Jumat, Mei 2, 2025
No menu items!

13 Harapan Anak yang Tak Pernah Terucap

Must Read

DALAM gegap gempita dunia yang bergerak begitu cepat, ada suara pelan, bahkan teramat pelan hingga kadang tak terdengar. Itu suara anak-anak kita. Mereka berada di rumah yang sama, duduk di ruang makan yang sama tetapi mereka berbicara dalam diam, berteriak dalam bisu.

Berikut 13 seruan nurani mereka yang banyak ditulis dalam konsep parenting. Mari kita dengarkan menggunakan hati.

1.⁠ ⁠“Cintailah aku sepenuh hatimu, tanpa syarat, tanpa alasan.”

Anak tak ingin dicintai hanya ketika mereka berprestasi. Atau ketika mereka menuruti perintah. Mereka ingin dicintai dalam kondisi paling rapuh mereka. Ketika nilai ulangan buruk. Ketika mereka membuat kesalahan. Cinta tanpa syarat itulah fondasi kepercayaan diri mereka. Jika cinta kita penuh syarat, maka mereka akan tumbuh penuh ketakutan.

2.⁠ ⁠“Jangan marahi aku di depan orang banyak.”

Mereka bukan benda yang bisa ditegur sesuka hati. Mereka punya harga diri. Dimarahi di depan umum bukan hanya mempermalukan, tapi mengiris martabat. Jika ingin menegur, lakukan dengan bijak, di tempat yang membuat mereka tetap merasa aman. Bukan untuk melindungi kesombongan mereka, tapi untuk menjaga harga diri mereka tetap utuh.

3.⁠ ⁠“Jangan bandingkan aku dengan siapa pun.”

Betapa sering kita tergelincir, mengucap, “Kakakmu dulu lebih rajin,” atau “Anak tetangga lebih sopan.” Padahal perbandingan melukai jauh lebih dalam daripada kritikan. Anak kita bukan duplikat siapa pun. Mereka adalah pribadi yang utuh, yang layak dihargai dalam keunikannya.

4.⁠ ⁠“Aku adalah cerminan kalian.”

Kita bisa berpidato tentang etika, adab, atau nilai. Tapi jika mereka melihat kita membentak ibu, memaki pengendara lain, atau membohongi orang di telepon, semua nasihat itu gugur. Mereka belajar dari apa yang kita lakukan, bukan hanya dari apa yang kita ucapkan. Jika ingin anak lembut, jadilah orang tua yang lembut. Jika ingin mereka jujur, mulailah dari diri sendiri.

5.⁠ ⁠“Hargailah prosesku.”

Seiring bertambahnya usia, anak ingin diakui sebagai pribadi yang sedang bertumbuh. Jangan terus-menerus menganggap mereka “anak kecil yang tak tahu apa-apa.” Beri ruang untuk mereka berpikir, bertanya, bahkan tidak setuju. Hormatilah proses berpikir mereka, dan mereka akan belajar menghargai pendapat orang lain.

6.⁠ ⁠“Izinkan aku mencoba. Jika salah, tuntun aku dengan sabar, bukan amarah.”

Anak tak akan tumbuh dari larangan, tapi dari pengalaman. Jika salah, jangan buru-buru menghukum. Tahan suara keras kita, dan duduklah sejajar dengan mereka. Tanyakan, “Apa yang kamu rasakan?” atau “Apa yang kamu pelajari dari ini?” Maka kita akan melihat, kesalahan itu justru jembatan menuju kedewasaan mereka.

7.⁠ ⁠“Jangan terus mengungkit kesalahanku.”

Jika Tuhan saja Maha Pemaaf, kenapa kita terlalu suka mengulang-ulang kesalahan anak? Setiap anak ingin maju, ingin memperbaiki diri. Tapi jika kesalahan masa lalu selalu dilemparkan ke wajah mereka, mereka akan berhenti mencoba.

8.⁠ ⁠“Aku adalah ladang pahala bagimu.”

Banyak orang tua lupa: anak bukan beban. Mereka adalah ladang amal yang tak ternilai. Setiap pelukan, setiap doa, setiap didikan yang penuh cinta adalah investasi akhirat. Maka jangan menabur kemarahan, karena ladang yang dipenuhi racun tak akan menumbuhkan buah yang baik.

9.⁠ ⁠“Berhati-hatilah dengan ucapanmu padaku.”

Kita mungkin hanya bermaksud bercanda. Tapi kalimat seperti “Kamu memang anak nakal,” atau “Dasar bandel!” bisa membekas seumur hidup. Kata-kata orang tua adalah doa, dan doa itu bisa menjadi takdir. Jika ingin anak menjadi baik, ucapkan kebaikan, meski saat mereka sedang sulit.

10.⁠ ⁠“Jangan hanya berkata ‘jangan’, tapi jelaskan alasannya.”

Anak bukan robot. Mereka butuh penjelasan, bukan sekadar larangan. Ketika kita berkata “jangan main malam-malam,” jelaskan alasannya: karena bahaya, karena kelelahan bisa membuat sakit. Penjelasan adalah jembatan menuju kesadaran. Larangan tanpa alasan hanya melahirkan pemberontakan diam-diam.

11.⁠ ⁠“Jangan rusak jiwaku dengan bentakan setiap hari.”

Setiap bentakan tak hanya melukai telinga, tapi juga menghancurkan harga diri. Anak yang sering dibentak akan tumbuh jadi pribadi yang penakut atau penuh amarah. Sementara kelembutan membentuk mereka menjadi pribadi yang penuh empati.

12.⁠ ⁠“Jangan libatkan aku dalam masalah yang bukan bagianku.”

Saat orang tua bertengkar, marah karena pekerjaan, atau stres karena masalah keuangan, anak sering menjadi tempat pelampiasan. Padahal mereka tak mengerti, tak seharusnya ikut memikul beban itu. Lindungi mereka dari badai orang dewasa. Mereka butuh pelukan, bukan tekanan.

13.⁠ ⁠“Aku hanya ingin disayangi dan dicintai.”

Sebanyak apapun mainan, sebagus apapun sekolah, jika tak disertai cinta dan pelukan tulus, semua itu kosong. Anak hanya butuh satu tempat untuk berteduh: cinta orang tuanya. Jika cinta itu hadir, mereka akan tumbuh kuat, tangguh, dan penuh harapan.

Anak-anak kita tidak menuntut orang tua yang kaya, pintar, atau sempurna. Mereka hanya ingin didengarkan, dipeluk, dan dihargai. Mereka hanya ingin tempat di hati kita. Maka dengarkanlah suara mereka—sekalipun tak terucap. Tanyakanlah pada diri sendiri setiap hari: “Sudahkah aku menjadi tempat yang nyaman untuk anakku pulang?”

Karena kelak, ketika mereka dewasa, mereka akan mencintai kita dengan cara yang sama seperti dulu kita mencintai mereka—atau melukai kita dengan cara yang sama seperti dulu kita tak sengaja melukai mereka.

Mari kita bertumbuh, bersama mereka. Bukan sebagai penguasa, tapi sebagai sahabat jiwa. (*)

Forum Dosen Lintas Perguruan Tinggi Kritik Penanganan Kekerasan Seksual di Kampus

YOGYAKARTA, JAKARTAMU.COM | Penanganan kasus dugaan kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi dinilai belum sepenuhnya menjunjung keadilan prosedural dan...
spot_img

More Articles Like This