JAKARTAMU.COM | Ketua Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan (BP Taskin) Budiman Sudjatmiko menyatakan setiap ormas Islam memiliki keunikan dalam pengelolaan zakat. Keunikan itu merupakan kekuatan yang sangat dibutuhkan dalam usaha besar pengentasan kemiskinan.
Hal ini disampaikan Budiman dalam pembukaan Rapat Kerja Perkumpulan Organisasi Pengelola Zakat (Poroz) di Hotel Horison Balairung, Jakarta, Jumat (11/7/2025). ”Maka dari tema yang diangkat Rakernas Poroz ini tepat, sejalan dengan apa yang dilakukan BP Taskin,” kata Budiman.
Rapat Kerja Poroz mengangkat tema Sinergi Zakat: Katalisator Transformasi Sosial untuk Ketahanan Ekonomi Umat dalam Mengentaskan Kemiskinan. Menurut Budiman, katalisator transformasi sosial dalam pengentasan kemiskinan merupakan tugas yang dibebankan kepada BP Taskin.
”Tugas kami bukan mencegah orang tenggelam, tapi bagaimana orang tersebut bisa sampai ke pulau tujuan, yaitu kesejahteraan,” ujarnya.
Ormas Islam, kata Budiman, sudah punya dua modal penting yaitu umat sebagai man power (mass) dan aset (money) untuk kerja besar pengentasan kemiskinan. Namun apa yang selama ini telah dilakukan dengan keunikan masing-masing perlu dikolaborasikan dan dikonsolidasikan. ”Aset yang besar kurang membawa manfaat kalau tidak bertemu akses,” katanya.
Ia mencontohkan dua organisasi keagamaan besar NU dan Muhammadiyah. Budiman menilai NU memiliki keunggulan dalam aset mulai dari tanah, pesantren, hingga jumlah umat yang masif. Namun kekuatan aset tersebut belum sepenuhnya bertemu dengan kekuatan akses. Apa saja itu? Teknologi, pendidikan, dan pembiayaan modern. “Aset itu cenderung konservatif, akses sebaliknya lebih progresif,” ujarnya.
Pada sisi inilah, Budiman menilai Muhammadiyah memiliki kekuatan. Lewat jaringan amal usaha seperti sekolah dan rumah sakit, Muhammadiyah telah menjalankan model kewirausahaan sosial yang kini menjadi perhatian global. Budiman melihat model ini sebagai potensi besar jika dipadukan dengan kekayaan aset yang dimiliki NU. ”Baru belakangan ini muncul istilah sociopreneurship. Itu sebenarnya bahasa Indonesianya ya amal usaha itu,” ujarnya.
Budiman mengatakan, perbandingan itu disampaikan bukan untuk menunjukkan superioritas satu pihak atas yang lain, melainkan untuk mengilustrasikan bagaimana kolaborasi dapat menciptakan sistem kerja yang saling melengkapi. Ia pun mendorong Poroz menyusun peta jalan yang terstruktur, termasuk klasifikasi kondisi umat dari tahap miskin hingga mandiri, agar sinergi tidak berhenti di tataran wacana.
Sementara itu, Ketua Umum Poroz K.H. Bukhori Muslim menyampaikan, lembaga-lembaga zakat di bawah Poroz memiliki tujuan yang sama, yaitu mengurangi kemiskinan. Namun selama ini banyak program berjalan sendiri-sendiri. “Padahal tujuannya sama,” katanya. Karena itu dia berharap rapat kerja ini menjadi awal bagi perumusan strategi bersama yang lebih tajam dan terbuka terhadap kolaborasi dengan pemerintah.
Poroz merupakan asosiasi yang terdiri dari sebelas lembaga zakat berbasis ormas Islam: Lazismu, Lazisnu, BMH, Laznas Dewan Dakwah, LAZ Persis, Lazis Wahdah Inspirasi Zakat, Laznas Al-Irsyad, Lazis PUI, LazisKU, Alzis Al Washliyah, dan LAZ Syarikat Islam. Forum ini dibentuk untuk memperkuat kerja-kerja pengelolaan zakat secara kolektif dan terarah, sekaligus membangun koneksi antara kekuatan umat dan kebijakan publik. (*)