KADANG kita terlalu percaya diri dengan amal yang kita lakukan. Puasa sunah, salat malam, sedekah rutin, seolah cukup membuat kita aman dari dosa. Kita merasa lebih baik dari orang lain, padahal iman bisa naik turun, dan ujian setiap orang berbeda. Yang tahu akhir hidup kita hanya Allah.
Setiap orang pernah berbuat dosa. Ada yang terlihat jelas, seperti meninggalkan salat atau berzina. Ada pula yang tersembunyi rapat: riya, ghibah, ujub, atau sombong. Ada orang yang bisa jaga lisan, tapi tak bisa jaga pandangan. Ada yang kuat puasa, tapi berat bersedekah. Kita tidak pernah tahu perjalanan batin seseorang.
Allah ﷻ berfirman:
﴿وَالَّذِينَ يَجْتَنِبُونَ كَبَائِرَ الْإِثْمِ وَالْفَوَاحِشَ إِلَّا اللَّمَمَ ۚ إِنَّ رَبَّكَ وَاسِعُ الْمَغْفِرَةِ﴾
“Dan orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji selain kesalahan-kesalahan kecil. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Luas ampunan-Nya.” (QS. An-Najm: 32)
Jangan buru-buru menilai orang lain dari tampilan luarnya. Bisa jadi, mereka yang tampak bergelimang maksiat justru tengah berjuang keras melawan nafsunya, menangis di malam hari, memohon ampunan kepada Allah.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:
وَكُلُّ مَعْصِيَةٍ عُيِّرْتَ بِهَا أَخَاكَ فَهِيَ إِلَيْكَ، يَحْتَمِلُ أَنْ يُرَادَ بِهَا أَنَّهَا صَائِرَةٌ إِلَيْكَ وَلَا بُدَّ أَنْ تَعْمَلَهَا
“Setiap maksiat yang kamu cela pada saudaramu, maka itu akan kembali padamu. Maksudnya, engkau bisa jadi akan melakukannya juga.” (Madarijus Salikin, 1:176)
Berapa banyak orang yang tampak hina di mata manusia, tapi mulia di sisi Allah. Al-Hasan al-Bashri berkata:
إِنَّ الرَّجُلَ يُذْنِبُ الذَّنْبَ فَلَا يَنْسَاهُ، وَمَا يَزَالُ مُتَخَوِّفًا مِنْهُ حَتَّى يَدْخُلَ الْجَنَّةَ
“Ada seseorang yang pernah berdosa, lalu ia tidak melupakannya. Ia terus merasa takut atas akibatnya, hingga akhirnya masuk surga.”*
(Az-Zuhd, Imam Ahmad no. 338)
Dosa bisa jadi jalan menuju surga—asal diiringi taubat yang tulus, rasa takut kepada Allah, dan semangat memperbaiki diri. Orang seperti ini akan terus mendekat kepada-Nya dengan rendah hati.
Allah ﷻ berfirman:
﴿إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ﴾
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al-Baqarah: 222)
Nabi ﷺ bersabda:
كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ، وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ
“Setiap anak Adam sering berbuat salah, dan sebaik-baik dari mereka yang bersalah adalah yang bertaubat.” (HR. Tirmidzi no. 2499)
Jadi, saat melihat orang lain jatuh dalam maksiat, jangan langsung menghakimi. Bisa jadi, mereka sedang berjuang keras, beristighfar di tengah malam, dan mengetuk pintu langit dengan doa-doa yang tak kita dengar.
Sementara itu, kita yang merasa paling benar, justru bisa tergelincir karena ujub—merasa paling suci, merasa paling aman. Imam Ibnul Jauzi pernah mengingatkan:
“Jangan bangga dengan ketaatanmu. Engkau tak tahu bagaimana akhir hidupmu.”
Allah menilai bukan hanya apa yang terlihat, tapi juga niat, keikhlasan, dan kerendahan hati.
Nabi ﷺ bersabda:
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ
“Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat seberat biji sawi dari kesombongan.” (HR. Muslim no. 91)
Setiap orang punya waktu dan jalan masing-masing menuju Allah. Bisa jadi, orang yang kita remehkan hari ini, kelak lebih tinggi derajatnya di akhirat. Maka daripada sibuk menilai orang lain, lebih baik kita sibuk memperbaiki diri.
Mohonlah petunjuk dan perlindungan kepada Allah agar dijauhkan dari kesombongan dan sikap meremehkan sesama. Semoga kita termasuk orang-orang yang rendah hati, terus belajar, dan wafat dalam keadaan husnul khatimah. Aamiin. (*)