JAKARTAMU.COM | Sebuah klinik milik Perserikatan Bangsa-Bangsa di Kota Gaza kembali menjadi sasaran Israel. Lokasi yang difungsikan sebagai tempat penampungan pengungsi itu dihantam bom jet tempur Israel. Serangan terbaru pada Rabu (6/8/2025) itu melukai puluhan warga Palestina. Ratusan orang lain di dalam klinik yang sedang berlindung, terguncang. Klinik yang semestinya menjadi zona netral dan aman, kini berubah menjadi simbol tragis dari runtuhnya perlindungan sipil dalam konflik bersenjata.
Serangan terjadi setelah pasukan Israel mengeluarkan perintah evakuasi paksa, memaksa ribuan keluarga meninggalkan rumah mereka dan mencari perlindungan di fasilitas PBB. Ironisnya, tempat yang mereka anggap sebagai benteng terakhir justru menjadi sasaran serangan militer. Tidak ada pernyataan resmi mengenai jumlah korban jiwa, namun skala luka dan trauma yang ditinggalkan jelas tak bisa diabaikan.
Kejadian ini bukan sekadar pelanggaran terhadap hukum humaniter internasional—ini adalah pengabaian terang-terangan terhadap prinsip dasar kemanusiaan. Klinik PBB bukan target militer. Menyerangnya berarti mengabaikan konvensi Jenewa, menantang norma global, dan memperlihatkan betapa rapuhnya komitmen terhadap perlindungan warga sipil.
Kecaman internasional pun mengalir deras. PBB dan berbagai organisasi kemanusiaan menyerukan penghentian segera atas serangan yang menyasar fasilitas sipil. Namun, seruan tanpa tindakan hanya akan menjadi gema kosong di tengah reruntuhan Gaza. Dunia internasional dihadapkan pada pertanyaan mendesak: sampai kapan pelanggaran ini akan dibiarkan tanpa konsekuensi?
Warga Gaza tak hanya kehilangan rumah dan keluarga. Lebih dari itu mereka telah kehilangan hak paling mendasar, yaitu hidup aman. Dan, ketika tempat perlindungan berubah menjadi kuburan, maka yang hancur bukan hanya bangunan, tapi juga harapan. (*)