Di sisi lain, penerapan regulasi terkait kesempatan kerja bagi disabilitas baik di sektor swasta maupun negeri juga masih menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Banyak pemberi kerja yang belum memenuhi peraturan ini.
“Pemerintah dan sektor swasta belum sepenuhnya menerapkan peraturan yang menjamin inklusi pekerja penyandang disabilitas,” terang Tri.
Beragam masalah ini lalu direspons Aisyiyah melalui kolaborasi dengan berbagai pihak. Menggandeng Sekolah Luar Biasa (SLB) yang dikelola ‘Aisyiyah para guru dilatih menjadi trainer untuk memberikan materi softskill kesiapan kerja bagi para murid SLB dan alumninya.
Baca juga: Aisyiyah Tegaskan Sikap Tolak Praktik Sunat Perempuan
‘Aisyiyah juga menggandeng Dinas Ketenagakerjaan di daerah-daerah untuk memberikan edukasi kepada dunia kerja dan industry agar menguatkan kembali peran mereka untuk memberikan akses kerja bagi disabilitas.
“Dari kegiatan ini ‘Aisyiyah mendorong para pemberi kerja untuk dapat membuka kesempatan magang bagi disabilitas, dari sana kemudian terbuka akses bagi para orang muda dengan disabilitas ini untuk membuktikan kemampuan mereka dan beberapa juga diterima untuk melanjutkan bekerja,” tutur Tri.
Salah satu tantangan dalam mewujudkan kesempatan kerja yang inklusif adalah memastikan ruang kerja dan rekan kerja yang inklusif, serta memastikan keberlanjutan kesempatan kerja bagi disabilitas.
Muksin, kepala Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Garut yang turut menjadi narasumber menyampaikan peran pemerintah daerah untuk mendorong ketenagakerjaan inklusif. Pemkab Garut telah memiliki Unit Layanan Disabilitas (ULD) Ketenagakerjaan yang banyak berkolaborasi dengan ‘Aisyiyah.
Amich Alhumami, Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan di Kementerian PPN/Bappenas dalam kesempatan tersebut menyampaikan, praktik baik Aisyiyah dalam pendampingan disabilitas menunjukkan potensi dan perannya yang signifikan menuju Indonesia yang lebih inklusif.