Rabu, Agustus 13, 2025
No menu items!

Arus Baru Ekonomi Syariah: Dari Fesyen Muslim ke Makanan Halal

Must Read
Miftah H. Yusufpati
Miftah H. Yusufpati
Sebelumnya sebagai Redaktur Pelaksana SINDOWeekly (2010-2019). Mulai meniti karir di dunia jurnalistik sejak 1987 di Harian Ekonomi Neraca (1987-1998). Pernah menjabat sebagai Pemimpin Redaksi Majalah DewanRakyat (2004), Wakil Pemimpin Harian ProAksi (2005), Pemimpin Redaksi LiraNews (2018-2024). Kini selain di Jakartamu.com sebagai Pemimpin Umum Forum News Network, fnn.co.Id. dan Wakil Pemimpin Redaksi Majalah FORUM KEADILAN.

JAKARTAMU.COM | Satu dekade lalu, di sebuah aula berpendingin udara di Jakarta, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo masih menjabat Deputi Gubernur. Di hadapannya, para kiai dan ulama duduk rapi. Sarasehan Nasional Ekonomi Syariah yang digelar Mei 2015 itu menjadi panggung lahirnya istilah “arus baru ekonomi syariah”. Ini adalah gagasan yang digagas bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan didorong keras oleh KH Ma’ruf Amin yang kala itu Ketua Umum MUI.

“Bukan poros, tapi arus,” ujar Ma’ruf saat itu, menegaskan bahwa ekonomi syariah Indonesia tak boleh hanya menjadi titik lalu lintas, melainkan aliran besar yang terus mengalir. Perry mengulang narasi itu hari ini, dalam forum serupa, seolah ingin menegaskan kontinuitas cita-cita. “Alhamdulillah, 10 tahun kemudian, ekonomi dan keuangan syariah kita terus meningkat,” kata Perry, Rabu, 13 Agustus 2025.

Peningkatan itu terlihat dari capaian Indonesia di dua sektor utama. Berdasarkan laporan State of the Global Islamic Economy (SGIER) 2022, Indonesia kini menjadi nomor satu dunia dalam modest fashion. Data ini menunjukkan bahwa Indonesia telah menyalip Malaysia dan Turki, serta peringkat ketiga global di sektor keuangan syariah. Tapi di satu bidang strategis, negeri ini masih tertinggal: makanan halal.

Potensi Triliunan Dolar

Menurut Master Plan Industri Halal Indonesia 2023–2029, konsumsi umat Muslim global pada 2025 diperkirakan mencapai US$2,8 triliun, dengan pertumbuhan tahunan majemuk 7,5 persen. Sektor makanan dan minuman halal menjadi kontributor terbesar. Namun, hingga kini, Indonesia belum masuk jajaran lima besar produsen utama dunia.

Bagi Perry, ini bukan sekadar peluang ekonomi, melainkan ujian kepemimpinan global. “Yang kita harus kejar adalah halal food. Tetap one of the five global player. Dakwahnya guru kita: jadikan Indonesia arus baru ekonomi keuangan syariah,” ujarnya.

Target itu, menurutnya, hanya bisa dicapai bila penguatan industri halal berjalan seiring tiga strategi yang sudah dijalankan Bank Indonesia: memperkuat mata rantai ekonomi halal (halal value chain), memperluas akses keuangan syariah, serta meningkatkan literasi dan inklusi.

Enam Program Unggulan

Perry merinci enam program yang ia sebut “unggulan” untuk menggenjot ekonomi syariah nasional.

Tiga program pertama berfokus pada rantai nilai halal. Gerbang Santri—Gerakan Pengembangan Pesantren dan Rantai Nilai Halal—menjadikan pesantren pusat ekonomi umat lewat digitalisasi bisnis, peningkatan produktivitas, dan tata kelola keuangan modern.

Lalu, Jawara Ekspor membentuk jejaring bisnis pesantren sebagai agregator produk halal yang siap menembus pasar global. Adapun Gemah Halal atau Gerakan Berjamaah Akselerasi Halal ditujukan memperluas pasar produk halal lewat percepatan sertifikasi, penguatan bahan baku, dan peran pusat halal daerah.

Program keempat, Sapa Syariah (Sinergi Perdagangan dan Pembiayaan Syariah), menghubungkan pelaku usaha dengan pembiayaan perbankan syariah, termasuk optimalisasi pasar uang syariah.

Dua program terakhir menggarap aspek literasi dan inklusi. Kanal Jiswa yaitu Kolaborasi Nasional Pengembangan Jalan Infak Sedekah dan Wakaf, mendorong pembiayaan sosial syariah agar melengkapi pembiayaan komersial. Sementara Lentera Emas mempromosikan ekonomi syariah lewat edukasi publik dan festival di tiga wilayah besar Indonesia.

Dari Narasi ke Aksi

Meski peta jalan dan program terdengar rapi, tantangannya tetap besar. Sektor halal food bukan hanya soal sertifikasi dan produksi, tapi juga distribusi, branding global, serta daya saing harga. Indonesia harus bersaing dengan Brasil, yang ironisnya menjadi salah satu pengekspor utama daging halal, hingga negara-negara Teluk yang agresif membangun ekosistem halal.

Bagi Perry, pekerjaan rumah ini bukan sekadar target ekonomi, melainkan kelanjutan “dakwah” yang dimulai 10 tahun lalu. Dari modest fashion yang sudah mendunia, kini giliran makanan halal yang harus menjadi arus baru, mengalir dari dapur-dapur Nusantara ke meja makan dunia. (*)

Digugat Rp120 Triliun, Aset Hary Tanoe Baru Ketahuan Rp34,6 Triliun

JAKARTAMU.COM | PT Citra Marga Nusaphala Persada (CMNP) mengungkapkan aset bos MNC Group Hary Tanoesoedibjo dan PT MNC Asia...

More Articles Like This