SEBAGIAN umat Islam seringkali mencampuradukkan antara al-rafadh (berpaham Rafidah) dan al-tasyayyu’ (berpaham Syiah). Mereka tidak bisa membedakan kedua istilah tersebut. Ini disebabkan ketidakpahaman tentang akidah mereka sendiri.
Mahmud az-Zaby mengatakan karena ketidaktahuan itu, pulalah yang membuat mereka menganut paham yang berlawanan dengan akidah ulama salaf. Misalnya, tanpa disadari, mereka menganut ajaran kaum Rafidah, Qadariyah, Khawarij dan Jahamiyah.
“Bahkan, ketidaktahuan itu berakibat buruk. Mereka telah menjadi penganut fanatik,” ujarnya dalam buku berjudul “Al-Bayyinat, fi ar-Radd’ ala Abatil al-Muraja’at” yang diterjemahkan Ahmadi Thaha dan Ilyas Ismail menjadi “Sunni yang Sunni — Tinjauan Dialog Sunnah-Syi’ahnya al-Musawi” (Pustaka, 1989).
Pengertian Etimologi
Menurut bahasa, rafadh berarti meninggalkan, menyempal. Sedangkan al-Rafidhah berarti: sempalan atau salah satu golongan (firqah) dari Syiah. Menurut al-Ashmu’i, disebut demikian, karena mereka menyempal dari salah seorang imam Syiah, yaitu Zayd ibn Ali.
Tasyuyyu’, menurut bahasa berarti sikap menganut atau mendukung. Syi’at al-rijal berarti penganut dan pendukung seseorang. Jadi, kata-kata tasyayya’arrajul, artinya; seorang lelaki menganut paham Syiah.
Setiap masyarakat memiliki sesuatu pandangan. Sebagian mereka mengikuti pendapat yang lain. Mereka adalah satu kelompok, seperti firman Allah: “Sebagaimana dilakukan terhadap orang-orang yang serupa dengan mereka pada masa lalu.” (QS Saba’; 34:54)
Menurut Mahmud az-Zaby, ada perbedaan yang mencolok antara kedua istilah tersebut. “Ini perlu kita ketahui, bila hendak menolak tuduhan palsu kaum Rafidah terhadap kaum Sunni,” ujarnya.
Kaum Rafidhah selalu mengacaukan pengertian rafadh di kalangan umat Islam, dan menyelewengkan makna kecintaan umat kepada keluarga Nabi. Ini mereka lakukan untuk merusak kesucian Islam dengan syi’ar yang palsu.
Menurut syari’at agama, istilah rafadh berarti sikap memuliakan ‘Ali ibn Abi Thalib lebih dari Abu Bakar Ash-Shiddiq dan ‘Umar bin Khattab. Menurut mereka, ‘Ali lebih utama dibanding mereka berdua. Karena itu, ‘Ali lebih pantas menduduki kursi kekhalifahan. Dalam hal ini, mereka tidak sampai mencaci maki Abu Bakar dan ‘Umar.
Tapi, bila sikap tersebut diikuti oleh rasa benci kepada Abu Bakar dan ‘Umar, atau malah memaki mereka, ini disebut rafadh ekstrim. Jika sikap ini diikuti pula dengan kepercayaan bahwa ‘Ali ibn Abi Thalib atau keturunannya akan muncul kembali ke dunia setelah mereka wafat, maka inilah rafadh yang paling ekstrim.
Sedangkan istilah tasyayyu’, menurut syari’at agama berarti sikap mencintai ‘Ali ibn Abi Thalib dan memandangnya lebih utama dari para sahabat Nabi yang lain –kecuali Abu Bakar dan ‘Umar. Jika ‘Ali lebih ditokohkan daripada Abu Bakar dan ‘Umar, maka itu namanya paham rafadh.
Ibnu Hajar dalam Fathul Bari menyebut Tasyayyu’ adalah sikap mencintai ‘Ali dan memandangnya lebih utama dari para sahabat lain. Dan bila di antara sahabat-sahabat itu termasuk Abu Bakar dan ‘Umar, maka tasyayyu’nya ekstrem, dan biasanya disebut paham Rafidah.
Hanya saja jika sikap tadi tidak memandang ‘Ali lebih utama daripada Abu Bakar dan ‘Umar, maka itu hanya disebut Syi’ah. Namun, jika sikap tersebut ditambah rasa benci dan makian terhadap Abu Bakar dan ‘Umar, maka itu menjadi paham rafadh ekstrem.
“Kalau kemudian dilengkapi dengan kepercayaan bahwa Ali bakal muncul kembali ke dunia, maka rafadh-nya menjadi sangat ekstrem,” ujarnya.