ORANG yang mewakafkan (pewakif) sesuatu pasti berharap pahala yang terus mengalir kepadanya. Hal yang sama pun diinginkan pewakif Al-Qur’an. Bagaimana agar pahala pewakif Al-Qur’an mengalir tiada berhenti?
Ustaz H. Muhammad Nur Efendi dari Badan Wakaf Al-Qur’an (BWA) memberikan nasihat. Al-Qur’an sebagai hudallinnaas harus ditinggikan. Cara meninggikan Al-Qur’an adalah dengan membacanya, mempelajarinya, memahaminya, lalu mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Namun apa yang sering terjadi adalah Al-Qur’an hanya tersimpan dalam lemari. Maksudnya mungkin benar, yakni untuk merawatnya agar tetap rapi dan terjaga. Tetapi itu juga menunjukkan bahwa Al-Qur’an tersebut tidak pernah disentuh, apalagi dibaca.
”Saya pernah menemukan sebuah masjid menerima wakaf Al-Qur’an, tetapi ditaruh di lemari kaca dan dikunci. Al-Qur’an hanya menjadi pajangan di masjid,” kata Ustaz Nur Efendi mengkritik segelintir pengurus masjid dalam Safari Dakwah BWA di Masjid Al Huda, Cipinang Kebembem II, Pisangan, Jakarta Timur, Minggu (15/6/2025).

Badan Wakaf Al-Qur’an (BWA) merupakan organisasi filantropi Islam di Indonesia yang telah berdiri lebih dari dua dekade. Organisasi ini menjadi pelopor inovasi dalam pengelolaan wakaf. BWA berperan sebagai jembatan kebaikan antara para pewakaf dan para penerima manfaat wakaf, serta memudahkan proses penyalurannya hingga ke pelosok negeri.
BWA secara aktif menyalurkan Al-Qur’an ke wilayah-wilayah yang rawan secara pendidikan maupun akidah. Organisasi ini mendukung para dai di pelosok untuk melakukan pembinaan dan pengajaran Al-Qur’an dengan metode yang berkesan dan membekas. Selain itu, BWA juga mengembangkan program-program inovatif yang menyentuh langsung problem mendasar masyarakat, sehingga wakaf yang disalurkan benar-benar memberi nilai tambah dalam kehidupan umat.
Dalam ceramahnya, Ustaz Nur Efendi juga mengisahkan tentang Umar bin Khattab. Sosok sahabat Nabi Muhammad SAW ini dikenal sebagai seorang yang keras dan pemberani, namun memiliki hati yang lembut.
Umar pernah menangis tersedu-sedu ketika mendengar bacaan Surat Ath-Thur, khususnya ayat:
اِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ لَوَاقِعٌۙ
“Sungguh, azab Tuhanmu pasti terjadi.”
Tangis Umar begitu dalam, hingga membuatnya jatuh sakit. Para sahabat pun datang menjenguknya. Bahkan dikisahkan, terdapat bekas kehitaman di kedua pipinya akibat seringnya beliau menangis saat membaca Al-Qur’an.
Siapa yang tidak mengenal sosok Umar ibn Al-Khattab? Cerdas, tegas, kuat, dan pemberani. Di masa jahiliah, ia adalah musuh paling keras bagi kaum Muslimin. Namun ketika cahaya Al-Qur’an menyentuh hatinya, ia menjadi pribadi yang amat takut akan peringatan Allah.
Pernahkah kita menangis saat membaca atau mendengarkan ayat-ayat Al-Qur’an, terutama tentang peringatan dan azab dari Allah? (*)