ANAK-anak kecil riuh bermain di PAUD Putri Nasyiah, Jalan Kayu Manis, Matraman, Jakarta Timur. Ada yang bernyanyi, ada yang tertawa lepas sambil memegang tangan temannya. Di sela keriuhan mereka, hadir sosok dewasa yang tak sekadar datang sebagai tamu undangan, tetapi benar-benar turun tangan meramaikan suasana.
Dia adalah Hj. Masmidah Abdul Mu’ti, Pembina Dharma Wanita Persatuan Kemendikdasmen RI. Pada peringatan Hari Anak Nasional (HAN) 2025 yang digelar Selasa (29/7/2025). Masmidah tidak berpidato panjang.
“Mendidik anak memang harus sabar. Pada kesempatan acara ini, walaupun dihadiri oleh anak-anak, mereka tidak harus mendengarkan kita. Biarkan mereka tetap bermain dengan bahagia,” ujarnya.
Hari itu, Masmidah tidak hanya memberi wejangan kepada para guru dan orang tua, tapi juga ikut larut dalam suasana: bernyanyi, ikut senam sehat, bahkan menyemangati anak-anak yang tengah menjalani pemeriksaan kesehatan. Ia ingin menunjukkan bahwa kegembiraan bisa menjadi bentuk perlindungan pertama bagi anak-anak, terutama di usia dini.

Peringatan HAN di PAUD Putri Nasyiah tidak hanya berisi hiburan. Ada kehadiran penting dari tim kesehatan Rumah Sakit Islam Pondok Kopi yang memberikan layanan pemeriksaan gratis bagi seluruh peserta didik. Kegiatan ini menjadi bagian dari program nasional untuk menekan angka stunting dan melindungi anak-anak dari penyakit menular yang mengancam tumbuh kembang mereka.
Dua program strategis Kementerian Kesehatan, intervensi pencegahan stunting dan perlindungan dari penyakit berbahaya, diintegrasikan secara nyata lewat pelayanan yang diberikan RSI Pondok Kopi, salah satu Amal Usaha Muhammadiyah di bidang kesehatan. Kolaborasi antara lembaga pendidikan, tenaga medis, dan pemerintah berwujud langkah konkret membangun lingkungan tumbuh yang sehat dan aman bagi anak Indonesia.
Direktur PAUD, Dr. Nia Nurhasanah, turut mendampingi Masmidah dalam kegiatan tersebut bersama tim dari Kemendikdasmen dan Kementerian Sosial RI. Kehadiran para pemangku kepentingan ini menunjukkan bahwa perlindungan anak tidak cukup hanya dengan retorika kebijakan—ia harus diwujudkan dalam tindakan nyata di lapangan, dimulai dari satuan pendidikan paling dasar. (*)