Jumat, Juli 11, 2025
No menu items!

Dunia Tempat untuk Menahan Diri

Must Read

HIDUP di dunia tak pernah lepas dari ujian. Setiap hari kita berhadapan dengan pilihan-pilihan: yang halal dan yang haram, yang baik dan yang buruk. Dalam keadaan seperti ini, setiap mukmin sejatinya sedang “berpuasa” — bukan hanya dari makanan dan minuman, tapi dari segala sesuatu yang dimurkai oleh Allah.

Ibnu Rajab al-Hanbali pernah berkata:

صم الدُّنْيا، واجعل فطرك المَوْت.

“Berpuasalah di dunia, dan anggaplah kematian sebagai saat berbukamu.”

Menurut Ibu Rajab, dunia bagi orang-orang yang bertakwa adalah ibarat bulan Ramadan yang panjang. Mereka menahan diri dari syahwat dan larangan. Ketika kematian datang, di situlah waktu berbuka, saat perjumpaan dengan kebahagiaan yang abadi.

Ungkapan itu mengandung makna bahwa hidup ini adalah tempat untuk berlatih menahan diri. Segala keinginan yang menyimpang, godaan duniawi yang menyesatkan, semuanya adalah bagian dari ujian. Dan bagi yang bisa melewatinya dengan sabar, ada “hari raya” yang menanti di akhir perjalanan: surga.

Dalam Al-Baqarah ayat 183, Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa.”

Ayat ini mengajarkan bahwa tujuan puasa bukan semata menahan lapar dan haus. Lebih jauh dari itu, puasa adalah latihan untuk membentuk kesadaran. Orang yang berpuasa dengan benar akan lebih hati-hati dalam berbicara, lebih kuat dalam menolak godaan, dan lebih lembut dalam bersikap. Ia belajar bahwa tidak semua keinginan harus dituruti.

Kematian adalah akhir dari masa latihan itu. Di titik itulah semua amal terhenti, kecuali yang masih terus mengalir: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakan.

Rasulullah SAW bersabda:

إذا مات ابن آدم انقطع عمله إلا من ثلاث: صدقة جارية، أو علم ينتفع به، أو ولد صالح يدعو له.

“Jika anak Adam meninggal, maka terputuslah amalnya kecuali tiga: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang mendoakannya.”

Hadis ini mengingatkan bahwa waktu kita terbatas. Dunia bukan tempat tinggal yang kekal. Karena itu, selagi nafas masih berhembus, marilah kita manfaatkan hidup ini untuk memperbanyak kebaikan. Menahan diri dari maksiat adalah bagian dari ibadah. Menjaga lisan, menundukkan pandangan, dan menolak bisikan hati yang keliru, semuanya adalah bentuk “puasa” yang sejati.

Jika kita bisa hidup dengan kesadaran seperti itu, maka ketika ajal datang, kita menyambutnya bukan dengan ketakutan, melainkan dengan rasa lega. inilah saatnya berbuka. Saatnya merayakan hasil dari segala kesabaran yang kita jalani selama hidup di dunia.

Semoga Allah menguatkan langkah kita untuk terus menahan diri, menjauh dari yang haram, dan semakin mendekat kepada-Nya. Semoga kita tergolong orang-orang yang berhasil menjalani “puasa di dunia” dan berbahagia ketika tiba waktu berbuka di akhirat. Aamiin. (*)

Terpilih sebagai Ketua IKA UM Surabaya, Suli Da’im Janji Perkuat Jejaring Alumni

SURABAYA, JAKARTAMU.COM | Anggota Komisi E DPRD Jawa Timur Dr. Suli Da’im, S.Pd., S.M., M.M., terpilih sebagai Ketua Ikatan...

More Articles Like This