Sabtu, Juli 26, 2025
No menu items!

Saatnya Muhammadiyah Berkonsolidasi dalam Pengelolaan Keuangan

Must Read

Oleh Lambang Saribuana | Ketua Lazismu DKI Jakarta

DATA yang dirilis CNBC Indonesia menyebutkan bahwa aset Muhammadiyah diperkirakan mencapai Rp400 triliun (sumber). Jika angka ini akurat, maka kita sedang menyaksikan salah satu konsolidasi aset sosial-keagamaan terbesar di Indonesia.

Sebagai kader, capaian ini tentu membanggakan dan layak diapresiasi. Sejak berdiri pada 18 November 1912, Muhammadiyah telah menunjukkan kapasitas organisasi yang tertata. Para pimpinan terdahulu berhasil menjaga, menata, dan mengembangkan aset secara berkelanjutan. Namun, muncul pertanyaan apakah angka Rp400 triliun itu benar-benar mencerminkan kekuatan yang terkonsolidasi?

Secara struktural, banyak Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) masih mengelola keuangan secara terpisah. Fenomena ini terjadi di hampir semua level organisasi. Prinsip “mandiri” kerap dipahami secara sempit sebagai “berjalan sendiri-sendiri”, tanpa kewajiban pelaporan atau koordinasi.

Salah satu penyebab lemahnya konsolidasi keuangan ini adalah ketiadaan sistem informasi dan pelaporan keuangan yang bersifat nasional dan wajib. Akibatnya, ketika ditanya berapa kekuatan kas Muhammadiyah secara kolektif, jawabannya sering kabur. Bahkan sebagian pimpinan tidak memiliki gambaran utuh tentang kondisi keuangan di lingkup mereka.

Sebagian pimpinan AUM menjalankan manajemen dengan baik, tetapi tidak sedikit yang masih mengelola secara konvensional. Lebih parah lagi, ada yang belum memandang dana lembaga sebagai amanah persyarikatan. Padahal nilai kolektifitas dan semangat pemberdayaan adalah bagian dari jantung gerakan Muhammadiyah.

Ketiadaan konsolidasi keuangan membawa sejumlah konsekuensi serius. Dana yang tersebar di banyak titik rentan disalahgunakan dan sulit dioptimalkan untuk kepentingan strategis. Selain itu, ketimpangan antar-AUM menjadi nyata. Ada yang kekurangan dana hingga kesulitan menggaji staf, sementara yang lain mengalami surplus. Yang paling penting, Muhammadiyah kehilangan potensi daya ungkit ekonomi kolektif yang seharusnya dapat memperkuat dakwah dan pengembangan amal usaha baru.

Kondisi ini bukan semata akibat kelalaian, tetapi lebih karena belum adanya sistem yang mengatur dengan tegas dan terpadu. Karena itu, sudah waktunya Muhammadiyah memulai konsolidasi keuangan secara terstruktur.

Langkah awal yang dapat dilakukan yaitu, pertama, membangun dashboard keuangan nasional Muhammadiyah berbasis sistem informasi digital yang seragam dari pusat hingga AUM. Kedua, menyusun sistem pelaporan dan pemantauan keuangan secara real-time, dengan arsitektur berjenjang dari AUM ke ranting, cabang, daerah, wilayah, hingga pusat.

Ketiga, mendorong kebijakan nasional mengenai penggunaan rekening utama di bank syariah milik persyarikatan. Bagi AUM yang mengikuti kebijakan ini, dapat diberikan prioritas tertentu, misalnya akses dana hibah. Keempat, menyebarluaskan kesadaran kolektif melalui forum seperti pengajian hari bermuhammadiyah, darul arqam, tanwir, hingga muktamar.

Konsolidasi keuangan ini sebenarnya bukan urusan dana semata-mata. Lebih jauh dari itu, konsolidasi berarti membangun fondasi ekonomi umat, yang dengan itu Muhammadiyah dapat memperluas pengaruh sosialnya, bahkan mengubah peradaban. (*)

Pelatihan Penggerak Pratama PDM Jakarta Barat Perkuat Sekretaris-Bendahara Cabang

JAKARTAMU.COM | Pimpinan Daerah Muhammadiyah Jakarta Barat (PDM Jakbar) menggelar Pelatihan Penggerak Pratama Persyarikatan. Kegiatan ditujukan bagi para sekretaris...

More Articles Like This