JAKARTAMU.COM | Tak banyak yang berubah dari gedung PT Bank Victoria Syariah (BVS) di bilangan Jakarta Barat itu. Papan nama yang berwarna hijau dengan aksen kuning masih tergantung rapi, sementara di dalam, sejumlah pegawai masih sibuk melayani nasabah seperti biasa. Tetapi di balik suasana yang tenang itu, sejak 11 Juni lalu, pemilik sebenarnya sudah berganti.
PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) resmi mengakuisisi BVS dengan nilai yang tak sedikit: sekitar Rp 1,5–1,6 triliun. Nilai yang sepadan untuk sebuah “cangkang” bank umum syariah, lengkap dengan izin operasinya, yang selama ini menjadi barang langka dan mahal di pasar.
Menurut Direktur Utama BVS, Dery Januar, akuisisi ini bukan ujung cerita. Justru baru permulaan. Dalam konferensi pers pada Senin, 21 Juli, Dery mengumumkan bahwa perusahaan akan menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada Agustus mendatang.
Agenda resminya masih dirahasiakan, namun hampir pasti menyangkut penggabungan BVS dengan unit usaha syariah BTN untuk membentuk bank umum syariah baru di bawah bendera BTN Syariah.
“Langkah ini akan berdampak besar terhadap arah bisnis BVIS ke depan dan tentu memerlukan keputusan pemegang saham melalui RUPSLB,” ujar Dery diplomatis.
Bank Victoria Internasional Tbk (BVIC), pemilik lama BVS, mengaku tak terlalu dirugikan. Wakil Direktur Utama BVIC, Rusli, menyebut perusahaan malah mengantongi keuntungan divestasi sekitar Rp100,7 miliar, meski hanya memiliki 19,8% saham BVS saat dijual. “Transaksinya dalam bentuk cangkang, jadi izin usahanya yang kami lepaskan,” katanya dalam public expose 20 Juni lalu.
BVIC juga mendapat limpahan aset dan liabilitas dari BVS, meski nilainya tak signifikan mengingat aset BVS hanya sekitar Rp3 triliun, sedangkan BVIC sendiri sudah mengelola aset Rp31 triliun. “Secara angka tidak signifikan ke bisnis kami,” ucap Rusli.
Setelah melepas BVS, BVIC langsung tancap gas dengan menerbitkan obligasi senilai Rp750 miliar pada tahap pertama dari Penawaran Umum Berkelanjutan (PUB) senilai total Rp1,5 triliun. Dana hasil penerbitan obligasi itu akan digunakan untuk modal kerja dan ekspansi kredit.
Di kubu BTN, akuisisi ini punya makna strategis lebih besar. Langkah itu sudah direncanakan lama untuk memenuhi kewajiban spin-off unit usaha syariahnya. Rencana spin-off BTN Syariah bahkan sudah mendapatkan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kementerian BUMN, bahkan Presiden RI.
Direktur Utama BTN Nixon L.P. Napitupulu tak menutupi bahwa akuisisi BVS dilakukan untuk mendapat “cangkang” bank umum syariah dengan izin lengkap, plus Surat Berharga Negara (SBN) yang dimilikinya. “Kredit dan DPK-nya diambil mereka (pemilik lama), kita enggak beli. Tapi SBN-nya kita ambil,” ujarnya.
Dengan izin syariah itu, BTN bisa segera meleburkan unit syariahnya dan BVS menjadi entitas baru yang fokus pada pembiayaan rumah berbasis syariah, atau KPR syariah, yang selama ini sudah menjadi keahlian BTN.
“Kami akan memiliki lebih banyak produk, daya saing yang lebih kuat, dan market size yang jauh lebih besar. Tidak menutup kemungkinan BVIS akan masuk ke jajaran bank syariah besar di Indonesia,” kata Dery, optimistis.
Langkah ini dianggap penting mengingat pasar perbankan syariah nasional yang masih relatif kecil, hanya sekitar 7–8% dari total industri perbankan, padahal potensinya besar.
Namun jalan ini tak sepenuhnya mulus. Dari sisi operasional, BTN Syariah masih harus merayu nasabah BVS lama untuk tetap bertahan. BVIC sudah memberi kebebasan bagi para nasabah untuk pindah ke bank konvensional BVIC atau tetap di BTN Syariah. Banyak nasabah ritel BVS yang memang ingin tetap di bank syariah.
Meski begitu, dari sisi angka, aset BVS yang kecil relatif tidak menjadi beban. Dan BTN yakin integrasi ini akan rampung sesuai target, apalagi nama untuk entitas baru pun dikabarkan sudah dikantongi Presiden.
“Dengan layanan yang lebih baik, produk yang lebih beragam, dan dukungan infrastruktur digital, kolaborasi ini akan menjadi jawaban atas tantangan industri perbankan syariah saat ini,” tambah Dery.
Di permukaan, hanya papan nama yang berubah. Di dalam, lahirlah entitas baru yang membawa harapan untuk lebih besar dari sekadar “cangkang”. BTN sedang mencoba menjahit kembali potongan-potongan industri syariah yang selama ini tercecer, dengan BVS sebagai pintu masuknya.
Waktu akan membuktikan apakah rencana besar ini akan menjadi salah satu cerita sukses spin-off bank syariah di Indonesia atau hanya menjadi catatan lain tentang betapa mahalnya membangun bank syariah dari nol. (*)