YOGYAKARTA, JAKARTAMU.COM | Muhammadiyah telah meluncurkan sistem identitas digital tunggal bernama Muhammadiyah ID atau disingkat M-ID di Yogyakarta pada 16 Juli 2025 lalu. M-ID memungkinkan jutaan anggota Persyarikatan mengakses berbagai layanan digital hanya dengan satu akun yang aman.
Langkah ini bisa dibaca sebagai respons terhadap perubahan zaman, sekaligus pernyataan sikap terhadap pentingnya kontrol penuh atas data dan sistem internal organisasi. Dikembangkan Muhammadiyah Software Labs (LabMu), M-ID menjadi penanda arah baru Muhammadiyah dalam membangun arsitektur digital yang mandiri dan terintegrasi sepenuhnya.
Hebatnya, seluruh proses pengembangan dilakukan mandiri. Tidak ada vendor luar atau jasa pihak ketiga. Dari awal hingga diluncurkan, sistem ini lahir dari tangan kader sendiri, sebuah keputusan yang mencerminkan kepercayaan diri Muhammadiyah untuk berdiri di atas fondasi teknologinya sendiri.
“Dengan M-ID kami menjaga data, membangun sistem, dan menciptakan ekosistem yang berkelanjutan. Ini bagian dari menjaga kedaulatan digital Muhammadiyah,” ,” kata Asad, CEO LabMu.
Ekosistem yang dimaksud merujuk pada berbagai aplikasi yang kini bisa diakses dengan M-ID sebagai pintu masuk tunggal. MASA (Muhammadiyah Aisyiyah SuperApp), e-KTAM sebagai platform manajemen anggota, aplikasi donasi IuranMu, dan layanan-layanan digital lain kini bisa digunakan tanpa perlu membuat akun terpisah. Selain membuat proses lebih efisien, sistem ini juga dirancang untuk menjamin keamanan data pribadi anggota dengan standar enkripsi yang mutakhir.
Bagi LabMu, membangun sistem digital adalah menghadirkan kemudahan teknis sejalan dengan kemandirian dalam mengelola data dan menjamin keberlangsungan layanannya. Ketergantungan pada platform eksternal dianggap sebagai risiko, bukan solusi jangka panjang. Maka, LabMu memilih jalan yang lebih sulit: membangun sendiri dari awal, mengintegrasikan secara menyeluruh, dan membuka ruang kolaborasi dengan amal usaha di berbagai bidang.
Langkah ini juga membawa implikasi strategis bagi gerakan dakwah dan sosial Muhammadiyah. Integrasi akun memungkinkan layanan di bidang pendidikan, kesehatan, dan filantropi berjalan lebih cepat dan terhubung secara digital. Anggota bisa terlibat lebih aktif dalam program-program Persyarikatan tanpa terkendala birokrasi digital yang berlapis.
Asad menyebut bahwa LabMu tidak didirikan hanya untuk membuat aplikasi, tetapi untuk menyusun infrastruktur jangka panjang bagi digitalisasi Muhammadiyah. Visi itu tampak dalam cara kerja mereka yang tidak mengejar peluncuran cepat, tetapi membangun sistem yang bisa bertahan dan berkembang. “LabMu tidak hanya menciptakan teknologi. Kami membangun ekosistem, membuka peluang kolaborasi, dan mempercepat pelayanan dakwah berbasis digital,” ujarnya.