Sabtu, Mei 24, 2025
No menu items!
spot_img

Pernikahan Paksa dalam Pandangan Islam: Antara Hukum, Hak, dan Keadilan

Must Read
Miftah H. Yusufpati
Miftah H. Yusufpati
Sebelumnya sebagai Redaktur Pelaksana SINDOWeekly (2010-2019). Mulai meniti karir di dunia jurnalistik sejak 1987 di Harian Ekonomi Neraca (1987-1998). Pernah menjabat sebagai Pemimpin Redaksi Majalah DewanRakyat (2004), Wakil Pemimpin Harian ProAksi (2005), Pemimpin Redaksi LiraNews (2018-2024). Kini selain di Jakartamu.com sebagai Pemimpin Umum Forum News Network, fnn.co.Id. dan Wakil Pemimpin Redaksi Majalah FORUM KEADILAN.

JAKARTAMU.COM | Di era modern ini, praktik kawin paksa memang sudah sangat jarang terjadi. Namun, bukan berarti kasus semacam kisah Siti Nurbaya benar-benar lenyap. Lalu, bagaimana pandangan Islam terhadap pernikahan paksa?

Hak Wanita dalam Pernikahan

Syaikh Yusuf Al-Qardhawi dalam bukunya “Halal dan Haram dalam Islam” menegaskan bahwa seorang gadis memiliki hak penuh dalam urusan pernikahan. Ayah atau wali tidak boleh mengabaikan pendapat dan persetujuan si gadis. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW:

“Janda lebih berhak terhadap dirinya daripada walinya, sedang perawan dimintai izin tentang urusan dirinya, dan izinnya itu ialah diamnya.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)

Imam Bukhari bahkan memberi judul bab hadis ini dengan:
“Ayah maupun wali lainnya tidak boleh menikahkan seorang gadis maupun janda, kecuali dengan keridhaannya.”

Pernikahan Paksa adalah Kezaliman

Memaksa perempuan menikah dengan pria yang tidak dicintainya adalah bentuk kezaliman. Bagaimana seorang wanita bisa bahagia jika dipaksa hidup bersama orang yang tidak dia sukai? Tujuan pernikahan dalam Islam adalah menciptakan kebahagiaan kedua belah pihak—bukan hanya memenuhi harapan orang tua.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa menyatakan bahwa menikahkan anak perempuan yang tidak menyukai pernikahan tersebut bertentangan dengan syariat dan akal sehat. Bahkan, ia mengkritik keras praktik ini:

“Allah tidak pernah mengizinkan wali wanita memaksanya dalam jual beli tanpa izinnya, apalagi dalam urusan hidup bersama laki-laki yang tidak dia sukai.”

Menikahkan Anak Jika Sudah Ada Calon yang Layak

Al-Qardhawi juga menyebut bahwa orang tua tidak boleh menunda pernikahan anak gadisnya jika sudah ada calon yang kufu (sepadan) dalam agama dan akhlak. Rasulullah SAW bersabda:

“Tiga perkara yang tidak boleh dilambatkan: (1) salat ketika waktunya tiba, (2) jenazah saat siap dikuburkan, (3) seorang perempuan ketika telah mendapat jodoh yang cocok.” (Riwayat Tirmizi)

Juga disebutkan: “Jika datang kepadamu seseorang yang kamu setujui agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah anakmu dengannya. Jika tidak, akan terjadi fitnah dan kerusakan besar di bumi. (Riwayat Tirmizi)

Status Hukum Pernikahan Paksa

Apabila seorang wanita dipaksa menikah, maka keabsahan pernikahan tergantung pada kerelaannya. Jika ia menerima, pernikahan sah. Jika tidak rela, maka akad dianggap batal.

Kisah dalam riwayat Ibn Majah menunjukkan bahwa seorang wanita yang dipaksa menikah oleh ayahnya datang kepada Rasulullah SAW. Nabi menyerahkan keputusan kepadanya, dan wanita itu berkata:

“Aku telah merelakan perbuatan ayahku, tapi aku ingin agar para wanita tahu bahwa ayah tidak punya hak memaksa anak perempuannya menikah.” (HR. Ibn Majah 1874)

Ketentuan Jika Wanita Tidak Rida

Apabila seorang wanita tidak ridha dengan pernikahannya, maka suami tidak boleh memaksanya untuk berduaan. Namun, sebagian ulama tetap menganggap pernikahan itu sah secara hukum fikih, sehingga perceraian tetap harus dilakukan melalui talak atau gugatan fasakh ke pengadilan.

Islam sangat menekankan pentingnya kerelaan dan kebahagiaan dalam pernikahan. Wali atau orang tua tidak dibenarkan memaksa putrinya menikah tanpa persetujuan. Jika pernikahan dipaksakan, statusnya bergantung pada kerelaan si wanita dan dapat dibatalkan melalui jalur hukum. Pernikahan adalah ikatan suci yang seharusnya dibangun atas dasar cinta, kasih sayang, dan persetujuan kedua belah pihak.

Wallahu a’lam.

Adab Haji Agar Memperoleh Haji yang Mabrur Menurut Al-Qathani

JAKARTAMU.COM | Syaikh Said bin Ali bin Wahf al-Qahthani, dalam bukunya yang berjudul "Min Adab Al-Haju", menyebutkan berbagai adab...
spot_img
spot_img
spot_img

More Articles Like This