MESIR di bawah Islam pada era Khalifah Umar bin Khattab, setelah pasukan muslim di bawah pimpinan Amr bin Ash mengusir Romawi dari Negeri Piramida itu. Hanya saja, pada era Utsman bin Affan Romawi menyerang Mesir dan mengusir Muslim dari sana.
Kala itu, Amr bin Ash diisitirahatkan oleh khalifah karena dugaan kasus korupsi. Ia tak lagi menjadi penguasa Mesir. Namun, lantaran Romawi merebut Mesir, membuat Utsman bin Affan menanggil kembali Amr bin Ash.
“Kaisar Romawi ini menyiapkan sebuah armada terdiri dari 300 buah kapal lengkap dengan tenaga manusianya, dipimpin oleh Manuel.”
Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul “Usman bin Affan, Antara Kekhalifahan dengan Kerajaan” yang diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah (Pustaka Litera AntarNusa, 1987) mengisahkan Kaisar Konstans II atau Constans II bertekad merebut kembali Mesir saat Khalifah Umar bin Khattab wafat dan digantikan Khalifah Utsman bin Affan.
Kaisar Romawi ini menyiapkan sebuah armada terdiri dari 300 buah kapal lengkap dengan tenaga manusianya, dipimpin oleh Manuel. Pasukan inimenuju ke Aleksandria atau Iskandariyyah.
Gerakan Kaisar Konstan II ini diam-diam dan sangat rahasia sehingga tak diketahui pihak muslim di Mesir maupun Madinah. Dengan muslihat ituKaisar berhasil mengantarkan armadanya sampai ke Iskandariyyah dan mendaratkan pasukannya di kota itu.
Di Iskandariyyah mereka disambut oleh penduduk Romawi yang tinggal di sana dan mereka segera bergabung lalu bersama-sama menuju ke asrama pasukan muslim. Semua penghuni asrama itu mereka bunuh, kecuali beberapa orang yang masih sempat lari.
“Selanjutnya, Manuel dan pasukannya tinggal di ibu kota Mesir itu. Terbayang oleh mereka, bahwa petualangan mereka kini sudah akan berhasil baik dan usaha mengosongkan Muslimin dari Mesir sudah menjadi kenyataan,” tulis .
Pendaratan pasukan Romawi di Iskandariyyah itu jatuh pada bulan-bulan pertama tahun 25 Hijri (664 M), yakni selang setahun dan beberapa bulan sesudah pelantikan Utsman.
Menurut Haekal, hampir semua sumber sepakat tentang tahun itu. Kesepakatan ini menunjukkan bahwa terbunuhnya Khalifah Umar bin Khattab telah membuat kota Konstantinopel berani cepat-cepat menyambut permintaan penduduk Romawi di Iskandariah itu, dengan perkiraan bahwa dengan kematian Umar, kaum muslim sudah kehilangan saka guru dan menamatkan era pembebasan yang pada masanya telah membuat Romawi dan Persia mati akal.
Setelah menguasai Iskandariyyah, pasukan Romawi menyerang kota-kota di sekitarnya dan angkatan bersenjatanya di seluruh Mesir Hilir menjarah gandum, buah-buahan dan harta benda dari desa-desa tanpa ada yang mempertahankan.
“Para pemuka di Madinah sependapat, begitu juga kaum Muslimin di Mesir, bahwa orang yang akan dapat menghadapi situasi yang begitu genting itu hanya Amr bin Ash.”
Rupanya pihak Arab di Mesir serba bingung dan tidak menentu dalam menghadapi situasi ini. Mereka lantas meminta pendapat dan bantuan Khalifah Utsman di Madinah. Para pemuka di Madinah sependapat, begitu juga kaum Muslimin di Mesir, bahwa orang yang akan dapat menghadapi situasi yang begitu genting itu hanya Amr bin Ash.
Namanya saja sudah dapat menggetarkan hati pihak Romawi. Kebijakannya memang sudah mendapat tempat dalam hati rakyat Mesir dan mendapat dukungan.
Oleh karena itu Utsman melimpahkan kepercayaan kepadanya untuk menghadapi pihak Romawi dan mengusirnya dari Mesir seperti yang sudah pernah dilakukannya pertama kali dulu.
Amr tidak ragu untuk melaksanakan perintah Khalifah. Segala kepahitan yang sudah dialaminya dari Khalifah Umar sebelumnya, dan kemudian dari Khalifah Utsman sendiri, tidak membuatnya mundur untuk melaksanakan tugas suci, yakni berjuang demi Allah dan di jalan Allah.
Strategi Amr bin Ash
Amr orang yang tahu benar segala akal bulus pasukan Romawi, dan bahwa mereka sekarang menjelajahi kawasan Mesir Hilir, menjarah dan merampas, memperturutkan segala nafsu kesenangan dengan sepuas-puasnya, sedang rakyat Mesir semua dalam ketakutan menghadapi para penyerang yang kejam itu. Penduduk tak mampu merintangi dan tidak pula membantu mereka, kecuali sebagian kecil.
Ketika itu yang menjadi komandan pasukan di benteng Babilon adalah Kharijah bin Huzafah. Kharijah berpendapat agar Amr segera bertindak dalam menghadapi mereka sebelum datang bala bantuan, kalau tidak rakyat Mesir akan merasa kecewa terhadap pasukan Arab itu dan akibatnya mereka akan bergabung dengan pasukan Romawi. Kalau sudah demikian akan sulit mengadakan perlawanan dan akan membawa akibat yang tidak menyenangkan.
Akan tetapi panglima yang cerdas piawai dan cekatan itu lain lagi pendapatnya. Dia akan membiarkan pasukan Romawi tersebar di seluruh negeri, melakukan tindakan sewenang-wenang sekehendak hatinya dan hidup semaunya. Pada waktu itulah orang-orang Mesir akan makin membenci mereka.
Dalam menjawab permintaan Kharijah agar ia segera menghadapi musuh itu ia menjawab: “Tidak, biarlah mereka yang menghampiri saya. Mereka akan merampasi siapa saja yang mereka jumpai. Mereka akan saling memperlihatkan keburukan mereka sendiri.”
“Amr bin Ash memang lebih mengenal Romawi daripada pihak Romawi sendiri.”
Kata-katanya ini menunjukkan bahwa Amr bin Ash memang lebih mengenal Romawi daripada pihak Romawi sendiri. Ia tahu bahwa mereka memendam kebencian yang luar biasa kepada orang-orang Mesir, sejak Mesir lepas dari tangan mereka. Pasti mereka akan memperlakukan orang-orang Mesir itu dengan cara yang sangat buruk.
Kala itu, pasukan Romawi sedang menjelajahi seluruh Mesir Hilir tanpa menemui perlawanan. Kendati begitu mereka tidak membiarkan orang-orang Mesir hidup damai. Kebalikannya, segala yang ada pada mereka dirampas paksa dan mereka diperlakukan dengan penghinaan yang sangat keji.
Dalam pada itu Amr bin Ash sedang mengatur pasukan dan persiapan perangnya di Babilon. Setelah diketahuinya bahwa pasukan Romawi sudah mendekati Naqyus ia keluar dan sudah siap hendak menghadang mereka. Ia memimpin 15.000 orang dengan kepercayaan bahwa jika mereka tak dapat mengalahkan pasukan Romawi mereka akan terpukul mundur kembali ke Semenanjung Arab dengan membawa malu yang tercoreng di kening karena lari.
Kedua pasukan pun bertemu di bawah tembok-tembok benteng Naqyus di tepi sungai. Setiap prajurit dari kedua pihak – Romawi dan Muslimin – sudah tidak ragu bahwa medan hari ini adalah sangat menentukan. Siapa pun dari kedua kubu itu yang menang berarti yang akan menguasai Mesir dengan segala kemakmuran dan kekayaannya.
Oleh karena itulah pertempuran itu berjalan sengit luar biasa, kedua pihak sudah bertempur mati-matian, kalah menang silih berganti. Melihat sengitnya pertempuran yang sudah begitu memuncak, Amr bin Ash terjun ke tengah-tengah barisan itu; kuda dikendalikannya dan dengan pedang di tangannya ia membabati setiap kepala prajurit Romawi yang dijumpainya.
Sementara dia dalam keadaan itu tiba-tiba kudanya terkena sasaran anak panah, maka dia pun turun dan berjalan kaki sambil terus bertempur dengan semangat tinggi bersama-sama pasukan infanteri. Dia sudah memasang niat, menang atau mati syahid.
Semangat pasukan Romawi dan komandannya tidak pula kurang dari semangat pasukan muslim dan pemimpinnya itu. Kala itu, pasukan muslim sudah mulai kewalahan dan sebagian ada yang lari. Melihat perbuatan mereka itu tekad Amr bin Ash bertambah keras, makin berani dia dan makin gigih untuk menang atau mati syahid.
Melihat apa yang dilakukan pemimpin mereka itu, anak buahnya yang berada di sekitarnya makin berani terjun ke dalam kancah pertempuran yang sudah makin membara itu. Pada saat-saat genting semacam itu kedua pihak memperlihatkan berbagai macam kemampuan dan puncak keberaniannya, sehingga apa yang dicatat oleh sejarah sudah seperti cerita dongeng. (*)