya ide. Ia punya infrastruktur, sumber daya manusia, jejaring sosial, dan—yang paling penting—basis massa yang loyal.

Dalam konteks itu, Bank Syariah Muhammadiyah bukanlah mimpi yang melayang di awan. Ia adalah proyek dakwah bil hal yang serius, dengan strategi bertahap yang realistis.

Sejatinya, ini bukan kali pertama Muhammadiyah memiliki lembaga keuangan syariah. Jauh sebelumnya, mereka mendirikan BPR Syariah Bangun Derajat Warga di Yogyakarta, dan kemudian BPRS Artha Surya Barokah di Semarang. Kini keduanya tengah menjalani proses merger, menandai keseriusan Muhammadiyah untuk menyatukan kekuatan di sektor perbankan.

Harapan, Tapi Tak Terburu-buru

Anwar Abbas menyebut bahwa permintaan dari warga persyarikatan sangat tinggi untuk mendirikan BUS. Namun ia menegaskan, “Dalam waktu dekat tentu belum. Tapi bukan tidak mungkin.”

Pernyataan itu menegaskan gaya Muhammadiyah: bertindak berdasarkan peta, bukan dorongan sesaat. Seperti biasa, gerakan ini akan dibangun perlahan, konsisten, dan berakar kuat.

Bank Syariah Matahari, yang kini berkantor di Ciputat, mungkin masih kecil. Tapi dari sinilah Muhammadiyah menunjukkan bahwa lembaga keuangan bisa dibangun bukan atas dasar kapital, tapi atas dasar keyakinan dan kepercayaan.

Jika sejarah Muhammadiyah dalam pendidikan dan kesehatan bisa menjadi tolok ukur, maka sektor keuangan ini bukan tidak mungkin menjadi ladang dakwah baru: membebaskan umat dari jeratan bunga, dan menata ekonomi berdasarkan prinsip Ilahi.

Bank Syariah Muhammadiyah bukan semata soal izin. Ini tentang prinsip yang berubah jadi struktur. Tentang ideologi yang menjelma menjadi sistem. Dan tentang dakwah yang tak lagi cukup dengan kata-kata, tapi harus menjejak di dunia nyata.

Sebagaimana KH Ahmad Dahlan memulai gerakannya dari Langgar Kidul, barangkali dari BPRS kecil di Ciputat ini pula, Muhammadiyah sedang menyiapkan revolusi senyap: membangun ekonomi Islam yang modern, bermartabat, dan membumi. (*)

Ketua PWM DKI Jakarta Antusias Sambut BSM sebagai Ikhtiar Kemandirian Umat

JAKARTAMU.COM | Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) DKI Jakarta, Akhmad H. Abubakar, menyatakan antusiasme tinggi menyambut pendirian Bank Syariah...

More Articles Like This