TANGERANG SELATAN, JAKARTAMU.COM | Manajemen kinerja dalam organisasi merupakan amanah yang harus diemban dengan penuh tanggung jawab. Demikian ditegaskan Wakil Ketua Biro Pengembangan Organisasi PP Muhammadiyah, Prof. Dr. Ir. Sukamta, ST, MT, IPM, saat membuka Pelatihan Penggerak Madya Persyarikatan untuk Sekretaris dan Bendahara se-PWM DKI Jakarta di Training Center Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Jumat (16/5/2025).
Dalam sesi materi Manajemen Kinerja Organisasi Muhammadiyah, Sukamta mendorong optimalisasi kinerja berbasis nilai-nilai Islam. Menurut dia, manajemen kinerja yang baik tidak hanya efektif secara struktural, tetapi juga kokoh secara spiritual. “Manajemen kinerja bukan sekadar alat ukur teknis, tapi harus menjamin kontribusi optimal kita terhadap visi dan misi Muhammadiyah. Semua itu harus berakar pada nilai-nilai Islam,” ujarnya.
Sukamta menjelaskan bahwa prinsip Fikih Tata Kelola menjadi fondasi utama dalam praktik manajemen kinerja di Muhammadiyah. Tiga nilai yang harus dijunjung tinggi adalah amanah (kepercayaan), akuntabilitas (pertanggungjawaban), dan transparansi (keterbukaan). “Dalam mengemban tugas, kita harus menjadi pribadi yang amanah dan mampu mempertanggungjawabkan setiap langkah. Transparansi adalah bagian dari tanggung jawab itu,” jelasnya.
Pelatihan ini bertujuan memberikan pemahaman mendalam mengenai konsep dasar manajemen kinerja di lingkungan Muhammadiyah. Para peserta dibekali keterampilan untuk menurunkan sasaran organisasi menjadi sasaran individu, serta melaksanakan pemantauan dan evaluasi kinerja secara transparan dan akuntabel. “Kita ingin membangun budaya organisasi yang sehat, yang mampu mengintegrasikan nilai Islam ke dalam praktik sehari-hari,” tambah Sukamta.
Dia juga menjelaskan, manajemen kinerja terdiri atas empat komponen utama. Pertama, penetapan sasaran, di mana sasaran organisasi perlu dicascading menjadi sasaran unit kerja dan individu. Kedua, penyusunan indikator kinerja yang harus memenuhi prinsip SMART, yaitu Specific, Measurable, Achievable, Relevant, dan Time-bound. Ketiga, monitoring dan umpan balik secara berkala untuk meninjau kemajuan. Dan keempat, evaluasi kinerja yang menjadi bahan perbaikan berkelanjutan.
Sukamta menggarisbawahi bahwa indikator kinerja yang SMART adalah syarat mutlak agar pengukuran dapat dilakukan secara objektif. “Indikator yang tidak jelas hanya akan menimbulkan multitafsir dan kesalahpahaman dalam evaluasi. Maka, kita harus tegas dan transparan sejak awal,” tegasnya.