Minggu, Juli 27, 2025
No menu items!

Jadi Rumah 77 Ular Berbisa, Indonesia Butuh Banyak Dokter Spesialis Bisa Ular

Must Read

RAFA, bocah 11 tahun asal Pekalongan, akhirnya menyerah setelah sebulan berjuang melawan bisa ular weling yang menggigitnya saat tidur. Ia mengembuskan napas terakhir di RSUP Dr. Kariadi, Semarang, pada Minggu, 20 Juli 2025 dini hari.

Ular weling yang menggigit Rafa hanyalah satu dari beragam jenis ular berbisa. Indonesia sendiri dikenal sebagai rumah bagi ratusan spesies ular, termasuk 77 jenis ular berbisa yang tersebar dari Sumatera hingga Papua. Di satu sisi fakta tersebut adalah keanekaragaman hayati yang patut disyukuri. Tetapi di sisi lain Indonesia sedang menghadapi krisis atas potensi bahaya yang dapat ditimbulkan.

Kasus Rafa setidaknya menyimpulkan minimnya ketersediaan antibisa yang efektif untuk kasus gigitan ular. Banyak rumah sakit di daerah tidak memiliki stok antibisa yang cukup. Kalaupun tersedia, sering kali sudah kedaluwarsa karena jarang digunakan dan tidak masuk dalam skema pengadaan obat yang menguntungkan rumah sakit.

Situasi ini diperparah oleh fakta bahwa Indonesia hingga kini hanya memiliki satu dokter spesialis toksinologi ular berbisa.

“Selama ini belum ada program nasional dari Kementerian Kesehatan yang secara khusus menangani kasus gigitan ular berbisa,” ujar dr. Tri Maharani dalam sebuah pelatihan penanganan korban gigitan ular di kantor BPBD Pemprov DKI Jakarta, 13 Oktober 2019 silam.

Menurut dr. Tri, penanganan pertama yang salah justru menjadi penyebab utama tingginya angka kematian korban gigitan ular. “Banyak orang, termasuk tenaga medis, masih salah kaprah. Mereka mengikat atau menyayat luka dan menyedot darahnya, padahal itu justru membahayakan,” jelasnya.

Ia menegaskan bahwa racun ular berbisa tidak menyebar melalui pembuluh darah, melainkan lewat sistem getah bening. Karena itu, penanganan pertama yang tepat adalah melakukan imobilisasi, yaitu menghentikan pergerakan anggota tubuh yang tergigit. “Gunakan kayu, bambu, atau kardus seperti membidai patah tulang, lalu pastikan korban tidak bergerak. Jangan panik. Segera bawa korban ke fasilitas medis dengan tandu atau digotong,” ujarnya.

Sebagian besar korban meninggal bukan karena racun ular terlalu mematikan, tetapi karena penanganan pertama yang keliru. Lebih menyedihkan lagi, hingga kini belum ada regenerasi dokter di bidang toksinologi ular berbisa.

“Di negara dengan 77 jenis ular berbisa dari sekitar 370 spesies yang ada, mengapa hanya satu dokter yang menangani ini?” ucap dr. Tri, mempertanyakan komitmen sistem kesehatan nasional dalam isu yang mematikan ini namun nyaris tak terdengar. (*)

Warga Pulau Tidung Antusias Ikuti Kampanye Kesehatan Muhammadiyah

KEPULAUAN SERIBU, JAKARTAMU.COM | Lebih dari 200 warga Pulau Tidung, Kepulauan Seribu, mengikuti pemeriksaan kesehatan gratis yang digelar Majelis...

More Articles Like This