Selasa, Agustus 5, 2025
No menu items!

Babad Sepehi (11): Bayang-Bayang di Balik Tirai

Must Read

DI balik megahnya tirai sutra dan hiasan emas di ruang singgasana Keraton Jogja yang kini dikuasai Inggris, sebuah rahasia mulai merayap pelan. Bayang-bayang yang tak terlihat oleh banyak orang, namun keberadaannya sangat menentukan nasib kerajaan.

Sri Sultan Hamengku Buwana III, sang raja muda yang baru saja duduk di tahta, terlihat gusar. Ia mulai merasakan tekanan berat dari berbagai arah. Sebagian bangsawan mendesaknya untuk menunjukkan kekuatan, namun hatinya bimbang. Apalagi setelah kematian dua penasihat kepercayaannya yang membuatnya kehilangan pegangan.

Di suatu malam yang sunyi, Sultan Raja menerima kunjungan rahasia dari seorang pria berbaju sederhana, yang selama ini dikenal sebagai pelayan keraton biasa. Namun malam itu, ia berubah menjadi pembawa kabar yang menggetarkan.

“Yang Mulia, ada kelompok-kelompok kecil yang mulai bergerak di luar tembok keraton. Mereka berencana menggalang kekuatan untuk menentang pemerintahan ini,” ujar pria itu lirih.

Sultan Raja menatap tajam, menahan amarah dan ketakutan yang bercampur aduk. “Siapa mereka? Apa maksud mereka?” tanyanya dengan suara bergetar.

“Saya tidak tahu banyak, tapi kabarnya mereka didukung oleh para abdi dalem yang setia kepada Sultan Sepuh. Mereka bersembunyi di kampung-kampung dan sedang mengatur perlawanan,” jawabnya.

Sultan Raja merasakan dingin menjalar ke seluruh tubuhnya. Ia tahu bahwa duduk di singgasana bukan hanya soal kehormatan, tapi juga ujian kepercayaan dan kekuasaan. Dan kini, bayang-bayang perlawanan itu menghantuinya.

Sementara itu, di sisi lain kota, Jatmiko dan para pemuda perlawanan terus menguatkan barisan. Mereka memakai jalur rahasia yang diberikan Mbok Sumarni untuk berkomunikasi dan bergerak tanpa terdeteksi. Setiap malam, mereka mengadakan pertemuan kecil, merancang strategi, dan menyebarkan semangat kepada rakyat yang tertekan.

Namun, bukan hanya mereka yang waspada. Pasukan Inggris dan Sultan Raja pun meningkatkan patroli dan pengawasan. Siapa pun yang dicurigai sebagai bagian dari perlawanan langsung ditangkap tanpa ampun.

Ketegangan semakin memuncak ketika salah satu mata-mata Sultan Raja berhasil menyusup ke dalam kelompok Jatmiko. Dengan informasi yang diperoleh, pihak penjajah mulai memburu para pemimpin perlawanan.

Di tengah ancaman yang semakin dekat, keberanian dan kesetiaan diuji. Para pemuda harus memilih antara melarikan diri atau bertarung demi keadilan dan martabat.

Dan di dalam penjara Benteng Vredeburg, Pangeran Mangkudiningrat masih menulis, dengan tinta yang terus mengalir dari luka hati dan pengharapan, menyimpan kisah yang kelak akan menjadi suara dari mereka yang terpinggirkan.

Malam itu, bayang-bayang di balik tirai keraton tidak lagi hanya sekadar simbol kemegahan, tetapi juga lambang dari perjuangan yang belum selesai.

(Bersambung seri ke-12: Jejak Luka di Jalan Sunyi)

Viva Yoga: Kekuasaan adalah Medan Pengabdian, HMI adalah Ikatan Batin

MINGGU malam, 3 Agustus 2025, jarum jam telah menunjukkan lewat pukul sepuluh. Namun suasana Gedung Serbaguna KAHMI Sulawesi Tenggara...

More Articles Like This