Jumat, Agustus 1, 2025
No menu items!

Warga Adat Jimbaran Wadul BP Taskin, Minta Hak Mereka Dikembalikan

Must Read

JAKARTAMU.COM | Rombongan warga Desa Adat Jimbaran, Bali, mengadukan nasib mereka ke Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan (BP Taskin) di Jakarta, Kamis (31/7/2025). Mereka meminta agar tanah adat seluas 31 hektare yang sejak dekade 1990-an dialihfungsikan untuk proyek wisata, dikembalikan kepada masyarakat adat.

Kepala Desa Adat Jimbaran Anak Agung Made Rai Dirga dalam audiensi tersebut menjelaskan bahwa tanah adat mereka menjadi bagian dari proyek pariwisata seluas 200 hektare, yang mencakup pula tanah milik petani dan lahan negara. Dari total itu, 31 hektare merupakan milik desa adat, namun hanya mendapat kompensasi sebesar Rp35 juta, angka yang sama sekali sangat tidak sebanding dengan luas dan nilai tanah saat itu.

“Kini sebagian lahan itu sudah berubah jadi hotel dan kawasan wisata. Tapi masyarakat adat tidak pernah dilibatkan dalam proses perpanjangan hak guna bangunan (HGB),” kata Agung.

Menurut Agung, sejak HGB berakhir pada 2019, tidak ada pemberitahuan resmi mengenai status lahan. Sementara sebagian besar tanah tersebut dibiarkan kosong terbengkalai. Tetapi warga tetap tidak bisa mengakses lahan untuk bertani, melaut, maupun beribadah di pura yang berada di dalam area lahan karena tertutup pagar-pagar dan tembok.

“Tanah-tanah itu bukan hanya sumber penghidupan, tapi juga tempat suci kami. Sekarang, 300 kepala keluarga hidup dalam kondisi memprihatinkan. Mereka tinggal di rumah yang tidak layak huni. Ini ironi di kawasan pariwisata elite dunia,” ujarnya.

Rumah-rumah masyarakat adat Jimbaran yang terasing di tanah mereka sendiri. Foto/dokumentasi.desa adat jimbaran

Masyarakat adat Jimbaran yang dulunya menggantungkan hidup dari pertanian dan kelautan, kata Agung, kini terdesak industri pariwisata. Mereka yang tidak dapat bersaing akhirnya jatuh miskin, sementara biaya hidup di Jimbaran setara kota besar.

“UMK kami hanya Rp3,5 juta, tapi pengeluaran per orang per hari bisa Rp100 ribu. Sulit bertahan dalam kondisi seperti itu. Kami sudah menyampaikan ini ke banyak pihak, dari pemerintah daerah hingga DPR, tapi tidak ada hasilnya,” jelas Agung.

Ia berharap pemerintah pusat dapat mengambil langkah konkret. Menurutnya, peraturan yang berlaku sudah jelas, bahwa tanah-tanah terlantar lebih dari tiga tahun seharusnya dikembalikan kepada negara atau kepada pihak yang berhak.

“Kami bukan menuntut secara emosional. Ini adalah hak masyarakat adat, dan sudah saatnya negara hadir untuk menyelesaikan,” pungkasnya.

Kepala BP Taskin, Budiman Sudjatmiko, menanggapi permintaan itu dengan menyatakan akan menyampaikan aspirasi masyarakat Jimbaran kepada Presiden Prabowo Subianto dan Menteri ATR/BPN. Budiman menyebut persoalan ini sudah terlalu lama mengendap tanpa kejelasan hukum.

“Sebagian lahan sudah berubah fungsi, itu tidak digugat. Yang jadi persoalan adalah lahan-lahan kosong yang HGB-nya tidak diperpanjang tapi juga tidak dikembalikan ke masyarakat,” kata Budiman. Ia menambahkan, prinsip keadilan sosial harus ditegakkan, apalagi ketika penderitaan masyarakat terjadi di kawasan yang menjadi etalase pariwisata Indonesia.

Budiman menegaskan bahwa arah kebijakan Presiden saat ini berpihak pada rakyat dan menolak praktik penelantaran aset negara. “Kami akan tindak lanjuti berdasarkan dokumen yang sudah kami terima. Situasi politik sekarang mendukung penyelesaian persoalan seperti ini,” katanya. (*)

Sibuk Memburu Harta, Lupa Mengejar Amal

PUSARAN waktu yang berputar cepat, membuat manusia yang hidupnya singkat itu berlomba memperbanyak harta, mengejar karier, memperluas jaringan, membangun...

More Articles Like This