JAKARTAMU.COM | Di tengah guncangan ekonomi global dan kompetisi industri jasa keuangan yang makin ketat, industri keuangan syariah nasional diam-diam melaju dengan tenang, tapi pasti. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, sepanjang 2024, aset keuangan syariah di luar kapitalisasi saham syariah tembus Rp2.883,67 triliun, melonjak 11,67 persen dibanding tahun sebelumnya.
Angka itu bukan sekadar statistik kosong. Di baliknya, ada kerja panjang, ekosistem yang mulai solid, dan momentum positif yang harus dijaga. “Kinerja ekonomi nasional harus terus mempertahankan pertumbuhan yang stabil. Dan salah satu pilar pentingnya adalah keuangan syariah,” ujar Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, dalam peresmian Komite Pengembangan Keuangan Syariah (KPKS) dan peluncuran Laporan Keuangan Syariah Indonesia (LPKSI) 2024 di Jakarta, Selasa, 8 Juli 2025.
Sejumlah data lain mengonfirmasi geliat industri ini. Total aset perbankan syariah meningkat hampir 10 persen, menembus Rp980,29 triliun, dengan pangsa pasar yang juga naik menjadi 7,72 persen. Sektor pasar modal syariah mencatat kapitalisasi Rp6.825,3 triliun, tumbuh 11,05 persen sepanjang tahun lalu.
Kinerja positif itu tak berhenti di level nasional. Indonesia juga kini duduk di peringkat ke-4 dunia pada Islamic Finance Development Indicator 2024, serta peringkat ke-3 dalam Global Islamic Fintech Report. Dua pengakuan internasional yang, kata Mahendra, “mengingatkan kita untuk tak berpuas diri”.
Platform Kolaborasi Baru
Pertumbuhan industri ini memang menjanjikan, tapi tantangannya pun tak kecil. Regulasi, sinergi kebijakan, hingga literasi masyarakat masih perlu didorong. Untuk itulah OJK meluncurkan motor baru bernama Komite Pengembangan Keuangan Syariah (KPKS).
Dibentuk sebagai pengganti Komite Perbankan Syariah, KPKS dirancang menjadi platform kolaborasi lintas pemangku kepentingan — regulator, pelaku industri, akademisi, hingga masyarakat. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK yang juga Ketua KPKS, Dian Ediana Rae, menyebut pembentukan komite ini sebagai amanat Undang-Undang No. 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan.
Strukturnya “compact tapi komprehensif”, ujarnya. KPKS memiliki tiga tujuan utama: meningkatkan akuntabilitas dan transparansi, mempercepat penyusunan regulasi berbasis prinsip syariah, serta mendukung integrasi kebijakan OJK di sektor keuangan syariah. Tak hanya memberi masukan strategis, KPKS juga membantu koordinasi langsung dengan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI).
Keanggotaan KPKS sendiri memadukan unsur internal OJK dari berbagai departemen dengan para pakar eksternal ekonomi dan keuangan syariah.
Membaca Arah Kebijakan
Bersamaan dengan peresmian KPKS, OJK juga merilis Laporan Perkembangan Keuangan Syariah Indonesia (LPKSI) 2024, yang mengangkat tema transformasi arah kebijakan. Sejak pertama kali terbit pada 2013, LPKSI menjadi semacam barometer tahunan: mengukur denyut sektor ini dari perbankan, pasar modal, asuransi, dana pensiun, hingga modal ventura berbasis syariah.
Laporan tahun ini menunjukkan pertumbuhan positif di semua subsektor. Industri Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) syariah tumbuh 7,89 persen, mencapai Rp67,16 triliun. Sementara industri Pembiayaan, Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Jasa Keuangan Lainnya (PVML) syariah meningkat 9,75 persen, menjadi Rp112,91 triliun.
Yang menarik, LPKSI juga menegaskan strategi besar untuk memperkuat industri ini di masa depan. Salah satunya, mempercepat spin-off unit-unit syariah di industri asuransi umum dan jiwa sebelum 2026, demi menciptakan sistem yang lebih mandiri dan efisien.
Sinergi sebagai Kunci
Di balik angka-angka yang mengesankan, Mahendra Siregar mengingatkan bahwa keberhasilan ini bukan hasil kerja satu pihak saja. “Kami mengajak seluruh stakeholders mendukung program KPKS, agar ekosistem ini tumbuh tidak hanya kuantitatif, tapi juga berkualitas,” ujarnya.
Pesan Mahendra itu menggarisbawahi tantangan terbesar sektor ini: menjaga momentum dengan memperkuat pondasi kualitas, bukan sekadar memburu angka.
Keuangan syariah telah menemukan momentumnya. Motor barunya sudah siap melaju. Kini, tantangannya adalah apakah ekosistem yang terbangun mampu menjawab harapan besar: menjadikan prinsip-prinsip syariah bukan hanya jargon, tapi nyata mewarnai ekonomi nasional — dari triliunan rupiah di papan statistik, hingga memberi manfaat nyata bagi masyarakat luas.(*)