DALAM peluk dunia yang fana,
Musibah menjelma mahkota cahaya.
Tak semua luka adalah cela,
Kadang derita mengantar pada surga.
Saat tawa menyapa di pagi tenang,
Kita lupa: dunia bukanlah tenang.
Di balik nikmat, cobaan benderang,
Mengintai hati yang lengah dan senang.
Allah menguji—bukan sekadar marah,
Tapi mendidik jiwa agar tak parah.
Antara harta, anak, dan megah,
Terselip perangkap yang mudah menyamrah.
Mereka yang sabar saat gelap meraja,
Adalah pemenang di akhir cerita.
Musibah jadi tangga menuju mulia,
Luka jadi do’a, tangis jadi cahaya.
Namun yang larut dalam pesta dunia,
Tak tahu itu istidraj yang menggoda.
Kesenangan dibalut dusta fana,
Seperti madu di cawan berbisa.
Syukur bukan sekadar kata,
Tapi sadar bahwa semua dari-Nya.
Nikmat tak membuat hati buta,
Dan sabar tak mengekang langkah kita.
Mukmin sejati tak goyah dibadai,
Saat bahagia, syukur yang dikibarkan.
Saat derita, sabar yang jadi pelindung damai,
Hingga ridha-Nya tercurah tanpa penghalang.
Maka jangan iri pada dunia yang gemerlap,
Bisa jadi itu jurang yang gelap.
Dan jangan pilu saat langitmu gelap,
Bisa jadi itulah jalan paling mantap.
Karena ujian adalah tanda cinta,
Bagi yang mengerti hakikat makna.
Nikmat dan musibah hanyalah cerita,
Tapi imanlah penentu akhirnya.