JAKARTAMU.COM | Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Publik Pimpinan Pusat Muhammadiyah (LBH-AP PP Muhammadiyah) menuntut Pemerintah Provinsi Jawa Barat bertanggung jawab atas serangan digital yang dialami Neni Nur Hayati. Serangan ini terjadi setelah wajah Neni ditampilkan dalam video klarifikasi yang diunggah akun resmi Dinas Komunikasi dan Informasi (Diskominfo) Pemprov Jawa Barat di Instagram.
Video tersebut memuat pernyataan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang membantah penggunaan buzzer di media sosial. Pemuatan wajah Neni, yang juga tanpa persetujuan, menjadi pemicu serangan digital berupa peretasan akun, penyebaran data pribadi, ancaman, serta pelecehan daring melalui berbagai platform.
LBH Muhammadiyah menyatakan bahwa unggahan tersebut telah memicu kampanye digital bermuatan kekerasan terhadap Neni, yang dikenal sebagai peneliti dan aktivis masyarakat sipil. Mereka menilai serangan ini sebagai bentuk kekerasan berbasis gender terhadap perempuan pembela hak asasi manusia (HAM).
“Pemerintah Provinsi Jawa Barat tidak dapat melepaskan tanggung jawab atas serangan digital ini, mengingat serangan terjadi setelah Dinas Komunikasi dan Informasi Pemerintah Provinsi Jawa Barat menayangkan wajah Neni di dalam konten akun resmi Instagram Diskominfo Jabar,” tulis LBH Muhammadiyah dalam siaran persnya, dikutip Minggu (3/8/2025).
Dalam surat somasi yang dikirimkan pada 21 Juli 2025, LBH Muhammadiyah meminta Pemprov Jawa Barat dan Diskominfo Jabar untuk menghapus konten yang menampilkan wajah Neni, menyampaikan permintaan maaf secara terbuka, serta membantu menurunkan konten serupa dari akun-akun lain yang turut menyebarkannya.
Diskominfo Jabar merespons somasi tersebut pada 24 Juli 2025 dan menyatakan kesediaan untuk menghapus video yang dimaksud dari akun Instagram resminya. Namun, dalam surat balasannya, tidak ada komitmen untuk menyampaikan permintaan maaf atau membantu menurunkan konten serupa dari akun lain.
LBH Muhammadiyah menilai sikap tersebut tidak menunjukkan iktikad baik, terutama karena serangan terhadap Neni terus berlanjut. Pemprov Jawa Barat tidak bisa lepas tangan karena insiden ini berawal dari unggahan yang dibuat oleh instansi di bawah kendalinya.
Menurut LBH Muhammadiyah, Pemprov Jawa Barat sebagai bagian dari lembaga negara memiliki kewajiban hukum untuk melindungi hak-hak warga, termasuk privasi dan data pribadi. Kewajiban ini diatur dalam Undang-Undang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang tentang Ratifikasi Konvenan Hak-Hak Sipil dan Politik, serta Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi.
Jika tidak ada tindakan konkret dari pemerintah daerah, insiden ini bisa menjadi preseden buruk yang melemahkan demokrasi dan membatasi ruang partisipasi masyarakat sipil. Oleh karena itu, LBH Muhammadiyah melayangkan tiga tuntutan terhadap Pemprov Jabar.
Pertama, menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada Neni Nur Hayati. Kedua, melaporkan dan meminta penghapusan konten digital dari berbagai platform yang menyebarkan serangan terhadap Neni. Ketiga, segera mengimbau masyarakat untuk tidak melakukan serangan digital dalam bentuk apa pun terhadap Neni.
Jika tuntutan tersebut tidak direspons dengan baik, LBH Muhammadiyah menyatakan akan menempuh langkah hukum lanjutan, termasuk kemungkinan gugatan perdata, tata usaha negara, atau laporan pidana.
Neni yang merupakan Direktur Democracy and Election Empowerment Partnership Indonesia menjadi korban serangan doksing di akun Instagram resmi Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Data pribadi berupa foto Neni beredar sejak Rabu (16/7/2025).
Unggahan berjudul ”Cek Dulu Data dan Faktanya” menampilkan video Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi membantah dugaan penggunaan anggaran Pemprov Jabar untuk menyewa buzzer. Video berdurasi 54 detik ini telah ditonton lebih dari 20 ribu kali dalam waktu dua hari. (*)