DEPOK, JAKARTAMU.COM | Pisau, jika ingin digunakan secara maksimal, harus selalu dirawat dan diasah. Begitu pula dengan ilmu—ia perlu dijaga dan terus diperbarui.
Salah satu ilmu yang seringkali hanya dipelajari sekali dalam setahun adalah ilmu menjadi juru sembelih hewan kurban. Hal inilah yang disampaikan oleh Kang Dwin, pendiri Komunitas Sembelih Hewan Qurban (Qibas), dalam pelatihan Juru Sembelih Mulia di Rumah Kebun Madu Segar Shofi, Sawangan, Depok, Jawa Barat, Kamis (29/5/2025).
“Halal atau haramnya hewan kurban yang kita sembelih, ada di tangan kita,” tegas Kang Dwin di hadapan para peserta.
Ia menolak menggunakan istilah “jagal” karena menurutnya, kata itu berkonotasi negatif dan bengis. “Kita tidak sedang membunuh binatang. Ini adalah ibadah penyembelihan. Beda antara tukang jagal dan juru sembelih. Juru sembelih mutlak harus menjaga ibadahnya, terutama salat lima waktu,” ujarnya. “Saya lebih suka menyebutnya Juru Sembelih Mulia, karena kita memuliakan mudhohi (orang yang berkurban), juga hewan kurban. Maka, insya Allah, Allah pun akan memuliakan kita.”
Pelatihan Juru Sembelih Mulia yang berlangsung dari pukul 09.00 hingga 14.30 ini kembali mengingatkan peserta akan pentingnya memiliki tiga kompetensi utama. Pertama, tata cara penyembelihan yang sesuai syariat. Kedua, adab dan perilaku terhadap hewan. Ketiga, teknik mengasah pisau penyembelih—yang oleh Kang Dwin disebut “bilah sembelih”, bukan “golok”.
Dalam sesi tersebut, Kang Dwin juga mengkritisi kebiasaan para tukang jagal di masyarakat yang kerap hanya bekerja demi upah tanpa memperhatikan etika penyembelihan.
Ia menjelaskan bahwa hewan memiliki perilaku yang sangat dipengaruhi oleh organ sensoriknya. Ruminansia seperti sapi, misalnya, sangat sensitif terhadap penciuman, pendengaran, dan penglihatan. Karena itu, hewan tidak boleh berada di dekat hewan lain yang sedang disembelih. Mereka bisa mencium aroma kortisol—hormon stres—dari darah hewan yang disembelih sebelumnya. Mengasah pisau di hadapan hewan pun sangat tidak dianjurkan, karena suara gesekan logam dan jeritan hewan lain dapat memicu stres.
“Inti dari penyembelihan hewan kurban adalah meminimalkan rasa sakit dan stres. Sebab seluruh proses, mulai dari pengangkutan, penurunan dari kendaraan, penempatan di kandang yang tidak layak, hingga penyembelihan, bisa menjadi sumber stres. Maka, berlaku ihsanlah kepada hewan kurban,” jelasnya. Ia menambahkan bahwa hewan yang stres sebelum disembelih dapat mempengaruhi kualitas dan keamanan daging yang dihasilkan.
Peserta pelatihan kali ini datang dari beragam latar belakang: para ustaz dari pesantren, masyarakat umum, hingga praktisi. Yang menarik, hadir pula sembilan orang peserta dari satuan Brigade Mobil (Brimob) Kelapa Dua, serta satu orang juru sembelih perempuan atau juru sembelih muslimah.
Menurut Kang Dwin, ada tiga kompetensi penting yang sangat jarang ditemukan di kalangan perempuan Muslim: menjadi juru sembelih muslimah, peruqyah muslimah, dan ahli lebah muslimah. Ketiganya, menurutnya, merupakan kontribusi penting perempuan dalam bidang-bidang yang sering dianggap sebagai domain laki-laki.