HIDUP ini adalah perjalanan menuju Allah. Dalam setiap persimpangan pilihan, ada jalan kebaikan yang menuntun kepada cahaya dan ada pula jalan keburukan yang menjerumuskan ke dalam gelap gulita. Seorang hamba yang diberi akal, hati, dan petunjuk dari wahyu semestinya mampu membedakan dua jalan ini. Namun, kenyataan sering kali tak seindah teori. Banyak orang menutup pintu kebaikan dengan sengaja atau karena lalai, dan akhirnya terperosok ke dalam keburukan yang tak berujung. Ini bukan sekadar kemungkinan, tetapi sunnatullah yang pasti berlaku.
Allah Ta’ala berfirman:
وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
“Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (QS. Thaha: 124)
Ketika hati berpaling dari zikir kepada Allah, dari wahyu, dari shalat, dari tadabbur, dari majelis ilmu, maka ia tidak akan dibiarkan kosong. Ia akan diisi oleh sesuatu. Dan apa yang mengisinya jika bukan zikir kepada Allah? Maka tak lain adalah kegelisahan, kebingungan, dan kekosongan jiwa yang dibajak oleh hawa nafsu dan tipu daya dunia. Inilah salah satu rahasia yang dijelaskan dalam firman-Nya:
نَسُوا اللَّهَ فَأَنسَاهُمْ أَنفُسَهُمْ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
“Mereka telah lupa kepada Allah, maka Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang fasik.” (QS. Al-Hasyr: 19)
Ketika seseorang meninggalkan pintu kebaikan—berupa ibadah, menuntut ilmu, membantu sesama, menjaga lisan, memelihara hati, maka ia tidak akan tetap netral. Ia akan terseret arus keburukan. Jika tidak digunakan untuk dzikir, lidah ini akan banyak berdusta. Jika tidak dipakai untuk memandang ayat-ayat Allah, maka mata ini akan menatap aurat, kemaksiatan, dan dunia secara berlebihan. Jika waktu tidak diisi dengan amal saleh, maka ia akan dipakai untuk lalai, tidur panjang, berbicara sia-sia, bahkan ghibah dan maksiat.
Syaikh As-Sa’di rahimahullah menjelaskan makna ini dalam tafsirnya saat menjelaskan perilaku Bani Israil yang menolak Nabi dan kitab mereka sendiri:
“Siapa yang meninggalkan sesuatu yang bermanfaat padahal ia mampu mengambil manfaat darinya, maka ia akan diberi ujian dengan sesuatu yang merugikannya. Siapa yang meninggalkan cinta, takut, dan harap kepada Allah, maka ia akan diuji dengan cinta, takut, dan harap kepada selain Allah. Siapa yang tidak menginfakkan hartanya di jalan Allah, maka ia akan menginfakkannya di jalan setan. Siapa yang enggan merendahkan dirinya di hadapan Allah, maka ia akan dihinakan di hadapan makhluk. Siapa yang meninggalkan kebenaran, maka ia akan diuji dengan kebatilan.” (Tafsir As-Sa’di: hlm. 60)
Inilah keadilan Allah. Barang siapa menutup satu pintu, maka akan terbuka pintu lainnya, yang mungkin membawa malapetaka jika itu bukan jalan-Nya. Maka jangan kita kira bahwa meninggalkan amal kebaikan hanyalah soal “tidak sempat” atau “nanti saja.” Bisa jadi, penundaan itu membuka celah bagi masuknya syahwat dan syubhat ke dalam hati yang lambat laun mengeras.
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ تَرَكَ شَيْئًا لِلَّهِ عَوَّضَهُ اللَّهُ خَيْرًا مِنْهُ
“Barang siapa meninggalkan sesuatu karena Allah, maka Allah akan menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik.” (HR. Ahmad, no. 22565. Shahih)
Hadis ini menekankan bahwa kebaikan tidak akan pernah sia-sia. Justru setiap pilihan untuk mendekat kepada Allah akan mendatangkan ganti yang lebih mulia, walau kadang tak kasat mata. Sebaliknya, meninggalkan kebaikan karena malas, takut, atau sibuk, akan membuka jalan ke arah yang gelap. Maka jangan remehkan satu kebaikan pun. Karena satu pintu yang ditutup bisa membuka seribu keburukan yang tak pernah kita perhitungkan sebelumnya.
Sungguh, siapa yang hari ini menutup pintu shalat karena malas, mungkin esok hatinya tertarik kepada kebebasan berpikir ala kaum sekuler. Siapa yang meninggalkan tilawah Al-Qur’an karena sibuk, mungkin akan sibuk membaca novel penuh syahwat. Siapa yang menolak untuk berinfak hari ini, mungkin besok akan boros di jalan-jalan yang sia-sia, bahkan untuk hal maksiat.
Allah Ta’ala memberi petunjuk dengan ayat:
فَخَلَفَ مِن بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا
“Maka datanglah setelah mereka, pengganti (yang buruk) yang menyia-nyiakan shalat dan mengikuti syahwat, maka mereka kelak akan menemui kesesatan.” (QS. Maryam: 59)
Tinggalkan shalat, maka jalan berikutnya adalah syahwat. Abaikan ilmu, maka akan menyusul kesombongan. Takut beramal, maka datanglah penyesalan. Itulah hukum kehidupan.
Maka, jika hari ini masih ada waktu untuk membuka pintu kebaikan, jangan tunda. Bukalah meski terasa berat. Dekatkan diri pada Allah meski terasa lambat. Karena jika kita menutup satu pintu cahaya, maka bersiaplah menghadapi gelap yang perlahan menyergap.
Dan jangan pernah meremehkan awal dari kerusakan. Karena sering kali, lubang keburukan itu dimulai dari keputusan kecil untuk menutup satu pintu kebaikan.
اللهم اجعلنا من الذين إذا فُتِح لهم باب خير لم يغلقوه، وإذا أُغلق عنهم باب شر لم يسعوا إليه أبدا
“Ya Allah, jadikanlah kami orang-orang yang jika dibukakan pintu kebaikan, mereka tidak menutupnya, dan jika ditutupkan dari mereka pintu keburukan, mereka tak pernah mencarinya kembali.”