Kamis, Mei 22, 2025
No menu items!
spot_img

Jangan Lagi Ada Kader Muhammadiyah Sakit Sendirian

Must Read

Oleh Lambang Saribuana | Ketua Lazismu DKI Jakarta

SUDAH seharusnya dan sepantasnya, seluruh Pimpinan Muhammadiyah di semua tingkatan mulai ranting, cabang, daerah, wilayah hingga pusat, mendapatkan layanan berobat gratis di rumah sakit milik Persyarikatan. Ini karena Muhammadiyah adalah gerakan yang lahir dari semangat cinta dan pelayanan.

Teologi Al Ma’un yang menjadi landasan cara berpikir Muhammadiyah, mengajarkan bahwa ibadah sejati tidak hanya dan terbatas pada ritual keagamaan. Lebih dari itu, ibadah juga tercermin dalam tindakan sosial, membantu sesama, dan memperjuangkan keadilan sosial.

Zikirnya warga Muhammadiyah adalah mendirikan rumah sakit Islam untuk membantu masyarakat. Zikirnya warga Muhammadiyah adalah mendirikan sekolah dan kampus untuk memberikan pendidikan yang layak buat seluruh umat manusia.

Zikirnya warga Muhammadiyah adalah mendirikan Baitut Tamwil untuk memerangi praktik ribawi dan pinjaman online. Zikirnya warga Muhammadiyah adalah bergerak, dan terus bergerak.

Dari awal berdirinya, rumah sakit-rumah sakit Muhammadiyah bukanlah sekadar fasilitas layanan medis. Dia adalah manifestasi nyata dari nilai-nilai tajdid dan filantropi. Rumah sakit didirikan bukan untuk komersialisasi, melainkan sebagai instrumen dakwah. Perhitungan rugi-untung menjadi prioritas yang terbawah.

Namun hari ini kita harus jujur. Ada kenyataan getir yang mesti diakui bahwa banyak kader Muhammadiyah dari tingkat ranting hingga wilayah, bahkan yang aktif menjadi pengurus, mengalami kesulitan ketika harus berobat di rumah sakit milik Muhammadiyah sendiri. Sampai-sampai ada yang enggan datang ke RSIJ karena merasa tak cukup “punya kedekatan” dengan pimpinan.

Sungguh kenyataan yang ironis. Yang sakit adalah mereka yang selama ini mendedikasikan waktu, tenaga, dan hidupnya untuk menghidupkan Muhammadiyah. Sub komunitas yang tetap memegang teguh pesan Kiai Dahlan: Hidup-hidupilah Muhammadiyah, jangan mencari hidup di Muhammadiyah.

Sebagian warga Persyarikatan memang bisa mendapat layanan gratis, tetapi mekanismenya tidak baku. Mereka memperoleh “keistimewaan” semata-mata karena kedekatan dengan pimpinan persyarikatan.

Kedekatan dan dikenalkan oleh tokoh tertentu bukanlah sistem. Ini keberuntungan personal. Sebagai adalah organisasi besar, modern, dan berbasis nilai, Muhammadiyah seharusnya membangun sistem. Semua kader pada seluruh tingkatan memiliki hak yang sama untuk mendapatkan layanan kesehatan tanpa harus memohon belas kasihan.

Sudah waktunya kita memiliki program Kesehatan untuk seluruh kader Muhammadiyah. Dalam konteks ini, gagasan program Bangsal Lazismu menjadi sangat relevan. Program ini memiliki sistem terstruktur di mana setiap RSIJ menyediakan beberapa ruang atau slot tempat tidur khusus untuk pengurus Muhammadiyah, mulai ranting hingga wilayah. Pengurus yang sakit cukup membawa surat pengantar dari ketua PRM, PCM, PDM atau PWM, dan langsung bisa dirawat.

Untuk biaya, saya sangat meyakini bisa diupayakan dari dana filantropi yang dikelola Lazismu, disokong dana Corporate Social Responsibility (CSR)rumah sakit itu sendiri, dan sedekah warga Persyarikatan.

Sedekah warga persyarikatan jangan dianggap remeh. Bisa dibayangkan jika setiap Jumat pimpinan di setiap tingkatan mencanangkan gerakan sedekah untuk kader yang sakit. Bayangkan saja, tidak usah dihitung angka angkanya.

Ini bukan ide utopis. Yang dibutuhkan hanya kemauan kolektif, keberpihakan nilai, dan keberanian menyusun sistem. Kita bisa membuat dashboard digital sederhana untuk melacak siapa yang dirawat, diagnosisnya, dan siapa yang bertanggung jawab menyalurkan bantuan. Bukankah seharusnya para pejuang dakwah itu tidak perlu bertarung sendirian saat sakit?

Menjemput Spirit Sejarah

Jika menoleh ke belakang, kita mengetahui Kiai Sudja mendirikan PKO (Penolong Kesengsaraan Oemoem) di Muhammadiyah pada 17 Juni 1920. Tanggal bersejarah ini merupakan tonggak dan cikal bakal lahirnya RS PKU Muhammadiyah. Tujuan tidak lain untuk memberikan bantuan sosial dan kesehatan kepada masyarakat, terutama kepada kaum duafa.

Implementasi pengobatan gratis ini bisa kita memulai dari Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DKI Jakarta, yang memiliki empat rumah sakit, yaitu RSIJ Cempaka Putih, RSIJ Pondok Kopi, RSIJ Sukapura, dan RSI Jiwa Jakarta.

Empat rumah sakit ini bisa menjadi cikal bakal digulirkannya gagasan Bangsal Lazismu. Sebuah gagasan bahwa semua pengurus Muhammadiyah di semua tingkatan bisa mendapatkan layanan kesehatan gratis, sebagai cermin diri bagaimana Persyarikatan menghadirkan perlindungan sosial kepada para aktivisnya sendiri.

Muhammadiyah adalah rumah besar dari berjuta kepentingan dan harapan. Rumah ini harus mampu menjadi tempat pulang yang layak, bagi saudara saudara kita yang telah lama menjaga, membangun, dan merawat Persyarikatan.

Kesehatan adalah hak dasar kader dan paling mahal dalam kehidupan. Jika kita mampu menjamin pengobatan kader, artinya kita sudah menjaga Persyarikatan dari bawah. Memastikan bahwa Muhammadiyah akan tetap bertumbuh hingga seribu tahun lagi.

Saatnya kita mengembalikan ruh rumah sakit Muhammadiyah. Saatnya kita menyembuhkan luka para pejuang yang selama ini diam-diam berkorban dan sakit sendirian. Kalau bukan untuk kader, sesungguhnya rumah sakit itu dibangun untuk siapa? (*)

Dua Staf Kedutaan Israel Tewas Ditembak di Dekat Museum Yahudi

JAKARTAMU.COM | Sebuah insiden mengguncang Washington D.C, Amerika Serikat. Dua staf Kedutaan Besar Israel tewas ditembak di dekat Museum...
spot_img
spot_img
spot_img

More Articles Like This