JAKARTAMU.COM | Di hadapan tangga-tangga mihrab istana Nabi Daud, dua orang pria saling menunjuk. Salah satu dari mereka mengeluh dizalimi. “Sesungguhnya, saudaraku telah berlaku baghyu padaku,” katanya. Firman Allah dalam Surah Shad itu menggambarkan bagaimana perilaku melanggar hak, baghyu, tidak hanya mengusik keadilan manusia, tapi mengganggu tatanan ilahi.
Di tengah dunia yang semakin terfragmentasi oleh konflik, kesenjangan sosial, dan pertikaian, peringatan Al-Qur’an dalam Surah An-Nahl ayat 90 terasa relevan lebih dari sebelumnya. Allah berfirman:
“Sesungguhnya Allah menyuruh berlaku adil dan berbuat kebajikan… dan melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan baghyu.” (QS. An-Nahl: 90)
Baghyu, dalam tafsir para ulama, bukan sekadar kezaliman biasa. Ia adalah pelanggaran terhadap keseimbangan hak yang dijaga oleh syariat. Ibnu Faris dalam Maqayisul Lughah menyebut akar kata baghyu mencakup dua makna: “mencari” dan “kerusakan.” Ar-Raghib al-Isfahani melengkapinya: “mencari pelanggaran dari sikap tengah yang seharusnya.”
Makna itu terus mekar dalam berbagai ayat. Dalam Surah Al-A’raaf (ayat 33), baghyu tampil sebagai bentuk agresi tanpa alasan yang benar. Dalam Surah Ali Imran (ayat 19), ia menjadi perwujudan hasad Ahlul Kitab yang enggan menerima Islam walau telah datang ilmu pada mereka. Di Surah Yunus dan An-Nur, baghyu bahkan bermetamorfosis menjadi bentuk kemaksiatan dan zina. Baghyu, dalam wujud-wujud itu, tak lain adalah eksploitasi terhadap hak, martabat, dan hukum Tuhan.
Dalam dunia fiqih, istilah baghyu menjadi istilah hukum yang menunjuk kepada pemberontakan terhadap imam atau pemimpin sah. Imam Nawawi dalam Rawdhatut Thalibin menulis bahwa “kelompok bughat adalah mereka yang menolak ketaatan terhadap pemimpin kaum Muslimin tanpa alasan syar’i.”
Baghyu dalam Realitas Sosial
Namun baghyu bukan sekadar peristiwa dalam kitab-kitab. Ia hidup di tengah masyarakat, menyaru dalam banyak bentuk:
- Seorang pria yang merampas harta warisan adik perempuannya, dengan memalsukan dokumen—itulah baghyu.
- Oknum birokrat yang memotong dana bantuan sosial demi proyek politik—itulah baghyu.
- Sekelompok orang yang menyeret opini publik untuk mendeligitimasi kepemimpinan Muslim sah, hanya karena perbedaan selera politik—itulah baghyu.
Nabi Muhammad ﷺ bersabda:
“Sesungguhnya termasuk riba yang paling besar adalah merusak kehormatan seorang Muslim tanpa hak.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Melanggar hak anak yatim, mendzalimi wanita, atau menggunjing sesama Muslim termasuk dalam wilayah dosa ini. Dalam hadis riwayat Abu Hurairah, Rasulullah bersabda: “Ya Allah, aku peringatkan terhadap hak dua orang yang lemah: anak yatim dan wanita.”
Dosa yang Memanggil Bencana
Ulama sepakat, baghyu adalah dosa besar. Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa perbedaan antara itsm (dosa) dan baghyu adalah pada korbannya. “Itsm berkaitan dengan diri pelaku. Sedangkan baghyu, berkaitan dengan hak orang lain.”
Dan inilah yang membuatnya lebih gawat: Allah tidak menunda balasan atas perbuatan baghyu. Dalam hadis riwayat Abu Bakrah, Nabi ﷺ bersabda:
“Tidak ada dosa yang lebih pantas disegerakan balasannya di dunia—bersama dengan balasan di akhirat—daripada baghyu dan memutuskan silaturahim.” (HR. Ahmad, Bukhari, Abu Dawud)
Ulama seperti Al-Hakim dan Adz-Dzahabi menyatakan hadis ini shahih. Dalam dunia yang masih dibingkai oleh keadilan, baghyu mengguncang fondasi sosial. Karena itu, balasannya tidak menunggu Hari Penghakiman.
Penyakit Umat yang Terulang
Apa yang membuat baghyu terus terjadi? Dalam hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah, Nabi menyebut penyakit umat-umat terdahulu yang akan menjangkiti umat Islam: kesombongan, kerakusan, persaingan dunia, hasad, dan akhirnya… baghyu.
Semua berawal dari penyakit hati. Dari ambisi yang tak dikendalikan ilmu. Dari kedengkian yang tak disiram dengan iman.
Islam, sebagai agama yang sempurna, tidak membiarkan satu celah pun bagi baghyu untuk tumbuh. Syariat mengatur hak suami istri, pembagian waris, kepemimpinan politik, transaksi bisnis, hingga adab dalam perbedaan pendapat.
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam…”
(QS. Ali Imran: 19)
Baghyu adalah dosa yang memotong hak dan merobek keadilan. Tapi lebih dari itu, ia adalah virus yang menggerogoti tatanan sosial, mengguncang hubungan antar manusia, dan menantang hukum Tuhan. Ia bisa terjadi dalam sunyi—dalam rapat, dalam nota, dalam suara yang tak terdengar. Tapi balasannya bisa datang cepat, bahkan sebelum azan Zuhur terdengar.