TANGERANG SELATAN, JAKARTAMU.COM | Wakil Ketua Biro Pengembangan Organisasi Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof. Dr. Ir. Sukamta, ST, MT, IPM, menegaskan pentingnya budaya organisasi yang kuat sebagai kunci efektivitas dakwah Muhammadiyah. Hal ini disampaikan dalam sesi materi Pelatihan Penggerak Madya Persyarikatan untuk Sekretaris dan Bendahara se-PWM DKI Jakarta di Training Center Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Jumat (16/5/2025).
Menurut Sukamta, Muhammadiyah sebagai organisasi besar yang telah berdiri sejak tahun 1912 senantiasa menghadapi dinamika perubahan. Perubahan tersebut, jika dilakukan secara terencana dan sistematis, justru akan memperkuat budaya organisasi yang selaras dengan nilai-nilai Islam.
Ia mengutip ayat Al-Qur’an dalam surat Ar-Ra’d ayat 11 yang berbunyi, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.” Ayat ini, menurutnya, menjadi landasan spiritual bahwa perubahan internal adalah syarat bagi perubahan eksternal yang positif.
Dalam konteks organisasi, Sukamta menjelaskan bahwa keberadaan strategi sangatlah vital. Organisasi adalah wadah sekelompok orang yang bekerja secara rasional dan sistematis untuk mencapai tujuan bersama. Karena itu, strategi dibutuhkan untuk mengarahkan pemanfaatan sumber daya, baik manusia, waktu, biaya, alat, sistem, maupun proses kerja, secara efektif dan efisien. Strategi pun harus mampu memberikan batasan yang jelas tentang apa yang harus dan tidak boleh dilakukan.
Sukamta menekankan bahwa budaya organisasi Muhammadiyah berakar pada prinsip-prinsip Islam seperti tauhid yang murni, amal shalih yang tulus, kerja keras, profesionalisme, serta semangat berjamaah dan ukhuwah Islamiyah. Budaya ini tidak hanya menjadi fondasi moral, tetapi juga menjadi pendorong kinerja organisasi yang progresif dan berkemajuan.
Ia menjelaskan bahwa ciri dan manhaj Islam Berkemajuan yang menjadi panduan Muhammadiyah mencakup prinsip-prinsip seperti berlandaskan tauhid, bersumber pada Al-Qur’an dan Sunnah, menghidupkan semangat ijtihad dan tajdid, serta menyebarkan moderasi (wasathiyah) dan rahmat bagi seluruh alam. Sementara itu, manhaj berkemajuan Muhammadiyah menggunakan pendekatan bayani (teks), burhani (rasional), dan irfani (intuisi), serta terbuka terhadap perbedaan dan tidak terikat pada mazhab tertentu.
Lebih lanjut, Sukamta menyampaikan bahwa efektivitas perubahan organisasi Muhammadiyah akan lebih optimal jika budaya organisasi yang dibangun memiliki kekuatan mendekati maksimal (menggunakan pendekatan Borg) dan mampu mengintegrasikan empat indikator utama MSC (Muhammadiyah Scorecared).
Keempat indikator tersebut mencakup perspektif persyarikatan, perspektif masyarakat, kontribusi organisasi, serta pengelolaan dan pengembangan. Optimalisasi masing-masing indikator ini, ujarnya, akan memperkuat kapasitas perubahan organisasi menuju arah yang lebih baik.
Sukamta pun mengutip sabda Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan Abu Daud: “Sesungguhnya Allah akan mengutus untuk umat ini pada setiap seratus tahun seseorang yang akan memperbaharui agama mereka.”
Hadis ini, kata dia, memperkuat spirit tajdid yang menjadi karakter utama gerakan Muhammadiyah. Dengan budaya organisasi yang kuat dan strategi perubahan yang jelas, dakwah Muhammadiyah akan semakin efektif dalam menjawab tantangan zaman.