SEMARANG, JAKARTAMU.COM | Penyelewengan pupuk bersubsidi kembali menjadi sorotan serius di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kabupaten Semarang, Ismail Fahmi, secara terbuka membeberkan sejumlah modus yang kerap terjadi dalam distribusi pupuk subsidi dalam Rapat Koordinasi Kebijakan Pupuk Bersubsidi 2025 yang digelar di Gedung Dharma Satya, Kompleks Kantor Bupati Semarang, Ungaran, Rabu (7/5/2025) siang.
Rapat koordinasi yang diselenggarakan oleh Bagian Perekonomian dan SDA Setda Kabupaten Semarang itu dihadiri puluhan peserta dari berbagai unsur, termasuk pengecer dan distributor pupuk, perwakilan PT Pupuk Indonesia Regional 2 Jawa Tengah, Dinas Pertanian dan Perkebunan Jawa Tengah, serta Dispertanikap Kabupaten Semarang.
Pelaksana tugas (Plt) Asisten Ekonomi dan Pembangunan Setda Kabupaten Semarang, Tri Martono, mewakili Sekda Djarot Supriyoto, membuka rapat tersebut dan memaparkan kebijakan pupuk subsidi untuk tahun 2025. Ia menjelaskan bahwa Kabupaten Semarang mendapatkan alokasi 11 juta kilogram pupuk NPK dan 15,5 juta kilogram pupuk Urea, dengan HET masing-masing Rp2.300/kg untuk NPK dan Rp2.250/kg untuk Urea.
Petani yang berhak membeli pupuk bersubsidi harus tergabung dalam kelompok tani dan mengusahakan lahan tidak lebih dari dua hektare. Adapun komoditas yang menjadi prioritas alokasi pupuk subsidi meliputi padi, jagung, kedelai, cabai, bawang merah, bawang putih, kopi, dan tebu. Distribusi terbesar berada di wilayah Pringapus, sementara Getasan menjadi wilayah dengan alokasi paling kecil.
Ancaman Pidana bagi Pelaku
Dalam sesi pengarahan, Kajari Ismail Fahmi menyampaikan kekhawatirannya terkait praktik penyelewengan yang telah berulang kali terjadi. Ia menegaskan bahwa korupsi pupuk bersubsidi merupakan pelanggaran serius yang langsung menyentuh kehidupan para petani kecil.
“Pupuk subsidi bukan sekadar barang dagangan, ini adalah alat hidup para petani. Korupsinya bukan sekadar melanggar hukum, tapi mencederai keadilan sosial,” tegasnya.
Ismail Fahmi memaparkan berbagai modus yang kerap terjadi dalam distribusi pupuk subsidi, yang merugikan petani dan mengganggu ketepatan sasaran kebijakan pemerintah. Salah satu modus yang sering ditemukan adalah pengalihan wilayah penjualan, di mana pupuk yang seharusnya didistribusikan untuk petani lokal justru dialihkan ke daerah lain yang bersedia membayar dengan harga lebih tinggi.
Selain itu, terdapat praktik penimbunan dan spekulasi harga oleh oknum-oknum tertentu. Mereka menyimpan pupuk dalam jumlah besar untuk kemudian dijual di atas Harga Eceran Tertinggi (HET), sehingga mengabaikan hak para petani yang seharusnya menerima pupuk subsidi.
Modus lainnya adalah pemalsuan data kelompok tani. Dalam praktik ini, data penerima subsidi dimanipulasi agar pupuk bisa diklaim oleh pihak-pihak yang tidak berhak. Bahkan, dalam beberapa kasus, aparat desa seperti kepala desa diduga turut terlibat dalam manipulasi distribusi maupun penyaluran pupuk subsidi tersebut.
Ia memperingatkan bahwa praktik-praktik tersebut bisa menjerat pelaku ke dalam pusaran pidana korupsi, bahkan hingga ke tingkat pengadilan tipikor.
Ismail mengajak semua pihak, baik aparat pengawasan, instansi terkait, maupun masyarakat, untuk terlibat aktif dalam mengawasi distribusi pupuk subsidi. Menurutnya, pengawasan yang efektif harus dilaksanakan secara kolektif dan berkelanjutan.
“Saya minta para distributor dan pengecer menjalankan distribusi sesuai regulasi. Jangan sampai penyimpangan terjadi karena kelengahan atau pembiaran. Kita ingin pupuk subsidi benar-benar sampai ke tangan petani yang berhak,” ujarnya.
Tri Martono menambahkan pemerintah daerah berkomitmen untuk meningkatkan sistem distribusi pupuk subsidi melalui transparansi data dan integrasi dengan sistem informasi pertanian. Ia juga mengingatkan para pengecer agar tidak bermain-main dengan ketentuan harga maupun alokasi wilayah.
“Sistem elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (e-RDKK) dan pengawasan lapangan akan terus kita perketat. Harapan kita, tidak ada lagi penyalahgunaan yang menyengsarakan petani,” tandasnya.
Pupuk subsidi adalah instrumen vital dalam menjaga produktivitas pertanian dan stabilitas harga pangan nasional. Namun, jika tak dikelola dengan integritas dan pengawasan yang memadai, pupuk subsidi justru bisa menjadi ladang korupsi yang merusak tatanan. Pemerintah Kabupaten Semarang bersama lembaga penegak hukum kini tengah mengawal ketat proses distribusinya, dengan harapan keadilan dan kesejahteraan petani tetap terjaga.