JAKARTAMU.COM | Gambar seekor harimau tua yang lesu, dikelilingi oleh tikus-tikus yang mengejek, menyiratkan simbolisme mendalam tentang kepemimpinan yang kehilangan wibawa dan dihormati. Dalam konteks sosial-politik, ini mencerminkan fenomena di mana pemimpin yang dulunya kuat dan disegani, kini terperangkap dalam lingkaran korupsi dan kehilangan integritas, sehingga menjadi sasaran cemoohan bahkan oleh mereka yang sebelumnya tunduk.
Korupsi: Simbiosis dengan Kepemimpinan Lemah
Korupsi sering kali berjalan seiring dengan kepemimpinan yang kehilangan arah. Ketika pemimpin terlibat atau membiarkan praktik korupsi, mereka tidak hanya merusak sistem pemerintahan tetapi juga mengikis kepercayaan publik. Studi menunjukkan bahwa sejak era Reformasi, Indonesia telah dipimpin oleh beberapa presiden, namun belum ada yang berhasil menaklukkan korupsi sepenuhnya. Meskipun para pemimpin tersebut tidak dapat langsung disebut korup, Indonesia masih menyandang predikat sebagai salah satu negara terkorup.
Kehilangan Wibawa dan Kharisma Pemimpin
Ketika pemimpin kehilangan wibawa dan kharisma, dampaknya sangat membahayakan. Rakyat yang dipimpinnya cenderung melakukan perlawanan dan tidak patuh pada petuah para pemimpin. Hilangnya wibawa pemimpin juga menjadikan mereka beralih profesi menjadi pengusaha, mengabdikan kemampuan mereka demi meraup pendapatan pribadi sebanyak-banyaknya.
Krisis Kepemimpinan dan Politik Identitas
Fenomena politik identitas sering dimanfaatkan oleh elite untuk meraih kekuasaan. Alih-alih memperjuangkan kepentingan rakyat, banyak pemimpin justru menggunakan isu-isu SARA sebagai alat politik, menciptakan perpecahan di masyarakat. Akibatnya, masyarakat kehilangan figur pemersatu yang mampu mengatasi perbedaan.
Kepemimpinan Moral sebagai Solusi
Untuk mengatasi krisis ini, diperlukan kepemimpinan yang berlandaskan moral dan integritas. Dr. Stephen Gyesaw dalam studinya menyoroti pentingnya keteladanan pemimpin dalam memberantas korupsi. Contohnya, Rajaratnam di Singapura yang memiliki kemauan kuat untuk memberantas korupsi, berhasil menjadikan negaranya bersih. Sebaliknya, meskipun Jawaharlal Nehru dikenal bersih, tanpa kemauan kuat untuk memberantas korupsi, India tetap dilanda wabah korupsi.
Gambar harimau tua yang dikelilingi tikus-tikus lapar menjadi refleksi tajam terhadap kondisi kepemimpinan yang kehilangan integritas dan wibawa. Ini menjadi pengingat bahwa tanpa integritas dan keteladanan, pemimpin akan kehilangan penghormatan dan legitimasi, bahkan dari mereka yang sebelumnya tunduk dan patuh. (Dwi Taufan Hidayat)