Rabu, Juli 23, 2025
No menu items!

Membuka Iran dan China Corner di Kampus Muhammadiyah

Must Read

HADIS yang berbunyi “Tuntutlah ilmu sampai ke negeri China” (أُطْلُبُوا الْعِلْمَ وَلَوْ بِالصِّينِ( sering dikutip dalam berbagai kesempatan. Kendati mayoritas ulama hadis menyatakan bahwa hadis ini lemah atau tidak sahih karena sanadnya tidak kuat, makna yang terkandung di dalamnya tetap relevan, semangat mencari ilmu, sejauh dan sesulit apa pun perjalanannya.

Pada masa Nabi Muhammad SAW, Tiongkok dikenal sebagai salah satu pusat peradaban besar dunia. Ilmu pengobatan dan perdagangan berkembang pesat di sana, dua bidang penting yang berkaitan langsung dengan kehidupan sehari-hari. Karena itu, umat Islam dianjurkan untuk bersikap terbuka terhadap sumber-sumber pengetahuan, termasuk dari luar dunia Islam.

Salah satu negara yang juga memiliki kekayaan peradaban besar dan berkontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan adalah Republik Islam Iran. Sejak abad ke-6 SM, Iran, dulu dikenal sebagai Persia, telah menjadi salah satu imperium besar dunia selain Romawi. Berbagai dinasti silih berganti memerintah, namun pengaruh budaya dan intelektual Iran tetap bertahan hingga kini. Iran tetap menjadi salah satu negara penting dalam konteks peradaban dan geopolitik global.

Dalam beberapa dekade terakhir, meskipun menghadapi isolasi internasional dan tekanan sanksi, Iran menunjukkan kemajuan pesat dalam penguasaan teknologi. Pemerintahnya aktif mendukung inovasi melalui pendanaan riset, program pendidikan, dan kerja sama antara sektor publik dan swasta. Sejumlah bidang yang menjadi unggulan Iran saat ini antara lain bioteknologi, nanoteknologi, kecerdasan buatan (AI), energi terbarukan, serta teknologi laser. Bahkan, dalam bidang pengetahuan laser, Iran menempati peringkat pertama di Asia dan kelima di dunia setelah Amerika Serikat, Prancis, Jerman, dan Rusia.

Sejarah program nuklir Iran juga menunjukkan bahwa negara ini memiliki kapasitas ilmiah dan teknologi yang tinggi. Program tersebut dimulai pada masa Shah Reza Pahlevi, melalui kerja sama dengan Amerika Serikat dalam kerangka program Atoms for Peace pada tahun 1957. Iran bahkan telah membeli reaktor riset dan membangun Pusat Penelitian Nuklir di Teheran pada 1960.

Melihat perkembangan ini, sudah saatnya perguruan tinggi di Indonesia, khususnya universitas-universitas di bawah naungan Muhammadiyah dan Aisyiyah, menjalin kerja sama yang lebih luas dan konkret dengan institusi pendidikan tinggi di Iran dan Tiongkok. Langkah awalnya tentu dengan membangun pemahaman lintas budaya dan bahasa. Bahasa Mandarin dan Persia perlu dipelajari secara serius, bukan hanya mengandalkan bahasa Inggris sebagai pengantar.

Beberapa waktu lampau, pernah berdiri Iranian Corner di salah satu kampus Muhammadiyah. Inisiatif ini patut dilanjutkan dan diperluas. Selain mempererat hubungan dengan Iran, kampus-kampus Muhammadiyah juga bisa membangun kerja sama dengan pemerintah Tiongkok untuk membuka Beijing Corner. Hal ini akan semakin membuka akses mahasiswa terhadap sumber ilmu dan jaringan internasional. (*)

Sekjen OKI Kecam Krisis Gaza sebagai Kejahatan Perang, Nodai Kemanusiaan

JAKARTAMU.COM | Sekretaris Jenderal Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), Hissein Brahim Taha mengecam agresi Israel terhadap rakyat dan situs-situs...

More Articles Like This