JAKARTAMU.COM | Hari ini, Senin, 21 Juli 2025, ribuan wajah muda dari berbagai penjuru Indonesia menyimak layar daring dengan penuh semangat. Di ujung layar, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir, menyapa mereka dengan gaya santai namun tegas.
Lewat agenda Pak Ketum Menyapa, yang dihelat Majelis Dikdasmen PNF PP Muhammadiyah menyambut tahun pelajaran baru 2025/2026, Haedar menyampaikan pesan yang membekas: jadilah bangga sebagai pelajar Muhammadiyah.
“Jadi kalian harus bisa mengatakan bahwa, saya sekolah di sekolah Muhammadiyah. Saya IPM,” ujarnya ketika berinteraksi dengan murid SMP Muhammadiyah Ahmad Dahlan Metro. Di ujung kalimatnya ia menegaskan, “Jadi semua harus punya kebanggaan.”
Pesan itu sederhana tapi penting: sebagai pelajar Muhammadiyah, mereka tak hanya belajar ilmu umum, tetapi juga akhlak, tauhid, dan kemandirian sebagai kader muda Persyarikatan.
Mengajarkan Percaya Diri dan Tauhid
Dalam suasana yang penuh antusias, Haedar mengingatkan para murid dan santri bahwa mereka otomatis menjadi kader Muhammadiyah. Identitas itu, katanya, jangan disembunyikan. Di manapun berada, mereka harus percaya diri mengatakan berasal dari sekolah atau pesantren Muhammadiyah.
Pesan ini seolah menjawab realitas sehari-hari, di mana banyak pelajar canggung atau minder menyebut asal sekolahnya, atau menolak jika diajak berkegiatan di Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah.
“Menjadi kader Muhammadiyah itu menyenangkan, loh. Tidak menyeramkan,” ujarnya sambil tersenyum.
Tak hanya itu, ia juga mengingatkan pentingnya manajemen waktu supaya menjadi pelajar berprestasi. Ia menganjurkan Tujuh Kebiasaan Anak Indonesia Hebat, seperti yang dirilis Kementerian Dikdasmen: bangun pagi, ibadah, olahraga, makan sehat, belajar, bermasyarakat, dan tidur tepat waktu.
Kader untuk Indonesia Emas
Haedar tak sendirian menyampaikan visi besar pendidikan Muhammadiyah. Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Irwan Akib, dalam kesempatan yang sama menegaskan bahwa pelajar Muhammadiyah adalah calon pemimpin masa depan.
“Untuk mempersiapkan Indonesia Emas 2045, pendidikan hari ini harus sukses. Anda semua, para siswa, adalah calon pemimpin masa depan,” ujarnya.
Irwan lalu merinci empat prinsip yang harus dimiliki generasi muda Muhammadiyah untuk menghadapi era itu: kekuatan iman dan tauhid, keunggulan intelektual, keanggunan akhlak, dan kesigapan berkarya.
Di Muhammadiyah, katanya, tauhid bukan sekadar ucapan syahadat, tetapi pengamalan nilai ilahi dalam hidup sehari-hari, termasuk dalam menuntut ilmu untuk keluar dari kebodohan.
Prinsip itu, menurut Irwan, akan mencetak pelajar yang beriman, inovatif, berakhlak, dan bermanfaat bagi lingkungan. Ia bahkan mengingatkan pentingnya beretika dalam era digital. “Penggunaan media sosial pun harus disertai dengan komunikasi yang bijak,” ujarnya.
Di akhir pesannya, Irwan mengutip visi besar Islam: menjadi rahmat bagi seluruh alam. “Inilah pentingnya pengabdian, kita memberikan manfaat bagi seluruh alam, bagaimana kita hadir menjadi rahmatan lil alamin,” pungkasnya.
Melawan Bullying, Menjaga Martabat
Sesi tanya jawab juga menyentuh masalah yang kerap menghantui sekolah: bullying. Haedar mengingatkan bahwa tidak ada anak yang bodoh, hanya tingkat kecerdasan yang berbeda-beda. Ia juga mengecam praktik merundung teman hanya karena perbedaan ekonomi.
“Itu di sekolah Muhammadiyah tidak boleh berlaku dan ada, dan jangan hanya karena diawasi guru,” tegasnya.
Sebagai solusi, ia menawarkan cara unik: bagi yang punya energi lebih, ia mendorong ikut latihan Tapak Suci — seni bela diri khas Muhammadiyah. Tapi ia mengingatkan, keahlian itu jangan digunakan untuk membully.
“Saya tidak ingin mendengar di sekolah-sekolah Muhammadiyah, di pondok pesantren, di madrasah Muhammadiyah ada pembullyan. Fokus belajar dan bahkan harus saling sayang menyayangi,” katanya.
Sekolah yang Membentuk Karakter
Ketua Majelis Dikdasmen NPF PP Muhammadiyah, Didik Suhardi, melengkapi pesan para pimpinan dengan menekankan nilai inklusif. Sekolah Muhammadiyah, ujarnya, harus memberi ruang yang sehat dan rukun bagi semua siswa untuk bertumbuh, tanpa memandang latar belakang.
“Semakin rukun untuk belajar, semakin tepat melaksanakan ibadahnya baik yang siswa muslim maupun non-muslim,” katanya.
Ia juga meminta agar lingkungan sekolah mendukung pembiasaan baik: tidak ada kekerasan, tidak ada penyalahgunaan kekuasaan, dan terjalin kerja sama harmonis di antara siswa dan guru.
Haedar sendiri menutup pesannya dengan menegaskan bahwa guru dan kepala sekolah juga harus menjadi teladan: berlaku adil, jujur, dan tidak menyalahgunakan wewenang. “Anak-anak harus sayang dan hormat pada orang tua, guru, dan kepala sekolah,” katanya.
Dari Sekolah ke Masa Depan
Di akhir acara, suasana menjadi hening sejenak. Para pelajar, guru, dan orang tua tampak merenung: pesan itu bukan sekadar wejangan, tetapi sebuah peta jalan tentang siapa diri mereka dan ke mana mereka akan melangkah.
Sekolah Muhammadiyah, dengan semua keterbatasan dan tantangannya, telah berusaha memberi lebih dari sekadar ilmu. Ia menanamkan identitas, akhlak, iman, dan keberanian untuk menjadi berbeda.
Dan dari ruang kelas sederhana itu, generasi yang percaya diri menyebut diri kader Muhammadiyah sedang disiapkan untuk menjadi pemimpin masa depan. (*)