Jumat, Juni 13, 2025
No menu items!

Antara Wahyu dan Tafsir: Menimbang Ulang Pandangan Al-Qur’an terhadap Kristen

Sejarawan Skotlandia William Montgomery Watt menyodorkan tafsir segar tentang bagaimana Islam memandang Kristen. Ia menempatkan Nabi Muhammad dalam spektrum kenabian yang historis—bukan sebagai pesaing, tetapi sebagai rekan dalam pewahyuan.

Must Read
Miftah H. Yusufpati
Miftah H. Yusufpati
Sebelumnya sebagai Redaktur Pelaksana SINDOWeekly (2010-2019). Mulai meniti karir di dunia jurnalistik sejak 1987 di Harian Ekonomi Neraca (1987-1998). Pernah menjabat sebagai Pemimpin Redaksi Majalah DewanRakyat (2004), Wakil Pemimpin Harian ProAksi (2005), Pemimpin Redaksi LiraNews (2018-2024). Kini selain di Jakartamu.com sebagai Pemimpin Umum Forum News Network, fnn.co.Id. dan Wakil Pemimpin Redaksi Majalah FORUM KEADILAN.


JAKARTAMU.COM | Pada tahun 1953, seorang teolog asal Skotlandia menyatakan keyakinannya: “Al-Qur’an bukan ciptaan Muhammad, melainkan datang dari luar dirinya.” Nama pria itu William Montgomery Watt. Sejak saat itu, hingga menjelang akhir hayatnya, Watt konsisten mengkaji relasi Islam dan Kristen, dua agama besar yang lahir dari akar wahyu yang sama namun tumbuh dalam medan sejarah yang saling silang.

Dalam bukunya yang diterjemahkan ke Bahasa Indonesia dengan judul Titik Temu Islam dan Kristen: Persepsi dan Salah Persepsi (Gaya Media Pratama, 1996), Watt mengungkapkan bahwa persepsi Al-Qur’an terhadap Kristen sering kali dianggap kurang memadai. Bahkan, dalam beberapa kasus, keliru. Namun bagi Watt, itu bukan cela teologis yang harus ditutup-tutupi, melainkan potongan dari realitas historis yang harus ditafsirkan ulang dengan nalar modern.

“Al-Qur’an berbicara kepada bangsa Arab abad ketujuh, dengan bahasa, nilai, dan horizon pemikiran mereka,” tulis Watt. Karena itu, kata-kata seperti yujiru—yang berarti ‘melindungi dengan baik hati’—tidak akan bisa dimaknai secara utuh oleh pembaca Barat tanpa pemahaman akan tradisi perlindungan dalam masyarakat Arab purba.

Latar dan Bahasa sebagai Lensa Wahyu

Watt membangun gagasan bahwa wahyu tak bisa dilepaskan dari konteks sosial dan linguistik nabi yang menerimanya. Dalam hal ini, Nabi Muhammad menyampaikan risalah dalam kerangka dunia Arab Hijaz. “Wahyu dikondisikan oleh bahasa dan cara berpikir nabi dan kaumnya,” ujar Watt.

Di sinilah, menurutnya, letak persoalan persepsi terhadap umat Kristen dalam Al-Qur’an. Ia tidak menyangkal bahwa terdapat kritik tajam dalam kitab suci Islam terhadap ajaran Kristen. Namun ia juga menyebut bahwa sebagian besar penafsiran kritis terhadap Injil dan Taurat baru dikembangkan oleh ulama setelah wafatnya Nabi Muhammad.

Baginya, itu penting untuk dipahami. “Seperti nabi-nabi lain, Muhammad hidup dalam konteks ruang dan waktu yang spesifik. Maka, tidak semua isi Al-Qur’an bersifat universal—sebagian hanya relevan dengan kondisi Badar dan Uhud,” tulisnya.

Dialog, Bukan Dominasi

Montgomery Watt bukanlah pemuja Muhammad. Ia bukan pula pendakwah Islam. Ia hanya seorang akademisi Kristen yang mencoba mengerti kenabian Muhammad secara historis dan spiritual. Dalam narasinya, ia menolak mentah-mentah narasi Barat yang menuduh Muhammad menciptakan agama untuk kepentingan politik.

“Tidak ada keraguan bahwa Muhammad tulus dan percaya bahwa Al-Qur’an datang dari Tuhan,” katanya. Oleh karena itu, Watt lebih suka menggunakan frasa “Al-Qur’an mengatakan” daripada “Muhammad berkata”.

Ia juga menyentil kaum Kristiani yang terlalu cepat menilai Muhammad sebagai nabi palsu. Justru, katanya, Kristen harus mengakui bahwa Islam muncul sebagai respons terhadap kevakuman spiritual, tak hanya di Makkah, tetapi juga di Afrika Utara dan Persia. “Agama Kristen tidak dapat memenuhi kebutuhan spiritual masyarakat Arab saat itu,” tulisnya, sambil mengutip kasus konversi massal di kawasan Bulan Sabit Subur.

Perlindungan Bagi Minoritas

Salah satu aspek yang dikagumi Watt dari Islam awal adalah kebijakan Nabi Muhammad terhadap umat Kristen dan Yahudi. Melalui konsep ahl al-dzimmah (minoritas terlindungi), Islam memberikan otonomi keagamaan bagi komunitas non-Muslim, selama mereka membayar jizyah—pajak perlindungan.

“Ini merupakan bentuk solusi pragmatis terhadap keragaman agama di bawah negara Islam,” tulis Watt. Ia menyebut bahwa Islam memberikan tempat bagi perbedaan, tanpa harus menghapus identitas keyakinan lain.

Model ini, menurutnya, terinspirasi dari tradisi Arab kuno tentang tanggung jawab suku kuat melindungi yang lemah. Dalam kerangka itu, umat Kristen tidak dipaksa masuk Islam, tidak pula diusir. Mereka diberi ruang untuk hidup berdampingan.

Tuhan yang Sama, Jalan yang Beragam

Watt menutup pemikirannya dengan satu pesan: kekurangan persepsi Al-Qur’an terhadap Kristen tidak berarti Islam salah. Justru, Islam bisa dilihat sebagai perpanjangan pesan Tuhan melalui medium historis yang berbeda.

Ia mencontohkan nabi Hosea dalam Perjanjian Lama yang mengalami pengalaman spiritual melalui pernikahan tragisnya. Begitu pula, pengalaman Muhammad dimasukkan ke dalam wahyu sebagai cara Tuhan berbicara kepada umat,” tulisnya.

Ia mengajak umat Kristen untuk tidak terpaku pada perbedaan terminologis dan dogmatis. Karena pada intinya, semua agama Ibrahim memuliakan Tuhan yang sama, memerintahkan kasih sayang, dan menyerukan keadilan.

Dari buahnya, engkau mengenal pohonnya,” kutip Watt dari Injil Matius. Baginya, fakta bahwa Islam telah membawa kehidupan yang lebih baik bagi jutaan orang, seharusnya cukup menjadi bukti kehadiran Tuhan dalam sejarah Muhammad.

Dari William ke Wawasan

William Montgomery Watt telah tiada. Tapi jejak pemikirannya masih bergema. Dalam zaman ketika politik identitas sering mengeksploitasi agama, kita butuh pandangan-pandangan jernih seperti yang ia sodorkan. Ia tidak berusaha menyamakan, tapi menyambungkan. Ia tidak menghapus perbedaan, tetapi menjembataninya.

Di antara persepsi dan salah persepsi, kebenaran bisa ditemukan, asal kita mau mencarinya bukan dengan prasangka, tapi dengan ketulusan.

Serangan Udara Israel Tewaskan Delapan Warga Palestina di Gaza

JAKARTAMU.COM | Serangan udara membabi buta Israel menewaskan delapan warga Palestina pada Kamis (12/5/2025) sore. Menurut sumber medis, sasaran...
spot_img
spot_img

More Articles Like This