Jumat, Agustus 8, 2025
No menu items!

Babad Sepehi (13): Bisikan di Balik Jeruji

Must Read

DI balik jeruji besi Benteng Vredeburg, keheningan yang mencekam menyelimuti ruang sempit tempat Pangeran Mangkudiningrat ditahan. Suara langkah kaki tentara Inggris yang datang dan pergi, serta desah nafas berat sang pangeran, menjadi irama yang akrab sekaligus menyiksa.

Namun, di tengah kesendirian dan tekanan yang amat berat, bisikan-bisikan kecil mulai muncul. Bukan suara nyata, melainkan gema kenangan dan tekad yang tak pernah padam dalam hatinya.

“Ini bukan akhir, Mangkudiningrat. Kisah kita harus terus hidup, agar kelak ada yang belajar dari luka dan pengkhianatan ini,” bisik suara dalam dirinya.

Hari-hari berlalu, dan Pangeran mulai menerima tamu-tamu rahasia yang berhasil menyelinap ke dalam benteng. Mereka adalah sahabat dan loyalis yang masih setia berjuang, membawa kabar tentang kondisi rakyat dan pergerakan bawah tanah yang terus bertambah.

Suatu malam, seorang pria berjubah lusuh dengan wajah tertutup kedatangan. Dengan hati-hati, ia menyampaikan sebuah gulungan kertas yang disembunyikan di balik jubahnya.

“Ini surat dari para pejuang di luar, Pangeran. Mereka memohon agar Yang Mulia tetap kuat dan menjadi simbol harapan mereka,” katanya lirih.

Pangeran Mangkudiningrat mengangguk dalam keheningan, kemudian membuka gulungan itu. Di dalamnya tertulis rencana perlawanan dan permohonan agar ia dapat memberikan petunjuk dari dalam penjara.

Rasa sakit dan harapan bercampur dalam dada sang pangeran. Ia sadar, walaupun terkurung, perannya belum selesai. Ia harus tetap menjadi api yang menyala dalam kegelapan.

Sementara itu, di Keraton, Sultan Hamengku Buwana III mulai merasakan ketidakstabilan yang semakin mengancam kekuasaannya. Para pejabat dan bangsawan yang dulu mendukungnya mulai meragukan keputusan sang raja yang terlalu bergantung pada Inggris.

Dalam sebuah pertemuan tertutup, beberapa tokoh mulai berbisik tentang kemungkinan perubahan yang bisa mengguncang tatanan yang ada.

Bisikan-bisikan itu semakin keras dan meluas, membawa angin ketidakpastian yang berhembus kencang di sepanjang koridor keraton.

Di antara ketegangan itu, Pangeran Mangkudiningrat memantapkan hati untuk menulis lebih banyak lagi babad dan kisah perjuangan. Ia tahu, suatu hari nanti, cerita ini harus sampai ke tangan generasi mendatang.

(Bersambung seri ke-14: Simpul Perlawanan Terurai)

Tanah Tak Digarap, Negara Berhak Menyita

NEGARA akhirnya bersikap tegas terhadap lahan tidur. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menyatakan akan menyita tanah...

More Articles Like This